Ahad 28 Jun 2020 11:44 WIB

Santo Purnama, Putra Indonesia Pengembang Alat Uji Covid-19

Diaspora Indonesia di Silicon Valley, AS, berhasil mengembangkan rapid test corona.

Rep: Dede Suryadi (swa.co.id)/ Red: Dede Suryadi (swa.co.id)
Santo Purnama, founder Sensing Self, Pte. Ltd. pengembang alat rapid test corona.
Santo Purnama, founder Sensing Self, Pte. Ltd. pengembang alat rapid test corona.

Barangkali tak banyak yang tahu, salah satu diaspora Indonesia yang saat ini tinggal di Silicon Valley, San Francisco, California, Amerika Serikat, berhasil mengembangkan rapid test corona. Alat tes tersebut dikembangkan Sensing Self, Pte. Ltd. Perusahaan yang didirikannya di Singapura bersama tiga temannya ini sekarang tengah giat melipatgandakan produksi guna memenuhi permintaan negara-negara yang memesan alat uji Covid-19, antara lain India, AS, China, dan segera menyusul Indonesia.

Ia adalah Santo Purnama, pria kelahiran Medan, 47 tahun lalu, yang selepas lulus SMA Bunda Hati Kudus, Jakarta, melanjutkan kuliah ke Jurusan Computer and Electrical Engineering Purdue University, AS. Berbekal ilmu komputer, Santo mengembangkan bisnis yang fokus pada alat-alat kesehatan; yaitu bagaimana membuat alat kesehatan yang biasanya hanya dapat ditemukan di laboratorium atau di rumah sakit besar, sekarang bisa berbasis ponsel pintar dan dapat dijangkau oleh masyarakat luas. Artinya, ponsel bisa menggantikan lab sehingga semua proses dan analisis terhadap air seni, ludah, darah, dan keringat dapat dilakukan dengan ponsel.

Mengapa tertarik menggeluti bidang itu? “Saya orang Indonesia. Saat ini banyak yang tinggal di pelosok Indonesia harus naik kendaraan 3-4 jam atau lebih ke lab terdekat hanya untuk memberikan air seninya untuk dianalisis. Bagaimana kalau mereka dapat melakukannya di rumah sendiri hanya dengan smartphone? Itu tujuan (perusahaan) kami,” kata Santo. Selain itu, perusahaannya juga mengelola puluhan juta data yang dikumpulkan untuk mendukung berbagai riset untuk mencari terobosan di bidang medis.

Nah, terkait hal itu, di akhir 2019 pihaknya mendengar kejadian di Wuhan yang terkena virus baru cukup serius. Banyak ilmuwan dari China dan Hong Kong yang melaporkan perkembangan baru terkait vitus tersebut. Hal itu yang mendorongnya berkolaborasi melakukan penelitian lebih lanjut. “Setelah menjadi pandemi, kami langsung memutuskan untuk membuat tes,” ujar Santo dalam wawancara elektronik dengan Kumparan. Menurutnya, berdasarkan sampel dan data yang diberikan para ilmuwan tersebut, lebih dari cukup untuk menghasilkan temuan yang memiliki akurasi tinggi.

Ada dua jenis alat tes Covid-19 yang diproduksinya. Pertama, alat tes berbasis Polymerase Chain Reaction (PCR) yang menggunakan sampel dari cairan pernapasan. Kedua, Pre Screening Test Kid, alat uji dengan sampel darah untuk mengecek antibodi manusia terhadap virus corona. “Permintaan terbesar dari jenis kedua ini. Alat tes berbasis serologi yang digunakan untuk menguji seseorang positif terinfeksi virus corona Covid-19 atau tidak,” kata adik Philip Purnama, mantan Direktur PT Indofood Sukses Makmur, ini kepada SWA.

Saat ini Sensing Self sudah mengedarkan lebih dari 5 juta test kit dan ada sekitar 9 juta yang sedang antre untuk dikirim. “Setiap hari, permintaan terhadap alat tes tersebut terus meningkat,” kata Santo yang bersyukur akhirnya Indonesia memberikan lampu hijau untuk pemakaian alat tes Covid-19 Sensing Self.“ Saya sudah berbincang langsung dengan Kepala BNPB, Bapak Doni Monardo, dan mendapat dukungan atas produk tersebut,” kata Santo senang. Sudah lama ia siap membantu Pemerintah Indonesia menanggulangi pandemi Covid-19.

Santo sungguh-sungguh berharap alat temuannya bisa dimanfaatkan masyarakat Indonesia. Alat uji Sensing Self didesain sederhana dan bisa digunakan di rumah. Alat yang sama juga telah mengantongi izin edar di Eropa dan AS. Ia berharap Pemerintah Indonesia bisa merespons inisiatifnya dengan cepat.

Dengan harga jual Rp 160 ribu per  unit, Santo percaya, harga tersebut terjangka oleh masyarakat luas. “Khusus untuk produk alat ini, kami memang sengaja tidak mencari untung. Pertimbangan social impact yang kami kedepankan,” katanya. Ia berharap mendapatkan izin dari otoritas di Indonesia agar alat buatannya segera divalidasi dengan cara uji tes.

“Sebelum masuk ke local country, produk harus dites oleh pemerintah setempat untuk melihat kesesuaian dan akurasinya,” katanya . Lalu, bagaimana tingkat akurasinya? “Dari 1.300 pasien yang kami tes dengan test kit Sensing Self, akurasinya mencapai 92%,” kata lulusan Ilmu Komputer dari Stanford University ini meyakinkan.

Dijelaskan Santo, tingkat akurasi yang tinggi dari alat tesnya tersebut berhasil diraih karena ilmuwan di perusahaannya banyak bekerjasama dengan ilmuwan dari China dan Hong Kong, negara awal yang terjangkiti Covid-19 dan di sana banyak ditemukan orang yang terpapar viris corona. Dengan banyaknya sampel dan kerjasama, perusahaannya berhasil meningkatkan sensivitas enzim yang dibuatnya.

“Ini memang bukan hasil upaya satu orang atau satu perusahaan,” ujar Santo. Hasil akhir produk Sensing Self juga dari China karena memang partner perusahaannya di China sangat cepat dalam hal pembuatan plastik dan kemasan untuk produknya tersebut. “Saat ini produksi kami mencapai 500 ribu per hari,” kata Santo yang bangga dengan ketinggian akurasi tersebut.

Menurut Santo, alat tes Covid-19 Sensing Self ini sudah digunakan di beberapa lembaga riset di AS, kemudian di India dan negara-negara Eropa yang menjadi pasar utamanya. “Kami sudah dapat izin edar di semua Eropa dan India. Banyak pemerintah provinsi di India yang langsung beli dari kami. Semuanya sudah lebih dari 9 juta unit,” ungkap pria yang pernah mendirikan beberapa startup, mulai dari e-commerce, storage technology, tech consulting, hingga fintech ini.

Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Terkait persiapan produksinya karena akan digunakan di Indonesia, Santo menyebutkan bahwa perusahaannya sedang berusaha membagikan kuota sebanyak-banyaknya untuk pasar Indonesia. “Sekarang saja ada lebih dari 1,25 juta unit permintaan dan bertambah setiap harinya. Kami tidak sanggup memenuhi, karena masih banyak permintaan yang sudah mulai lebih dahulu. Saya sedang usahakan,” katanya.

Permintaan terhadap produknya memang terus meningkat, tetapi Santo sangat berhati-hati ketika akan meningkatkan produksi karena pihaknya lebih mementingkan kualitas. Terkait modal pun, ia mengaku sulit menghitungnya karena di dalamnya tidak hanya soal dana tetapi juga ada talenta.

Bagi Santo, wabah Covid-19 ini bersifat sementara yang ia perkirakan akan terjadi 6-8 bulan. “Saat ini, kami sedang membantu melawan pandemi ini. Tetapi setelah pandemi ini berlalu, kami akan memulai memasarkan peralatan kesehatan, terutama untuk menanggulangi diabetes,” katanya. Ia mengutip data statistik bahwa 15 tahun mendatang ada lebih dari 2 miliar orang yang akan mengalami diabetes dan prediabetes. Setengah dari itu usianya di bawah 25 tahun.

Melalui data yang diperolehnya, pihaknya mengaku akan jauh lebih mengerti tentang Covid-19, diabetes, ataupun penyakit lain yang akan ditangani di masa depan. “Dengan semua itu, kami dapat menggunakan artificial intelligence (AI) dan machine learning to help develop cure for diseases,” katanya.

Diakui Santo, setiap data yang dikumpulkan perusahaannya sangatlah berharga. “Bayangkan kalau kita mendapatkan data bahwa di daerah A penduduknya banyak makan B, jam makannya sekitar C, kerja di bidang D, dan mempunyai angka diabetes 95%. Ini akan menjadi terobosan baru. Data inilah yang sangat amat berharga untuk universitas, institusi riset, drug companies, dan governments,” ungkapnya.

Karena itu, setelah pandemi Covid-19 ini berlalu, perusahaannya akan kembali melanjutkan riset di bidang tes lab untuk menggantikan kebutuhan lab sehingga masyarakat luas dapat menggunakannya. “Sesuai dengan visi kami, yaitu membuat lab tests menjadi self tests,” ujarnya.

Beberapa inovasi tengah dikembangkan perusahaannya. Kini sedang meriset tentang nucleic acid test yang berdasarkan swab. Masalah utamanya, produksi massal jangan sampai memengaruhi kualitas dan tingkat akurasinya. Inovasi lain adalah dalam bidang tes diabetes dan pemeriksaan rate of aging di badan seseorang.

Santo yang saat ini sebagai diaspora memiliki mimpi untuk kembali ke Indonesia sebagai tanah airnya. “Memang selalu ada dalam rencana saya (pulang ke Indonesia). Semoga saya bisa bekerjasama langsung dengan Pemerintah Indonesia dan membantu mengembangkan kemakmuran negara ini,” katanya tandas. (*)

Dede Suryadi dan Vina Anggita

www.swa.co.id

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan swa.co.id. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab swa.co.id.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement