Rabu 01 Jul 2020 20:12 WIB

Ini Poin-Poin Pokok RUU Perlindungan PRT

RUU PPRT berisi tujuh pokok pemikiran terkait relasi dan kehidupan profesional PRT.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Ratna Puspita
Pembantu rumah tangga (ilustrasi). Penyusunan RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) disepakati oleh seluruh fraksi di Badan Legislasi DPR RI dalam pleno yang berlangsung di Kompleks DPR, Jakarta Rabu (1/7) hari ini.
Pembantu rumah tangga (ilustrasi). Penyusunan RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) disepakati oleh seluruh fraksi di Badan Legislasi DPR RI dalam pleno yang berlangsung di Kompleks DPR, Jakarta Rabu (1/7) hari ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyusunan RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) disepakati oleh seluruh fraksi di Badan Legislasi DPR RI dalam pleno yang berlangsung di Kompleks DPR, Jakarta Rabu (1/7) hari ini. Ketua Panja RUU PPRT Willy Aditya menjelaskan, RUU PPRT berisi tujuh pokok pemikiran terkait relasi dan kehidupan profesional PRT. 

Pertama, pengaturan mengenai pelindungan terhadap PRT mengedepankan asas kekeluargaan sebagai nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia. Kedua, perekrutan PRT dapat dilakukan secara langsung ataupun secara tidak langsung. Di sini, perjanjian kerja tertulis hanya diberlakukan pada PRT yang direkrut secara tidak langsung melalui penyalur PRT.

Baca Juga

Berikutnya, Penyalur PRT adalah badan usaha yang berbadan hukum. Keempat, RUU PPRT juga mengatur mengenai bagaimana pelindungan terhadap PRT dari diskriminasi, eksploitasi, pelecehan, dan kekerasan, baik dari penyalur PRT maupun pemberi kerja, dijalankan.

Kelima, RUU PPRT bicara mengenai bagaimana calon PRT mendapatkan pendidikan, baik dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah, maupun dari Penyalur PRT. “Yang keenam, di dalam RUU juga termaktub ketentuan mengenai pendidikan dan pelatihan bagi calon PRT," kata dia.

Ia mengatakan pendidikan dan pelatihan ini termasuk pendidikan tentang norma-norma sosial dan budaya yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan konteks tempat bekerja. "Sehingga penyelenggaraan PRT dapat menjaga hubungan sosiokultural antara Pemberi Kerja dengan PRT,” kata Willy.

“Terakhir, atau yang ketujuah, pengawasan terhadap penyelenggaraan PRT dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Tentunya lewat pendelegasian wewenang,” kata dia.

Dia menjelaskan, RUU Pelindungan PRT terdiri atas 12 bab dan 34 pasal. “Salah satu spirit mendasar dalam RUU ini adalah bahwa perlindungan terhadap PRT dalam relasi sosiokultural, bukan hubungan industrialis,” ungkap Willy.

Willy, yang juga wakil ketua Baleg ini, tidak dapat menyembunyikan kegembiraannya atas proses yang telah berjalan sejauh ini. Baginya, kehadiran UU PPRT ini nantinya akan semakin menunjukkan bagaimana negara hadir dalam upaya melindungi segenap tumpah darah Indonesia.

Dia menjelaskan, persoalan PRT dengan segala dinamikanya bukan sekadar relasi antara pekerja dan pemberi kerja. Dalam perikehidupan menyangkut PRT juga kerap ditemui penipuan, eksploitasi, bahkan hingga ke level human trafficking.

Selama pembahasannya, Panja RUU PPRT telah mengundang narasumber dari berbagai pemangku kepentingan. Mereka antara lain para pakar, aktifis buruh, kalangan LSM, sosiolog, akademisi, hingga komisioner Komnas HAM. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement