Rabu 01 Jul 2020 00:03 WIB

Duh...Marah Soal Akuisisi Freeport Berujung Minta CSR

Tensi tinggi bermula saat Orias memaparkan kinerja holding diinterupsi oleh Nasir.

Rep: Intan Pratiwi / Red: Agus Yulianto
Direktur Utama Mind ID atau PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) Orias Petrus Moedak (kanan) dan Direktur utama PT Freeport Indonesia (PTFI) Clayton Allen Wenas (kiri) mengikuti Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR di kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (30/6/2020). Rapat tersebut membahas kinerja dan kontribusi holding tambang BUMN di masa pandemi COVID-19 serta proyeksi pendapatan pemerintah sebelum dan sesudah akuisisi 51 persen saham PT Freeport Indonesia.
Foto: Antara/Galih Pradipta
Direktur Utama Mind ID atau PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) Orias Petrus Moedak (kanan) dan Direktur utama PT Freeport Indonesia (PTFI) Clayton Allen Wenas (kiri) mengikuti Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR di kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (30/6/2020). Rapat tersebut membahas kinerja dan kontribusi holding tambang BUMN di masa pandemi COVID-19 serta proyeksi pendapatan pemerintah sebelum dan sesudah akuisisi 51 persen saham PT Freeport Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rapat Komisi VII DPR RI bersama Holding Pertambangan, Selasa (30/6) sempat diwarnai ketegangan. Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Demokrat, Muhammad Nasir sempat meminta Direktur Utama MIND ID, Orias Petrus Moedak untuk angkat kaki dari ruang rapat.

Tensi tinggi ini bermula dari saat Orias sedang memaparkan kinerja //holding// pertambangan diinterupsi oleh Nasir yang ingin meminta penjelasan tentang akusisi Freeport Indonesia. Nasir menilai, langkah //holding// pertambangan untuk mengakuisisi PTFI dan kemudian menutup kewajiban membayar angsuran akuisisi dengan utang merupakan langkah yang tak baik.

Orias sendiri sebenarnya sedang menjelaskan bahwa langkah menerbitkan Global Bond untuk refinancing utang membayar Freeport merupakan salah satu mitigasi //holding// di tengah situasi pandemi Covid-19.

"Untuk utang jatuh tempo tahun depan jika kita tidak melakukan apa-apa, maka tahun depan kami akan kesulitan mencari pendanaan untuk membayar jatuh tempo sebesar 1 miliar dolar ini. Maka, perlu kita ambil langkah strategis sehingga kami bayar setengah kemudian memperpanjang tenor jatuh tempo," ujar Orias.

Nasir menilai, langkah utang untuk menutup utang sama saja dengan menggadaikan aset-aset negara. "Coba jelasin ini apa manfaatnya? Kok kita jadinya pusing. Masa kita suruh bayar lagi? Apa-apaan. Jadi yang logikalah, jangan kita gadaikan semua ini," ujar Nasir.

Orias menjelaskan, instrumen obligasi bukanlah utang dengan ikatan aset kolateral sebagai jaminan. Praktik penerbitan utang seperti ini, lanjutnya, adalah hal wajar dilakukan oleh korporasi di mana pun.

Namun, Anggota Komisi VII dari Fraksi Partai Demokrat Muhammad Nasir terus bertanya terkait kemampuan MIND ID membayar utang. Dia juga mempertanyakan cara dan mekanisme penerbitan utang obligasi yang tak menggunakan kolateral.

Tak puas dengan jawaban Orias, Nasir pun sempat menggebrak meja dan menyuruh Orias meninggalkan ruang rapat. “Itu yang kami khawatirkan. Makanya, kita minta data detailnya. Kalau Bapak sekali lagi gini, saya suruh Bapak keluar dari rapat,” kata Nasir.

“Kalau Bapak suruh saya keluar, ya saya keluar,” timpal Orias.

“Iya, Bapak bagus keluar, karena enggak ada gunanya Bapak rapat di sini. DPR ini bukan buat main-main. Anda bukan main-main di sini!” suara Nasir semakin meninggi.

“Saya enggak main-main,” jawab Orias.

“Jadi, Anda kalau rapat, harus lengkap bahannya. Enak betul Anda di sini! Siapa yang naruh Anda di sini? Percuma naruh orang kayak gini. Ngerti? Kurang ajar Anda!” tegas Nasir.

“Kurang ajar Anda di sini. Kalau Anda enggak senang, Anda keluar! Kau pikir punya Saudara kau ini semua?” imbuhnya.

Wakil Ketua Komisi VII Alex Noerdin pun sempat menengahi perdebatan tersebut kemudian menskors rapat untuk alasan istirahat sholat Ashar.

Pasca-break sholat Ashar, kemudian semua peserta rapat kembali lagi ke ruangan rapat. Sayangnya, Muhammad Nasir hanya kembali sebentar ke ruang rapat kemudian meninggalkan ruang rapat setelah rapat dimulai kembali sekitar 15 menit.

Alex pun kemudian membuka kembali rapat dan melanjutkan pembahasan rapat dengan realisasi CRS yang dialokasikan para perusahaan pelat merah ini selama Covid-19. Padahal, sebelumnya Holding Tambang sedang menjelaskan satu persatu persoalan produksi dan dampak pandemi terhadap penerimaan negara.

Saat pemaparan realisasi CSR PTBA dan Timah Alex pun mengatakan, pemberian CSR mestinya melibatkan anggota dewan. "Bapak ingat //gak//, siapa yang membantu proyek di Sumatra Selatan tersebut," tanya Alex.

Dirut PTBA Arviyan Arifin pun menjawab sembari bercanda, "Kalau tidak salah namanya pak Alex Noerdin pak,"

"Nah, saya mati-matian waktu itu bantu, masa penyerahan CSR gak melibatkan kami. Paling tidak kami dikasih ruang untuk ikut serta menyerahkan bantuan tersebut ke masyarakat," ujar Alex.

Terkait dana CSR tersebut, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Fraksi Gerindra Ramson Siagian pun mengatakan, ke depan mestinya apabila hendak melakukan CSR perlu menyertakan Anggota DPR.

"Ya ke depannya, untuk pembagian CSR yang di luar apa yang sudah dilakukan ini bisa berkoordinasi dengan Sekretariat Komisi VII untuk bisa CSR ini disalurkan ke dapil-dapil anggota komisi VII," ucap Ramson.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement