REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI La Nyalla Mahmud Mattalitti menegaskan lima sila dalam Pancasila sudah final dan tidak bisa diperas lagi dalam pemaknaan Trisila atau Ekasila. Karena seluruh sila tersebut saling berurutan.
"Dari sila pertama hingga melahirkan tujuan hakiki bangsa ini di sila kelima," ujarnya menyoroti dinamika sosial atas Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) pada Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, di hadapan sekitar 50 pengasuh pondok pesantren se-Jawa Timur, di Surabaya, Minggu.
Menurut La Nyalla yang juga anggota MPR itu, Pancasila tidak bertentangan dengan ajaran agama, termasuk Islam, yang artinya bukan ancaman. Justru komunisme dan kapitalisme ancaman sebenarnya bagi Pancasila.
Pada kesempatan tersebut, La Nyalla merinci makna Pancasila, yakni pada sila pertama memiliki arti ber-Tuhan, artinya melaksanakan ajaran agamanya. Lalu sila kedua berarti rakyat di negeri ini memiliki moral, akhlak dan adab, serta sikap yang baik dan luhur.
"Dengan situasi itu, masyarakat Indonesia akan bersatu dengan saling menghargai perbedaan suku dan agama serta perbedaan lainnya," ujarnya pula.
Dalam situasi itu, kata dia, maka terwujudlah sila ketiga yang terjadi atas kesadaran diri, bukan atas paksaan atau tekanan. "Lalu apa yang terjadi setelah orang-orang menjalankan agamanya dan orang-orang beradab ini bersatu. Maka muncullah orang-orang bijaksana sebagai perwakilan untuk bermusyawarah dengan tujuan menemukan pemimpin bangsa ini. Itulah makna sila keempat," katanya lagi.
Jika keempat sila telah dilaksanakan, lanjut dia, maka terwujud sila kelima yang merupakan cita-cita akhir para pendiri bangsa ini, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Mantan ketua umum Kadin Jatim itu, juga menilai wajar adanya banyak penolakan dari seluruh elemen bangsa, terutama MUI, NU dan Muhamadiyah karena bermuara pada sikap dan pandangan umat Islam bahwa Pancasila itu sudah final dan sama sekali tidak bertentangan dengan Islam.
"Bahkan, sejalan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam Al Quran. Tidak perlu diberi tafsir baru lagi, apalagi dimaknai dalam Trisila dan Ekasila," katanya.
Karena itu, DPD RI sepakat membentuk tim kerja untuk menelaah lebih dalam dan komprehensif terhadap RUU HIP. DPD akan menyatakan sikap secara kelembagaan tentang apakah RUU harus disederhanakan hanya sebagai payung hukum Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) atau memang tidak perlu ada.