Senin 29 Jun 2020 14:00 WIB

PPDB DKI, Penyakit Kronis yang Kambuh Tiap Tahun

PPDB DKI telah berdampak pada psikologis anak sebagai calon peserta didik.

Ratusan Orang Tua Demo di depan Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Senayan, Jakarta Pusat, Senin (29/6). Mereka meminta Nadiem Makarim mencabut aturan PPDB DKI Jakarta terkait indikator usia.
Foto: Republika/Arif Satrio Nugroho
Ratusan Orang Tua Demo di depan Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Senayan, Jakarta Pusat, Senin (29/6). Mereka meminta Nadiem Makarim mencabut aturan PPDB DKI Jakarta terkait indikator usia.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizkyan Adiyudha, Arif Satrio Nugroho, Amri Amrullah

Kisruh Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di DKI Jakarta belum usai. Hari ini (29/6), orang tua murid kembali melakukan aksi massa menolak kebijakan PPDB zonasi ditimbang berdasarkan usia di DKI Jakarta. Mereka meminta Menteri Pendidikan (Mendikbud) mengeluarkan aturan baru atau mengubah proses PPDB 2020 di DKI Jakarta.

Baca Juga

"Yang masuk sekolah itu harusnya yang berprestasi bukan yang tua. Buat apa mereka mendalami materi kalau yang diterima yang tidak naik kelas. Kami meminta kebijakan itu dibatalkan," kata salah satu orator dalam aksi di depan gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Jakarta pada Senin (29/6).

Salah satu orang tua murid, Agung WB, menyebut penerapan kebijakan yang dilakukan pemerintah provinsi (pemprov) DKI Jakarta itu tidak mengacu pada Peraturan Menteri No 44 Pasal 25 ayat 1 dan 2. Dia mengatakan, kedua pasal tersebut menjelaskan jarak terdekat sekolah dengan rumah menjadi ketentuan utama PPDB, bukan batasan usia.

Dia mengatakan, petunjuk teknis (Juknis) PPDB yang dikeluarkan dinas pendidikan DKI dan SK 501 tahun 2020 tidak menjelaskan tentang zonasi terjauh atau terdekat. Dia melanjutkan, akibatnya membuat satu sekolah negeri bisa diperebutkan hingga 15 Kelurahan.

"Dinas pendidikan juga tidak memiliki data tentang jumlah SMA yang ada di DKI Jakarta," katanya.

Dia berharap, aksi massa yang dilakukan di depan gedung Kemendikbud ini dapat membuat pemerintah mengembalikan aturan tentang jarak terdekat dari rumah. Dia meminta menteri pendidikan, Nadiem Makarim, mengeluarkan aturan baru tentang juknis PPDB 2020 DKI ini.

Demo penolakan juknis PPDB mendapatkan pengawalan yang tidak terlalu ketat dari aparat kepolisian. Aparat menyiagakan dua mobil baracuda di lokasi aksi. Demonstrasi penolakan juknis PPDB tersebut juga berlangsung damai.

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (PA) Arist Merdeka Sirait turut menyoroti kisruh PPDB DKI Jakarta 2020. Ia juga meminta aturan PPDB yang mensyaratkan usia sebagai syarat penerimaan itu dibatalkan.

Arist mengatakan kebijakan PPDB telah berdampak pada psikologis anak sebagai calon peserta didik. Dia mengungkapkan ada empat anak yang stres hingga mencoba bunuh diri.

"Jadi sudah ada empat orang yang dilaporkan orang tua ke komnas perlindungan anak. 'Anak saya sudah mulai melakukan percobaan bunuh diri dengan mengurung diri di kamar'," kata Arist mengutip laporan pernyataan salah seorang wali murid.

Dia mengatakan, tidak sedikit anak-anak yang menolak untuk masuk ke sekolah swasta karena ingin masuk ke sekolah negeri. Dia melanjutkan, kondisi kekecewaan itu lantas menyebabkan gangguan psikologis pada anak-anak tersebut yang kalau dibiarkan akan berujung pada percobaan bunuh diri.

Dia mengungkapkan bahwa berdasarkan laporan, satu orang anak yang tinggal di Kayu Manis, Matraman, Jakarta Timur sudah meninggal dunia. Dia mengatakan, anak tersebut tidak lulus atau tidak bisa masuk dari SMP ke SMA hingga stres dan bunuh diri. Sedangkan, sambung dia, tiga orang lainnya dilaporkan dalam kondisi baik karena baru percobaan.

"Jadi dampak luar biasa ini, makanya kami minta kebijakan itu dibatalkan karena dia melanggar UU dan Permen nomor 44 tahun 2019," katanya.

Lebih lanjut, dia mengatakan, keberatan lain yang juga disampaikan ke Kemendikbud adalah pengurangan jatah penerimaan siswa zonasi dari 50 persen menjadi 40 persen. Menurutnya, hal itu berpotensi menghilangkan hak sekitar 50 ribu anak untuk mendapatkan pendidikan.

Keberatan lain yang disampaikan adalah berkenaan dengan petunjuk teknis (juknis) yang berdasarkan usia. Arist melanjutkan, para orang tua murid juga kesal bahwa sekolah lebih mengedepankan menerima siswa pindahan dari luar dari pada yang ada di sekitar mereka.

"Makanya kami juga menyampaikan kecurigaan apakah orang-orang yang daftar daring itu ada orangnya apa tidak, atau apa jangan-jangan itu kursi kosong," katanya.

Dia menegaskan aksi menolak juknis PPDB itu akan terus disuarakan kalau kemendikbub menolak tuntutan mereka. Dia mengatakan, para orang tua murid bahkan siap menyampaikan aspirasi mereka ke Presiden Joko Widodo secara langsung sebagai penyelenggara negara.

"Jadi bukan ke komisi lagi. Bisa juga kami menggunggat karena ini class action, karena ini ada hak hukum masyarakat yang dirugikan," katanya.

"Karena ini hak anak atas pendidikan dan ini bukan belas kasihan, tidak ada aturan murid baru dengan batasan usia di undang-undang di internasional sekalipun, hanya ada di DKI Jakarta," kata Arist yang turut ikut dalam demo bersama orang tua murid ke Kemendikbud.

Seperti orang tua yang menolak pada umumnya, Arist menilai penggunaan umur sebagai indikator PPDB DKI Jakarta yang berbasis zonasi tidak tepat. Maka itu, ia bersama para orang tua meminta Mendikbud Nadiem Makarim mencabut aturan PPDB DKI Jakarta tahun 2020 tersebut. "Supaya adil tidak ada batasan usia," katanya menegaskan.

Terpisah, Ketua Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda, menjelaskan daerah memang diberikan kewenangan untuk menentukan aturan PPDB berbasis zonasi agar lebih fleksibel. Kendati demikian otoritas daerah tersebut tetap mengacu pada kebijakan PPDB yang ditetapkan oleh Kemendikbud.

“Bisa jadi aturan PPDB di satu daerah dengan daerah lain berbeda-beda karena Dinas Pendidikan melihat urgensi yang berbeda-beda sesuai kondisi wilayah masing-masing. Hanya saja perbedaan aturan ini harus dikawal dan disosialisikan sejak jauh hari sehingga tidak memicu kericuhan,” katanya.

Dia menegaskan, harusnya aturan dari daerah tetap merujuk pada proporsi tersebut sehingga PPDB tetap dalam koridor aturan nasional meskipun tetap memperhatikan keragaman kondisi daerah. Politikus PKB ini berharap agar tiap dinas pendidikan maupun sekolah memberikan ruang klarifikasi seluas-luasnya bagi calon orang tua siswa yang belum memahami aturan PPDB.

Huda pun mendesak Mendikbud Nadiem Makarim turun langsung memantau proses PPDB ini. Menurutnya protes di DKI Jakarta bisa jadi hanya puncak gunung es terkait polemik PPDB 2020. Diharapkan temuan fakta di lapangan akan memberikan sudut pandang berbeda dalam proses evaluasi PPDB tahun ini.

“PPDB ini seperti penyakit kronis yang selalu kambuh di setiap awal tahun ajaran baru. Perlu perumusan kebijakan PPDB yang lebih komprehensif mulai dari proses sosialisasi, pelaksanaan,  pengawasan, hingga evaluasi sehingga orang tua siswa merasa ada jaminan fairness dan transparan,” kata dia.

Walaupun penuh kritik dan penolakan dari orang tua murid, Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta mengklaim dalam proses seleksi PPDB zonasi yang menggunakan syarat usia tersebut berjalan lancar.

Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana mengatakan, sampai saat ini sudah menyelesaikan empat tahapan proses seleksi dari PPDB yaitu jalur inklusi, jalur afirmasi, jalur prestasi non-akademis dan baru saja diselesaikan pekan lalu jalur zonasi. Walaupun sempat ada penolakan, namun proses pendaftaran berjalan lancar.

"Peserta didik yang diterima di jalur zonasi sudah ditetapkan rentang usia yang ideal untuk memasuki jenjang SMP dan SMA," kata dia dalam konferensi pers, Senin (29/6).

Karena itu, Nahdiana menekankan bagi orang tua dari peserta didik yang dinyatakan lolos seleksi pada jalur zonasi, untuk segera melakukan lapor diri mulai dari Senin (29/6) hari ini sampai dengan besok Selasa (30/6) pukul 14.00 WIB. Kemudian, lanjut dia, bagi peserta didik yang belum lolos seleksi maka dapat mendaftar kembali di jalur prestasi akademik.

Ia mengungkapkan masih ada satu kali lagi proses PPDB 2020 pada jalur prestasi akademis yang akan dibuka tanggal 1 sampai dengan 3 Juli 2020. "Jalur prestasi akademis ini dimaksudkan untuk mengakomodir dan mengapresiasi calon peserta didik berprestasi secara akademis," ungkapnya.

Nahdiana mengatakan pada jalur prestasi akademis jenjang SMP dan SMA disiapkan kuota sebanyak 25 persen. Kuota ini terdiri dari 20 persen untuk calon peserta didik baru dari DKI Jakarta dan 5 persen untuk calon peserta didik baru dari luar DKI Jakarta.

Sedangkan untuk jenjang SMK disiapkan kuota sebanyak 55 persen terdiri dari 50 persen untuk calon peserta didik baru dari DKI Jakarta dan 5 persen untuk calon peserta didik baru dari luar DKI Jakarta. "Seleksi utama yang di yang digunakan dalam jalur prestasi akademis ini memperhitungkan rata-rata nilai akademis selama 5 semester terakhir dan nilai akreditasi sekolah asal," papar dia.

Selain itu untuk PPDB jalur prestasi yang digunakan untuk jenjang SD ke SMP meliputi mata pelajaran bahasa Indonesia matematika ilmu pengetahuan alam dan pendidikan kewarganegaraan. Dan nilai rapor yang digunakan untuk jenjang SMP ke SMA atau SMK meliputi, mata pelajaran bahasa Indonesia, matematika, IPA, IPS, dan bahasa Inggris.

Ia menjelaskan seleksi proses PPDB jalur prestasi dilakukan dengan mengurutkan dari nilai tertinggi ke nilai yang lebih rendah. Pengurutan nilai tersebut sesuai dengan jumlah kuota yang tersedia.

"Proses seleksi dan pilihan sekolah pada jalur prestasi akademis, ini tidak terikat zonasi," tegas dia.

Bagi calon peserta didik baru dapat mendaftar dan memilih tiga sekolah di seluruh wilayah DKI Jakarta, sesuai dengan urutan prioritas pilihan. Jika dari ketiga pilihan tersebut belum lulus seleksi, calon peserta didik baru dapat mendaftar dan memilih kembali sekolah lainnya. "Sepanjang masih dalam periode seleksi jalur prestasi akademis, yaitu sampai dengan tanggal 3 Juli 2020 pukul 15.00 WIB," paparnya.

photo
New Normal di Sekolah - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement