Sabtu 27 Jun 2020 08:36 WIB

Sejarah Masyumi dan PRRI: Kisah Perlawanan Anti Komunis

Kisah Perlawanan Anti Komunis

Pasukan TNI dalam operasi melawan PRRI.
Foto:

Pertanyaaanya, mengapa Natsir dan kawan-kawan ikut PRRI?

Pada satu kesempatan, Natsir menuturkan bahwa pada saat itu Indonesia menghadapi dua hal yang mengkhawatirkan. Pertama, komunis masuk istana; kedua, pecahnya Indonesia.

Natsir melihat, komandan militer di daerah-daerah masing-masing jalan sendiri. Malah ada yang pergi ke CIA, Amerika; mengadakan hubungan, mendapat senjata, malah dapat kapal terbang. "Nanti kalau Aceh juga mencari ke tempat lain, bagaimana. Jadi, ada bermacam-macam risiko. Indonesia akan terpecah belah," kata Natsir.

Maka, empat tokoh Masyumi yaitu Natsir, Sjafruddin, Burhanuddin, dan Faqih Usman, kemudian bertemu secara diam-diam. Mengapa diam-diam? Sebab jika dikemukakan kepada publik, akan banyak orang tahu.

Supaya Indonesia tidak terpecah belah, diputuskan untuk menemui para pemimpin militer. "Tetapi, hal itu tergantung para komandan militer itu. Maukah mereka kami campuri secara politis?"

Keempat tokoh itu berpendapat, dari pada melihat Indonesia hancur-lebur, biarlah dicoba pendekatan lain. "Saya, Pak Sjaf, dan Pak Bur sepakat, biarlah kita korbankan pribadi-pribadi kita. Masyumi jangan terbawa. Prawoto tidak kami beritahu."

Risiko itu diambil Natsir, Sjafruddin, dan Burhanuddin justeru untuk keutuhan Indonesia, dan untuk menjaga agar Indonesia jangan masuk komunis.

Setelah mendapat persetujuan dari para komandan militer, Natsir dan kawan-kawan, datang. "Kami datang untuk mencari jalan penyelesaian. "Bukan untuk memberontak," gagas Natsir seraya nenambahkan  bahwa missinya mempersatukan para perwira militer itu berhasil.

Untuk persatuan nasional, rapat para perwira militer dengan politisi sipil itu menyepskati usul Bung Karno tetap sebagai Presiden. Bung Hatta menjadi Perdana Menteri, dan Sultan HB IX sebagai Wakil Perdana Menteri.Agar Indonesia tidak terpecah belah, diusulkan supaya ada otonomi daerah.

Jawaban Pemerintah atas tuntutan itu ialah bom. Dibomnya Painan. Sesudah Painan dibom, perasaan  bertambah luka. Susah menyembuhkan luka itu.

Sukarno: PKI Pelopor Kekuatan Revolusi

APAKAH jika Natsir, Sjafruddin, dan Burhanuddin tidak datang ke Sumatera Barat, Masyumi tidak akan dipaksa membubarkan diri?

"Mungkin saja," kata Natsir, "tetapi kami merasa, untuk apa ada Masyumi jika hanya untuk  menuruti kemauan Sukarno.  Kalau Masyumi ada sekadar  untuk menuruti kemauan Sukarno, mengganti orang-orangnya dengan orang-orang Sukarno, dan mau menerima Nasakom, kami tidak rela."

Natsir yakin, alasan utama  pembubaran Masyumi ialah  karena Masyumi tidak mau menerima Nasakom. Alasan kedua, karena dirinya dan kawan-kawan ikut PRRI.

Keyakinan Natsir secara tidak langsung dibenarkan oleh Sukarno.

Beberapa pekan menjelang dilengserkan dari kursi kepresidenan, ilmuwan politik Bernhard Dahm bercakap-cakap dengan Bung Karno.

"Mengapa Anda tidak mau membubarkan PKI?" tanya Dahm.

"Kita tidak dapat menghukum suatu partai secara keseluruhan karena kesalahan beberapa orang," jawab Presiden Sukarno.

Dahm lalu mengingatkan Sukarno bahwa dia telah melakukannya pada 1960 saat melarang Masyumi dan PSI dengan alasan  pemimpin kedua partai itu  tidak menghukum  anggota-anggotanya yang terlibat dalam PRRI.

"Masyumi dan PSI," jawab Sukarno, "telah merintangi penyelesaian revolusi kami. Akan tetapi, PKI merupakan pelopor kekuatan-kekuatan revolusi. Kami membutuhkannya bagi pelaksanaan keadilan sosial dan masyarakat yang makmur."

Dengan jawaban Sukarno kepada Dahm, jelaslah duduk perkaranya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement