Jumat 26 Jun 2020 23:41 WIB

AHY: Monopoli Tafsir Pancaslia Potensi Jadi Alat Kekuasaan

AHY menilai Pancasila yang diatur dalam RUU akan turunkan derajat Pancasila.

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (kiri) bersama Ketua Umum Parta Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (kanan) memberikan keterangan pers seusai melakukan pertemuan di DPP Partai Golkar, Jakarta, Kamis (25/6/2020). Kunjungan Ketua Umum Partai Demokrat itu membahas Pilkada serentak 2020 serta membahas pembangunan perekonomian saat pandemi COVID-19 ini.
Foto: ANTARA /Hafidz Mubarak A
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (kiri) bersama Ketua Umum Parta Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (kanan) memberikan keterangan pers seusai melakukan pertemuan di DPP Partai Golkar, Jakarta, Kamis (25/6/2020). Kunjungan Ketua Umum Partai Demokrat itu membahas Pilkada serentak 2020 serta membahas pembangunan perekonomian saat pandemi COVID-19 ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono mengatakan monopoli tafsir Pancasila dalam Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) dapat berpotensi menjadi alat penyalahgunaan kekuasaan.

Putra Presiden keenam Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu juga tidak sepakat Haluan Ideologi Pancasila diatur dalam Undang-Undang, karena Pancasila seharusnya menjadi rujukan pembentukan Undang-Undang.

Baca Juga

"RUU ini berpotensi memfasilitasi monopoli tafsir terhadap Pancasila yang selanjutnya berpotensi menjadi alat kekuasaan yang mudah disalahgunakan," ujar AHY dalam seminar daring lewat Zoom Meeting, Jumat.

AHY menilai Pancasila yang diatur dalam suatu Rancangan Undang-Undang justru akan menurunkan derajat Pancasila sebagai dasar negara yang mengatur semua pelaksanaan sistem ketatanegaraan Indonesia.

Sekretaris Jenderal Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Mohammad Jafar Hafsah dalam kesempatan yang sama juga sepakatRUU HIP menurunkan derajat (downgrade) Pancasila. "Sebenarnya RUU ini dibuat untuk downgrade ya, mengecilkan, membuat keropos Pancasila. Sebenarnya kan tidak dibicarakan lain," kata Jafar.

Ia pun mengatakan bahwa lima sila dalam Pancasila disebut dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar dari tujuan berbangsa dan bernegara. Maka kalau mau membuat aturan-aturan lainnya, itu bukan lagi membicarakan Pancasila tapi  komponen-komponen penerapan dari Pancasila tersebut.  "Itu tertuang dalam berbagai Undang-Undang seperti UU Pertambangan Mineral dan Batubara, dan sebagainya," kata Jafar.

Diskusi daring yang diselenggarakan Partai Demokrat bertajuk Agama dan Pancasila dalam Merawat Ke-Indonesiaan: Bedah Tuntas Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang berlangsung melalui aplikasi Zoom Meeting, Jumat dari pukul 15.30 WIB hingga menjelang Maghrib pukul 17:30 WIB

Demokrat turut mengundang sejumlah tokoh lintas-agama seperti salah satunya tokoh agama Katolik Natalis Situmorang. Dalam diskusi itu, Natalis menyarankan agar jangan lagi membahas sesuatu yang sudah tuntas sebelumnya dengan RUU HIP. Menurut Natalis, sebaiknya terus konsisten dengan Pancasila. "Yang terpenting kita harus mencari cara agar bisa mengamalkannya dengan cara yang harus disesuaikan dengan zaman," katanya.

Sementara dalam diskusi tersebut, Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan Pancasila hanya butuh dipahami, dihayati, dan diimplementasikan melalui pemikiran dan tindakan.

"Pancasila hanya butuh dipahami, dihayati, dan diimplementasikan melalui pemikiran dan tindakan. Banyak yang bilang NKRI harga mati, sama dengan Pancasila. Pancasila pun harga mati,” katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement