REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah anggota Komisi III DPR mengkritisi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang dinilai kurang bertaji saat ini. Sebab, masih banyak masyarakat yang tak terfasilitasi oleh lembaga tersebut ketika mereka mendapat perlakuan yang berpotensi melanggar HAM.
Anggota Komisi III Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Sarifuddin Sudding menilai, Komnas HAM kini tak lagi dikenal oleh masyarakat. Contohnya, saat masyarakat di daerah terlibat konflik agraria tetapi sedikit yang melapor kepada Komnas HAM.
"Sebenarnya banyak sekali permasalahan-permasalahan di masyarakat itu, konflik pertanahan itu cukup banyak. Belum lagi kekerasan yang dilakukan aparat kepada warga," ujar Sudding dalam rapat kerja di ruang Komisi III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (23/6).
Seharusnya, Komnas HAM dapat mengadvokasi permasalahan-permasalahan seperti itu. Dengan demikian, masyarakat tahu harus mengadu ke mana saat dirinya mengalami perlakuan yang menjadi ranah lembaga tersebut.
"Komnas HAM harus hadir di situ, supaya kehadiran lembaga mereka dirasa masih betul-betul dibutuhkan," ujar Sudding.
Anggota Komisi III Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengatakan, seharusnya Komnas HAM dapat menjadi mitra pihaknya dalam pengawasan penegakan hukum. Khususnya, terkait dengan temuan dan laporan terkait penegakan hukum.
"Karena itu dapat jadi bahan yang dahsyat dalam rapat kerja pengawasan kami dengan Polri, kejaksaan, dan bahkan dengan BNPT yang terkait pelanggaran HAM yang sudah diselidiki," ujar Arsul.
Namun, Arsul mengatakan, hal tersebut tak dilakukan oleh Komnas HAM. Padahal, bahan dari lembaga tersebut dapat ditagih kepada mitra-mitra Komisi III, untuk ditanyakan kelanjutannya.
"Misal kita serahkan kepada Kapolri atau Jaksa Agung, tidak dilaksanakan, kita tanya lagi. Ini penting," ujar wakil ketua MPR itu.
Hal senada juga diungkapkan oleh anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan. Menurutnya, sudah sebaiknya Komnas HAM berkoordinasi berbagai pihak terkait laporan pelanggaran HAM.
Sebab, ia sering melihat perdebatan di publik antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung terkait pelanggaran HAM berat. "Semuanya menang-menangan, kemudian main di ruang publik, bikin malu saja. Ribut antar lembaga negara di ruang publik," ujar Arteria.
Selain itu, ia menyoroti fokus Komnas HAM pada isu intoleransi dan ekstremisme. Sebab, banyaknya kasus terkait perizinan rumah ibadah yang kerap terjadindi sejumlah daerah.
"Intoleransi dan ekstremisme tidak, mana ada (Komnas HAM) saat gereja digusur, juga orang Islam pada saat di tempat-tempat tertentu masjidnya," ujar Arteria.