Rabu 01 Jul 2020 00:42 WIB

KPK Minta Kepala Daerah Tegas Sanksi ASN Langgar Netralitas

KPK harap ASN menjaga netralitasnya dalam penyelenggaraan pilkada.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Indira Rezkisari
Ilustrasi Apartur Sipil Negara (ASN). ASN dilarang berpihak kepada kandidat pasangan calon (paslon) kepala daerah dengan perilaku atau aktivitas yang memberikan dukungan.
Foto: mgrol100
Ilustrasi Apartur Sipil Negara (ASN). ASN dilarang berpihak kepada kandidat pasangan calon (paslon) kepala daerah dengan perilaku atau aktivitas yang memberikan dukungan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron mengatakan, tingkat kepatuhan pejabat pembina kepegawaian (PPK) daerah atas rekomendasi penjatuhan sanksi dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) untuk ASN yang melanggar netralitas dalam pilkada, masih rendah. PPK daerah diisi oleh kepala daerah baik gubernur maupun bupati/wali kota di masing-masing wilayah.

"Faktanya, rekomendasi KASN maupun sanksi yang dijatuhkan Bawaslu direkomendasikan kepada PPK di daerah banyak tidak dilaksanakan," ujar Nurul dalam diskusi virtual Gerakan Nasional Netralitas ASN, Selasa (30/6).

Baca Juga

ASN dilarang berpihak kepada kandidat pasangan calon (paslon) kepala daerah dengan perilaku atau aktivitas yang memberikan dukungan. Jika ada dugaan pelanggaran netralitas ASN, Bawaslu akan menelaah dan menindaklanjutinya dengan memberikan rekomendasi kepada KASN.

Selanjutnya, KASN akan menganalisa laporan dari Bawaslu tersebut. Jika terbukti, KASN akan mengeluarkan rekomendasi penjatuhan sanksi administratif terhadap ASN yang melanggar netralitas kepada masing-masing PPK tempat yang bersangkutan bekerja.

Menurut Nurul, KASN harus mampu memberikan sanksi kepada PPK yang tak menjalankan rekomendasi penjatuhan sanksi untuk ASN yang melanggar netralitas. Jika tak ada sanksi kepada PPK yang tak patuh, maka rekomendasi sanksi dari KASN maupun Bawaslu tidak akan dilaksanakan.

Nurul mengatakan, KPK akan terus memfasilitasi percakapan lanjutan terkait sanksi atas PPK yang tidak menindaklanjuti rekomendasi KASN termasuk dalam netralitas ASN dalam pelaksanaan Pilkada 2020 ini. Menurut dia, saat ini kementerian/lembaga pun masih menentukan format regulasi yang tepat untuk mengatur hal tersebut.

"Proses yang masih terhenti di Kemenpan-RB sudah disepakati bersama oleh KSP (Kantor Staf Presiden), Kemenpan-RB, BKN, Kemendagri, KASN untuk menentukan format regulasi yang tepat untuk hal ini," kata dia.

Nurul juga mendorong surat keputusan bersama (SKB) antarkementerian dan lembaga yang mengatur alur dan proses pengawasan termasuk sanksi bagi ASN yang berpolitik praktis, segera diselesaikan. Kementerian/lembaga itu antara lain Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB), Badan Kepegawaian Negara (BKN), KASN, serta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

"Draft terakhir di Kemenpan-RB masih dalam proses pengodokan yang akan ditindaklanjuti. KPK menganggap sangat penting untuk terus mengawal target netralitas ASN dalam pilkada dengan Bawaslu dan KASN," tutur Nurul.

Ia berharap agar ASN menjaga netralitasnya dalam penyelenggaraan pilkada serentak 2020 di 270 daerah. Menurut Nurul, faktanya pilkada membuat ASN dalam kondisi kegalauan antara mendukung berarti melanggar netralitas dan tetap netral tetapi jabatannya terancam.

"Karena kalau tidak mendukung akan dianggap tidak berkeringat, tidak berlelah-lelah. Maka kalau perang sudah usai, maka kemudian jabatan yang dia pegang atau duduki akan berisiko," ungkap Nurul.

Dengan demikian, KPK mendorong gagasan agar ASN yang tetap menjaga netralitas, jabatannya tetap aman. Ukuran ASN tetap menduduki jabatannya hanya dinilai dari kompetensi dan kinerja, bukan dari mendukung atau tidak mendukung calon kepala daerah. Sehingga kepala daerah terpilih pun tidak seenaknya mengganti pejabat.

"Kemudian tidak boleh ketika ganti pimpinan kepala daerah kemudian seenaknya pimpinan kepala daerah itu mengganti-ganti. Kalau masih dimungkinkan kepala daerah sewaktu waktu mengganti, mem-PLT-kan maka perlu digagas ini plt (pelaksana tugas) itu seharusnya bagaimana," kata Nurul.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement