REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemajuan dan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) diikuti dengan tumbuh pesatnya layanan over the top (OTT). Saat ini, layanan OTT sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari gaya hidup dan kebiasaan masyarakat Indonesia. Melekatnya layanan ini di masyarakat, menjadikan OTT sebagai 'tambang emas' baru bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Melihat potensi ekonomi digital yang sangat besar dari layanan OTT tersebut membuat Sahabat Cyber Indonesia mengadakan webinar bertajuk 'Melihat Potensi OTT di Indonesia' pada Jumat (26/6), yang menghadirkan narasumber Pelaksana Tugas Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Kemenkominfo Anthonius Malau dan perwakilan Direktorat E-Commerce Kemendag Enzelin Sariah.
Anthonius mengatakan, kehadiran OTT melengkapi kemajuan teknologi digital di Indonesia. Bahkan pertumbuhan dan jenis layanan OTT yang digunakan masyarakat Indonesia cukup bervariasi. Saking lengkapnya, sambung dia, layanan tersebut kerap bersinggungan dengan berbagai industri eksisting.
Menurut Anthonius, pemerintah pun merasa perlu untuk mengatur ekosistem digital. Selain untuk menciptakan kesetaraan (equal playing field), dia melanjutkan, tujuan pengaturan agar layanan OTT dapat berjalan dengan penyedia layanan eksisting tanpa saling mematikan satu dengan lainnya.
"Sehingga bangsa Indonesia mendapatkan memanfaat dari kehadiran OTT, baik itu OTT lokal maupun multinasional. Salah satu tugas dan tanggung jawab pemerintah adalah melindungi industri dalam negeri,” kata Anthonius di Jakarta.
Dia menjelaskan, regulasi rujukan pengaturan OTT adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2019, yang memuat OTT dalam kategori penyelenggara sistem dan transaksi elektronik (PSTE). Dalam regulasi itu, OTT sebagai PSTE yang merupakan salah satunya penyedia platform digital harus terdaftar di Kemenkominfo.
“Kami dari Direktorat Pengendalian memastikan seluruh penyelenggara sistem elektronik yang berusaha di Indonesia memenuhi seluruh kewajiban sesuai dengan amanah regulasi yang berlaku. Baik itu perpajakan hingga perlindungan konsumen,” tutur Anthonius.
Mengenai beberapa konten Netflix yang tidak memberlakukan sensor sesuai ketentuan, Anthonius menjelaskan, Netflix sudah menerapkan batasan usia pada kontennya. Jika masih ada konten di Netflix yang memuat tayangan negatif, pihaknya meminta agar masyarakat dapat melaporkan kepada Kemenkominfo lewat kanal pengaduan konten di aduankonten.id atau Whatsapp di nomor 08119224545.
"Kami segera menindaklanjuti aduan tersebut paling lama 1x24 jam. Jika laporan tersebut terbukti maka Kemenkominfo akan melakukan take down konten tersebut,” terang Anthonius.
Enzelin Sariah dari Direktorat E-Commerce Kemendag, menyampaikan, untuk menciptakan consumer trust dan consumer confidence serta kesetaraan, Kemendag telah mengeluarkan dua regulasi, yaitu PP Nomor 80 Tahun 2019 dan Peraturan Menteri Perdagangan No 50 Tahun 2020. Dua regulasi tersebut merupakan turunan dari UU ITE, UU Perlindungan Konsumen, dan UU Pajak.
Dalam PP Nomor 80 Tahun 2019, mewajibkan PMSE mendukung program pemerintah dalam penggunaan produk dalam negeri dan meningkatkan daya saing produk dalam negeri agar dapat bertahan menghadapi maraknya barang luar negeri yang beredar di platform digital Indonesia. “Kami berharap dengan regulasi tersebut teman-teman pelaku usaha e-commerce lokal dan masyarakat mendapatkan perlindungan,” jelas Enzelin Sariah.