Selasa 23 Jun 2020 20:31 WIB

Doni Akui Dilema Pemerintah Antara Kesehatan dan Ekonomi

Menurut Doni, memilih antara kesehatan dan ekonomi bak memakan buah simalakama.

Rep: Arif Satrio Nugroho, Sapto Andika Candra/ Red: Andri Saubani
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen Doni Monardo (kanan) mengikuti rapat kerja bersama Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (23/6/2020). Rapat kerja tersebut membahas pembicaraan pendahuluan RAPBN Tahun Anggaran 2021, RKP 2021 dan evaluasi kinerja BNPB tahun 2020.
Foto: ANTARA/PUSPA PERWITASARI
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen Doni Monardo (kanan) mengikuti rapat kerja bersama Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (23/6/2020). Rapat kerja tersebut membahas pembicaraan pendahuluan RAPBN Tahun Anggaran 2021, RKP 2021 dan evaluasi kinerja BNPB tahun 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengungkapkan dilema pemerintahan dalam menentukan kebijakan terkait Covid-19. Ia menyebut memilih antara kesehatan dan ekonomi bak memakan buah simalakama.

"Kami katakan Pemerintah Indonesia memilih salah satu berarti kita seperti makan buah simalakama, di makan mati tidak dimakan juga mati," kata Doni saat rapat bersama DPR RI, Selasa (23/6).

Baca Juga

Di satu sisi, pemerintah berupaya meminimalkan laju penularan dengan berbagai pembatasan. Di sisi lain, kata Doni, masyarakat juga telah menjalani pembatasan sosial selama berbulan-bulan sehingga berdampak pada kehidupan ekonomi.

Ia mengaku mendapat informasi dari Kementerian dan Lembaga ada 1,7 juta warga negara Indonesia pada bulan April yang di PHK, dan sekarang diperdiksi sudah lebih. Ia pun melaporkan ke Presiden bahwa pemerintah tidak bisa memilih salah satu.

"Konsep kami laporkan Presiden kita harus paralel, dua-duanya harus kita jalankan seimbang, kapan kita harus tekan gas, ketika gas ditekan, adalah daerah di tidak ada masalah Covid-19, ketika ada kasus Covid-19 remnya kita injak supaya laju kendaraan kita tidak pecah," kata Doni.

Doni mengatakan, Gugus Tugas bahkan mendapat bantuan dari pakar IT untuk menyusun dashboard data-data daerah terkait jumlah tempat tidur, APD, mesin PCR dan semua dan dokter terdata. Seiring berjalannya waktu, lanjut Doni, pemerintah mulai bisa meningkatkan jumlah kebutuhan medis hingga laboratorium serta meningkatkan kemampuan tes. Dengan memaksimalkan upaya itu, Gugus Tugas memperoleh data daerah mana yang mulai bisa dilakukan pelonggaran ekonomi.

Tentunya, kata Doni, pelanggaran yang dilakukan harus melalui simulasi. Penerapannya pun harus dengan menaati protokol kesehatan yang telah ditentukan. Ia juga mengharapkan peran seluruh pihak untuk menyosialisasikan protokol kesehatan di masyarakat dengan bahasa yang dipahami masyarakat.

"Ini tidak cukup hanya dilakukan pemerintah pusat dan tidak cukup hanya melakukan istilah asing, kami mengajak seluruh komponen masyarakat di seluruh daerah untuk bisa menjelaskan tentang Covid-19 ini dgn menggunakan bahasa lokal dan bahasa daerah," ujar Doni Monardo.

Pada Selasa (23/6), pemerintah merilis terjadi penambahan kasus positif Covid-19 sebanyak 1.051 orang dalam 24 jam terakhir. Dari angka tersebut, Jawa Timur (Jatim) menjadi provinsi dengan penambahan kasus baru tertinggi yakni 258 orang. Diikuti DKI Jakarta dengan 160 kasus, Sulawesi Selatan dengan 154 kasus, Sumatra Utara dengan 117 kasus, Papua dengan 55 kasus, dan provinsi lainnya dengan jumlah kasus baru lebih rendah.

Penambahan kasus harian Covid-19 di Indonesia memang konsisten di angka 800-1.300 kasus baru dalam dua pekan terakhir. Pemerintah mengklaim, penambahan kasus yang relatif tinggi ini terjadi karena kapasitas uji spesimen yang memang meningkat. Dalam satu hari terakhir, jumlah spesimen yang selesai diuji sebanyak 17.908 spesimen, sehingga total seluruh spesimen yang diperiksa adalah 666.219 spesimen.

"Tracing yang agresif dan tes yang masif ini menjadi penting terutama untuk daerah yang masih menunjukkan penambahan kasus tinggi. Atau rata-rata kasus per jumlah penduduk yang masih tinggi," ujar Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto, Selasa (23/6).

photo
Jenazah Pasien Covid-19 yang Dibawa Paksa - (Data Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement