Kamis 25 Jun 2020 05:00 WIB

Empat Potensi Pelanggaran Verifikasi Faktual

KPU mulai melaksanakan tahapan verifikasi faktual dalam Pilkada 2020.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Muhammad Hafil
Empat Potensi Pelanggaran Verifikasi Faktual . Foto: Pilkada (ilustrasi)
Foto: Republika/ Wihdan
Empat Potensi Pelanggaran Verifikasi Faktual . Foto: Pilkada (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Ratna Dewi Pettalolo, menyebutkan empat potensi pelanggaran yang bisa terjadi dalam tahapan verifikasi faktual dukungan calon perseorangan. Komisi Pemilihan Umum (KPU) mulai melaksanakan tahapan verifikasi faktual dalam Pilkada 2020 pada Rabu (24/6) ini sampai 14 hari ke depan.

Dewi menjelaskan, potensi pelanggaran itu antara lain Panitia Pemungutan Suara (PPS) tidak melakukan verifikasi, pendukung membantah memberikan dukungan dan mengisi pernyataan tidak mendukung, pendukung yang berstatus sebagai penyelenggara pemilu, pendukung yang berstatus TNI, Polri, Aparatur Sipil Negara (ASN), dan kepala desa.

Baca Juga

"PPS dapat diduga melakukan pelanggaran etika, dan bisa dikenakan pidana pasal 185B dan 186 Undang-Undang Pemilihan (Pilkada) 10/2016," ujar Dewi dikutip situs resmi Bawaslu yang telah dikonfirmasi Republika, Rabu (24/6).

Ia memaparkan, PPS dinyatakan melakukan pelanggaran apabila tidak melakukan verifikasi. Sebab, pelaksanaan verifikasi faktual disebutkan secara eksplisit dalam undang-undang dan sanksinya sampai ancaman pidana.

Dewi melanjutkan, masalah hukum akan mencuat jika dalam proses verifikasi, pendukung membantah telah memberikan dukungan dan mengisi pernyataan tidak mendukung (Form BA 5 KWK Perseorangan). Bakal calon atau tim diduga telah melakukan tindak pidana pemalsuan dokumen.

Kemudian, ditemukan pendukung yang berstatus sebagai penyelenggara pemilu. Dewi menegaskan, penyelenggara dapat diduga telah melakukan pelanggaran etika karena bersikap tidak netral atau partisan.

Selain itu, pelanggaran akan muncul jika ditemukan pendukung yang berstatus TNI, Polri, ASN, dan kepala desa bisa. Mereka diduga melanggar aturan terkait netralitas TNI, Polri, ASN dan kepala desa dalam pilkada.

Dewi menambahkan, tujuan verifikasi faktual adalah mengecek kebenaran data pendukung yang disampaikan bakal calon dengan metode sensus. PPS menemui langsung setiap pendukung dari rumah ke rumah.

"Jadi ada tiga hal nanti yang akan kita pastikan yakni memastikan nama, alamat pendukung, dan kebenaran dukungan," kata dia.

Dewi mengingatkan para pengawas pilkada agar mencermati dan memastikan pendukung itu bukan dari kalangan TNI, Polri atau ASN. Selain itu, pendukung yang terdaftar bukan dari unsur kepala desa, penyelenggara pemilu, dan memberikan dukungan tidak lebih dari satu pasangan calon.

"Ini harus dipastikan dalam proses verifikasi faktual untuk memastikan akurasi keabsahan kebenaran sesuai dengan kententuan peraturan perundang-undangan," tutur Dewi.

Setiap bakal pasangan calon yang akan mengikuti kontestasi pilkada diwajibkan memenuhi syarat jumlah dukungan disertai data-data para pendukung sesuai ketentuan. Jajaran KPU harus memastikan kebenaran data tersebut melalui proses verifikasi berjenjang.

Diketahui, tahapan pilkada serentak tahun 2020 ditunda sejak Maret lalu karena pandemi Covid-19. Sehingga pemungutan suara di 270 daerah terdiri dari sembilan provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota akan digelar pada 9 Desember.

Jadwal tersebut bergeser dari jadwal semula 23 September 2020. Setelah penundaan, tahapan pemilihan kembali dilanjutkan mulai 15 Juni 2020.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement