Kamis 02 Jul 2020 04:31 WIB
Komunis

Meninjau Konsepsi Bung Karno: Kritik Hatta dan Reaksi Aidit

Ketika Hatta mengkritik Sukarno, Aidit Menghardiknya

Hatta dan Soekarno minum kopi bersama.
Foto:

Rupanya kabinet yang dibentuk oleh Ali Sastroamidjojo, mengecewakan Bung Karno. Seperti diceritakan oleh Ali di dalam otobiografinya, Tonggak-tonggak di Perjalananku, reaksi Presiden Sukarno melihat hasil kerja Ali ialah kekecewaan yang disampaikan dengan nada kemarahan.

"Saudara sebagai formatir bersikap tidak adil terhadap PKI. Mengapakah suara partai besar yang mendapat  suara dari rakyat lebih dari 6 juta itu, tidak kau ikutsertakan dalam kabinet baru?", kata Bung Karno.

Dengan tenang Ali menjelaskan, tidak mungkin  membentuk kabinet koalisi dengan PKI, karena Masyumi dan NU menolaknya. "Apalagi PKI, bahkan orang-orang yang dianggap 'berbau' komunis saja sudah mereka tolak."

Dengan tegas Ali mengatakan kepada Sukarno bahwa dirinya tidak akan mengubah susunan kabinet sedikitpun, karena sudah terikat dengan Masyumi dan NU. "Maka susunan kabinet sudah menjadi bersama partai-partai tersebut, dan tidak bisa diubah lagi. Dengan lain perkataan, saya menempatkan Presiden pada dua pilihan saja, yaitu take it or leave it (setujuilah atau tolaklah)," kata Ali.

Kekecewaan Sukarno terhadap kabinet tanpa PKI itu diungkapkan saat mengumumkan susunan kabinet. "Walaupun sebenarnya saya kurang puas terhadap susunan kabinet baru yang dibentuk oleh formatir tepat dalam satu minggu itu, namun saya toh memutuskan untuk mengesahkannya."

Konsepsi Presiden dan Kritik Hatta

Presiden Sukarno mengesahkan kabinet hasil pemilu 1955 itu pada 20 Maret 1956. Akan tetapi kegusaran Sukarno atas tidak diikutkannya PKI, terus hidup di jiwa dan pikirannya.

Pada Oktober 1956, dalam pidato memperingati Sumpah Pemuda, Sukarno menyampaikan mimpinya untuk mengubur partai politik. Dia mengecam Maklumat Wakil Presiden No. X Tahun 1945 tentang anjuran kepada rakyat untuk membentuk partai politik, dan mengecam demokrasi Barat yang disebutnya tidak cocok dengan kepribadian bangsa Indonesia.

Pada 27 Januari 1957, Sukarno mengumumkan bahwa dia akan mencetuskan konsepsi yang memungkinkan dirinya  turut serta dalam pemerintahan yang hingga saat itu, di bawah UUD 1950, menempatkan Sukarno hanya sebagai Kepala Negara.

Pada 21 Februari 1957, Sukarno mengumumkan konsepsinya. Seraya mengecam kegagalan demokrasi, Bung Karno menyarankan agar dibentuk  kabinet gotong royong yang  di dalamnya turut serta semua partai dan atau fraksi yang mempunyai sejumlah anggota tertentu di parlemen. Tentu saja PKI menjadi prioritas yang dimasukkan ke dalam kabinet. Sukarno mengulang pertanyaannya kepada Ali Sastroamidjojo: "Dapatkah kita mengabaikan suatu golongan yang telah mendapat enam juta suara?"

K.H.M. Dachlan dan Imron Rosjadi dari NU, mengemukakan ketidaksetujuannya terhadap konsepsi Presiden. Mohammad Natsir dari Masyumi, juga menolak pandangan Presiden tentang sistem partai dan demokrasi pada umumnya serta konsepsi Presiden.

Kritik yang paling berwibawa datang dari Mohammad Hatta. Di Pedoman, 2 Maret 1957, Hatta menurunkan tulisan berjudul "Meninjau Konsepsi Bung Karno". Hatta mengingatkan bahwa demokrasi mutlak mengharuskan adanya oposisi. Dalam rangka ini, Hatta menyarankan supaya PKI berada di barisan oposisi. Oposisi yang baik dan tegas di dalam parlemen agar antara lain dapat mencegah korupsi di antara partai-partai pemerintah, dan dengan begitu ikut serta memperbaiki moral politik yang sudah merosot sekarang ini.

Tentang Sukarno, Hatta mengungkapkan bahwa di samping seorang politikus dan pemimpin, Bung Karno adalah seorang yang berjiwa seni yang berkobar-kobar.

"Sebagai pencinta seni, ia ingin memandang semuanya dalam keindahan, dalam suasana yang harmonis, dalam kesatuan yang bulat. Jiwanya luka melihat keretakan. Sebab itu persatuan menjadi pokok dan akhir dari segala tujuannya," tulis Hatta.

Menurut Hatta, tujuan Sukarno selalu baik, tetapi langkah-langkah yang diambilnya kerapkali menjauhkan dia dari tujuannya itu. "Dan sistem diktator yang diadakannya sekarang atas nama demokrasi terpimpin akan membawa ia kepada keadaan yang bertentangan dengan cita-citanya selama ini."

Reaksi Aidit

Tulisan Hatta, mengundang reaksi keras Ketua CC PKI, D.N. Aidit. Dia menurunkan tulisan berjudul: "Hatta Biang Keladi Menggagalkan Konsepsi Bung Karno"

Dalam tulisan bertarikh 7 Maret 1957, Aidit menyebut Hatta sebagai seorang realis yang tidal real. Aidit juga menganggap Hatta orang yang picik karena Hatta tidak menyetujui adanya kerjasama dalam kabinet antara partai-partai agama, nasionalis, dan komunis.

"Dan lebih picik lagilah mereka yang menerima pikiran picik itu," hardik Aidit.

Aidit menuduh, pemerintahan Hatta sebagai pihak yang berada di balik pembunuhan dalam peristiwa Madiun. " Dari tulisannya tersebut nyata, bahwa Hatta belum puas dengan pembunuhan-pembunuhan yang sudah dilakukan di bawah pemerintahnya selama Peristiwa Madiun. Ia masih menyimpan fikiran untuk 'menghancurkan kaum Komunis' atau sekurang-kurangnya 'membendung arus Komunis' sebagai 'tugas yang suci' seperti juga menjadi 'tugas sejarah' kaum milioner di Washington, Amsterdam, London, dan lain-lain," tulis Aidit.

Tidak hanya Bung Hatta yang dilabrak oleh Aidit. Natsir dan Masyumi pun dapat bagian. Aidit tiba-tiba  menyebut sikap kepala batu "pemimpin-pemimpin Masyumi klik Natsir yang secara ngotot menolak konsepsi Bung Karno."

Bagi Komisi Pilihan Tulisan D.N. Aidit dari CC PKI yang mengumpulkan tulisan-tulisan Aidit, tulisan Aidit memberikan jawaban tepat terhadap tulisan Hatta yang disebut-sebut sebagai otak kekuatan reaksioner di dalam negeri.

Konsepsi Presiden Menjadi Kenyataan?

Dengan penuh keyakinan, Komisi Pilihan Tulisan menabur opini bahwa sejarah berkembang berlawanan dengan alam pikiran Hatta.

Gagasan gotong royong yang menjadi ciri dari Konsepsi Presiden Sukarno, menurut Komisi, makin tertanam di hati rakyat hingga perundingan Tampaksiring antara Presiden Sukarno dengan pimpinan partai-partai PNI, NU, dan PKI menghasilkan terbentuknya DPR Gotong Royong tanpa Masyumi dan PSI.

Usaha-usaha untuk menggagalkan pelaksanaan Konsepsi Presiden Sukarno, masih kata Komisi, yang dikemudikan oleh Hatta semakin gagal. Bahkan sebaliknya usaha-usaha untuk melaksanakan Kabinet Gotong Royong tanpa Masyumi dan PSI semakin menjadi kenyataan.

Benarkah Konsepsi Presiden Sukarno semakin menjadi kenyataan?

Bung Hatta menjawab singkat: "Demokrasi bisa tertindas sementara karena kesalahannya sendiri, tetapi  setelah ia mengalami cobaan yang pahit, ia akan muncul kembali dengan penuh keinsafan."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement