REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Basri Baco menganggap petunjuk teknis (juknis) penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ajaran 2020-2021 yang dikeluarkan Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta cacat hukum. Selain itu, Basri juga mempertanyakan mengenai juknis yang dikeluarkan secara mendadak.
"Yang paling ditolak itu karena ini aturannya mendadak. Tahun lalu itu pakai nilai, sekarang kalau mau diubah pakai umur tolong bilang-bilang jauh-jauh hari. Supaya ada keadilan, nggak bisa seenaknya begini," keluh politikus Partai Golkar itu saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (25/6).
Menurut Basri, sebenarnya yang menjadi rujukan juknis adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan. Namun, juknisnya justru baru keluar pada tanggal 11 Mei 2020 lalu.
"Terus kemana aja kalian selama ini? Kenapa baru bikin? Terus mereka bilang, “Covid Pak?” Apa urusannya sama Covid? Permendikbud itu bicaranya hanya zonasi, jarak sama umur nggak, bicara nilai. Jadi nggak ada urusannya sama Covid-19 atau nggak ada UN," kata Basri.
Basri juga menilai juknis cukup diskriminatif dan tidak adil. Itu tampak dalam juknis jalur zonasi. Dalam juknis itu tertulis jika kuota zonasi telah penuh maka diseleksi berdasarkan usia dimulai dari yang tertua. Kemudian Basri juga keberatan dengan pengurangan kuota jalur zonasi di Jakarta yang hanya 40 persen. Sedangkan, aturan dalam Permendikbud Nomor 44, kuota jalur zonasi sebesar 50 persen.
"Dalam aturan itu 40 persen, maka jelas ini melanggar permendikbud. Jadi ini tidak boleh diberlakukan dan cacat hukum, dan harus segera dievaluasi," tegas Basri.