Selasa 30 Jun 2020 00:06 WIB

Video Teguran Presiden Baru Dirilis? Ini Penjelasan Moeldoko

Video itu dipulikasikan berselang 10 hari setelah sidang paripurna 18 Juni 2020.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengungkap alasan teknis terkait video teguran Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada para menterinya dalam Sidang Kabinet Paripurna pada 18 Juni 2020 yang baru dipublikasikan pada 28 Juni 2020. Artinya, video itu dipulikasikan berselang 10 hari setelah sidang paripurna. "Itu persoalan teknis, saya pikir tidak terlalu penting hanya teknis," kata Moeldoko di kantornya Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (29/6).

Video terkait Arahan Tegas Presiden Jokowi pada Sidang Kabinet Paripurna, Istana Negara pada 18 Juni 2020, baru dipublikasikan pada 28 Juni 2020 sekitar pukul 17.38 WIB. Sidang tersebut digelar secara tertutup untuk media (internal), sehingga tidak ada satu media pun yang berkesempatan meliput sidang tersebut.

Baca Juga

Moeldoko mengatakan ada sejumlah kajian atau kalkulasi yang perlu diperhitungkan dengan matang untuk mempublikasikan arahan Presiden tersebut, namun tidak substantif. "Kalkulasi mungkin tidak begitu substantif, tapi lebih substantif bagaimana Presiden memberikan encouragement kepada para menteri," katanya pula.

Moeldoko menyebutkan bahwa Presiden ingin agar para menteri dan para pembantunya memahami dengan cepat, mencari cara-cara yang baru yang bisa memotong agar sesuatu bisa dijalankan dengan cepat dan tepat. "Berikutnya tidak pernah menyerah kalau perlu bekerja 24 jam karena situasi extraordinary, itu gambaran-gambaran yang tersirat dari apa yang diinginkan Presiden," kata dia.

Dalam video berdurasi lebih dari 10 menit itu, Presiden Jokowi memberikan arahan yang tegas kepada para menterinya, bahkan sempat menyatakan kejengkelannya. Karena sampai saat ini disebutnya belum ada progres yang signifikan dari kerja jajarannya dalam tiga bulan terakhir.

Padahal situasi yang berkembang saat ini memerlukan langkah extraordinary, karena dunia termasuk Indonesia sudah diambang krisis. Presiden bahkan mengatakan akan melakukan langkah-langkah extraordinary apa pun demi menyelamatkan 267 juta rakyat Indonesia.

"Bisa saja, membubarkan lembaga. Bisa saja reshuffle. Sudah kepikiran ke mana-mana saya. Entah buat perppu yang lebih penting lagi. Kalau memang diperlukan," katanya.

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement