Rabu 24 Jun 2020 16:44 WIB

Ancaman Covid Belum Tamat, Jokowi Berharap pada Masyarakat

"Masyarakatlah yang berperan besar dalam menekan jumlah kasus Covid," kata Jokowi.

Presiden Joko Widodo bersiap menyampaikan keterangan pers di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (24/6/2020). Presiden menyatakan setiap kebijakan penanganan COVID-19 dibuat berdasarkan data ilmiah dan masukan dari ilmuwan dan kini telah ada sistem informasi terintegrasi yaitu Bersatu Lawan COVID-19 sebagai navigasi dan untuk menentukan zonasi wilayah berdasarkan tingkat penularan COVID-19.
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Presiden Joko Widodo bersiap menyampaikan keterangan pers di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (24/6/2020). Presiden menyatakan setiap kebijakan penanganan COVID-19 dibuat berdasarkan data ilmiah dan masukan dari ilmuwan dan kini telah ada sistem informasi terintegrasi yaitu Bersatu Lawan COVID-19 sebagai navigasi dan untuk menentukan zonasi wilayah berdasarkan tingkat penularan COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fauziah Mursid, Dessy Suciati Saputri, Rizky Suryarandika

Pemerintah lewat Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 hari ini mengumumkan data penambahan kasus positif Covid-19 sebanyak 1.113 kasus, sehingga total kasus positif Covid-19 di Indonesia berjumlah 49.009 orang. Juru Bicara Pemerintah untuk penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengingatkan, masih tingginya kasus menunjukkan masih ada sumber penularan di masyarakat.

Baca Juga

"Adanya kasus positif dan yang tidak memiliki gejala signifikan yang membuat merasa aman dan sehat, ini yang tidak disadari dan masih dan kelompok rentan yang tidak mematuhi protokol kesehatan," ujar Yurianto dalam konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta, Rabu (24/6).

Selain itu, Yurianto mengatakan, tingginya penambahan juga lantaran kinerja pemeriksaan yang terus ditingkatkan di seluruh daerah. Ia menerangkan, jumlah spesimen yang diperiksa pada hari ini sebanyak 21.233 spesimen sehingga total keseluruhan adalah 689.492 spesimen baik menggunakan PCR maupun berbasis tes cepat molekuler (TCM).

 

"Sudah 443 kabupaten dan kota di 34 provinsi yang terdampak Covid-19, dan kita masih melakukan pemantauan terhadap orang dalam pemantauan sebanyak 36.648 orang dan pasien dalam pengawasan 13.069 orang," ungkapnya.

Anggota Tim Pakar Gugus Tugas Dewi Nur Aisyah yang juga ahli epidemiologi dan informatika pada hari ini menghadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) memaparkan data daerah yang memiliki kasus Covid-19 tertinggi. Dewi menyebut wilayah Jakarta Pusat berada di peringkat pertama kemudian disusul oleh Jayapura.

“Untuk membuat analisis yang detail, kita melihat di level kabupaten kota, kita bisa melihat kota mana dengan jumlah penduduknya apakah kasus tersebut tinggi di daerahnya. Peringkat pertama Jakarta Pusat, kedua Jayapura,” jelas dia.

Dewi mengatakan, untuk melihat tingkat laju penularannya, juga perlu dihitung jumlah penduduk di daerah tersebut. Setelah Jayapura, daerah berikutnya yang memiliki kasus tinggi per 100 ribu penduduk adalah Surabaya, Banjarmasin, dan Mataram.

Sementara itu, untuk angka kematian tak hanya dilihat berdasarkan jumlah, namun juga dilihat berdasarkan angka positif yang ditemukan dan juga jumlah penduduk. Jika dilihat dari jumlah penduduk, maka Provinsi DKI Jakarta lagi-lagi menempati urutan pertama daerah yang memiliki kasus tinggi kematian.

“Karena kalau dari jumlah penduduk, DKI Jakarta untuk provinsi menempati peringkat pertama, kedua Kalsel, Jatim, Sulsel, dan kelima Banten,” jelas dia.

Sedangkan untuk angka kematian berdasarkan jumlah per 100 ribu penduduk yakni peringkat pertama adalah Surabaya, Banjarmasin, Manado, Jakarta Pusat, dan juga Makassar.

“Ini adalah PR kita bersama dan monitoring kita bersama bagaimana kita dapat bergerak menuju perbaikan untuk daerah dengan laju penularan tinggi,” ujar Dewi.

Atas paparan tim ahli Gugus Tugas, Presiden Jokowi menyampaikan ancaman penularan Covid-19 hingga kini masih belum berakhir. Angka penambahan kasus baru pun masih terus terjadi di beberapa daerah, bahkan tak sedikit daerah yang angka positifnya justru semakin tinggi.

“Beberapa hari terakhir ini penambahan kasus positif Covid masih meningkat di beberapa daerah dan 1,2,3 provinsi masih tinggi angka positifnya. Masyarakatlah yang berperan besar dalam menekan jumlah kasus dan mencegah penyebaran Covid,” ujar Jokowi.

Karena itu, Presiden meminta agar masyarakat terus menjalankan kedisiplinan mengikuti protokol kesehatan dan berbagai anjuran dari pemerintah yang sering disampaikan. Seperti mengenakan masker, menjaga jarak aman, menghindari kerumunan, dan juga rajin mencuci tangan.

Presiden juga meminta agar masyarakat saling mengingatkan satu sama lainnya untuk menjalankan kedisiplinan protokol kesehatan.

“Saya minta juga agar masyarakat saling mengingatkan untuk disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan. Ini yang harus terus kita lakukan harus menjadi kebiasaan baru kita,” ucapnya.

Jokowi juga mengapresiasi kerja keras kepala daerah baik gubernur, bupati, wali kota, serta satuan gugus tugas di daerah yang telah berhasil menekan angka pertumbuhan kasus Covid-19 serta angka kematian di daerahnya.

“Saya sangat mengapresiasi gubernur, bupati, wali kota, satuan gugus tugas di daerah yang telah berhasil menekan kasus di daerahnya, menekan angka kematian di daerahnya,” kata Jokowi.

Pemerintah tak tegas

Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia Syahrizal Syarif menyoroti terus bertambahnya pasien positif Covid-19 di Indonesia. Ia menilai kondisi itu terjadi karena pemerintah yang tak tegas menangani penyebaran Covid-19.

Rizal menyayangkan respons lambat pemerintah dalam mencegah penularan Covid-19 sejak awal. Bahkan lambatnya pemerintah terus terlihat ketika kasus Covid-19 perlahan tapi pasti merangkak naik.

Pemerintah memang sempat mengeluarkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Tetapi, penerapannya di suatu daerah wajib mendapat restu Menteri Kesehatan. Lambatnya birokrasi mau tak mau membuat upaya pencegahan di suatu daerah kian tertinggal dari kecepatan virus corona itu sendiri.

Menurut Rizal, kondisi diperparah karena penerapan PSBB tak tegas di lapangan. Para pelanggar PSBB mayoritas tak dikenai sanksi sesuai aturan yang ada. Misalnya, pengendara kendaraan pelanggar PSBB yang hanya diputarbalikkan tanpa diberi sanksi.

Rizal meyakini jika pemerintah lebih cepat tanggap dan tegas maka penanganan Covid-19 akan lebih baik. Temuan kasus baru Covid-19 pun diduga tak akan sebanyak saat ini.

"Pemerintah tidak tegas, jika waktu itu diterapkan PSBB wajib bagi zona merah- tidak PSBB berizin - dan pelanggaran protokol dikasih sanksi denda mungkin kurva harian kita lebih baik," kata Rizal dalam keterangan yang diterima Republika, Rabu (24/6).

Selain itu, Rizal merasa prihatin dengan penerapan kebijakan new normal atau tata kehidupan baru yang digaungkan pemerintah. Padahal kenyataannya, kurva penderita Covid-19 tak kunjung menurun atau bahkan stabil.

Kini, penerapan new normal membuat masyarakat bebas beraktivitas dengan embel-embel mematuhi protokol kesehatan. Kondisi ini memaksa masyarakat berhadapan face-to-face dengan Covid-19. Ibarat hukum rimba, siapa kuat dialah yang bertahan.

"Ya ada harga yang harus dibayar untuk setiap pelonggaran," ujar Rizal.

Diketahui, dalam data yang dipunyai Rizal menyebutkan, sejumlah negara berpenduduk terbesar dunia belum sepenuhnya bebas Covid-19 hingga 23 Juni. Amerika Serikat pemegang rekor kasus Covid-19 terbanyak yaitu 2,4 juta. Menyusul Brazil (1,1 juta kasus), India (456 ribu), Pakistan (188 ribu), China (88 ribu) dan Indonesia (47 ribu).

"Fakta dari enam negara dengan jumlah penduduk terbesar hanya China yang berhasil mengatasi wabah dengan lockdown Wuhan. Lima Negara lainnya- berada dalam wabah fluktuatif," ucap Rizal.

photo
Masker Tiga Lapis WHO - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement