Selasa 23 Jun 2020 14:09 WIB

Riau Jadi Contoh Dampak Buruk Syarat PCR Diganti Tes Cepat

Kasus Covid-19 di Riau meningkat setelah pelonggaran syarat perjalanan keluar-masuk.

Sejumlah perawat bersiaga dengan mengenakan alat pelindung diri di sebuah instalasi gawat darurat rumah sakit. Kasus Covid-19 di Riau khususnya Pekanbaru belakangan melonjak. (ilustrasi)
Foto: Antara/FB Anggoro
Sejumlah perawat bersiaga dengan mengenakan alat pelindung diri di sebuah instalasi gawat darurat rumah sakit. Kasus Covid-19 di Riau khususnya Pekanbaru belakangan melonjak. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Antara

Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Riau mencatat penambahan kasus positif virus corona SARS-CoV2 (Covid-19) di provinsi itu. Semua kasus baru berasal dari imported case pascadibukanya akses orang bebas keluar masuk di Riau.

Baca Juga

Tim Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Riau Indra Yopi mengungkap kasus Covid-19 di Provinsi Riau dalam tiga hari terakhir cenderung meningkat. 

"Kemarin ada peningkatan kasus luar biasa, padahal kami tidak pernah mendapatkannya selama ini. Kami biasanya mendapatkan kasus positif Covid-19 maksimal empat hingga delapan orang yang positif per hari, tetapi kemarin ada peningkatan sampai 24 kasus per hari kemarin dan hari ini meningkat lebih banyak dibandingkan kemarin," ujarnya saat konferensi pers virtual Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bertema "Zona Tinggi, Bagaimana Beradaptasi?", Selasa (23/6).

Indra menambahkan, lonjakan kasus Covid-19 terjadi sumbangan dari imported case pascadibukanya akses orang bepergian oleh pemerintah dengan hanya bersyaratkan tes cepat (rapid test). Padahal, ia menegaskan, hasil rapid test bisa menipu.

Indra mengilustrasikan, jika seseorang ditanyakan negatif melalui rapid test, dan hanya menunjukkan gejala ringan tetapi ternyata setelah diperiksa dengan metode tes Polymerase Chain Reaction (PCR) hasilnya positif. Padahal, ia menyebutkan penularan virus ini sangatlah cepat.

Ia mencontohkan, satu pasien dari Palembang, Sumatra Selatan setelah dinyatakan positif Covid-19 oleh pemeriksaan PCR dan setelah dirawat selama dua hari kemudian meninggal dunia. Padahal, ia menyebutkan pasien tersebut telah menularkan virus ke sembilan orang lainnya yaitu anaknya, istrinya, saudaranya, tetangganya, hingga teman kantor istrinya.

"Ini menjadi kelemahan dan mungkin menjadi kritik kami pada teman-teman Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 bahwa pemeriksaan swab lebih aman," katanya.

Sehingga, dia melanjutkan, dengan adanya penambahan

kasus yang lumayan banyak maka reproduction number (R0) di Riau langsung naik menjadi 2,8 dan khususnya di Kota Pekanbaru 4,2. Indra mengakui, peningkatan kasus ini membuat semua pihak risau termasuk Gugus Tugas.

Pihaknya langsung mendekatan pendekatan ekstra cepat, termasuk melakukan beberapa hal diantaranya peningkatan kapasitas laboratorium biomolekuler hingga 700 sampel per hari, yang semula maksimal 580 sampel per hari. Diharapkan dengan penambahan kasus positif, pihaknya bisa melakukan pelacakan lebih kuat, surveilans lebih kuat dengan melakukan tes PCR.

Selain itu, pihaknya menerapkan beberapa strategi berbeda yaitu tidak mengklasifikasi orang tanpa gejala (OTG), melainkan orang dalam pemantauan (ODP) sehingga bisa ternotifikasi dengan baik dan terus dipantau. Selain itu, itu pihaknya tidak mengenal pasien dalam pengawasan (PDP) yang melakukan isolasi di rumah.

Artinya, Gugus Tugas Riau merawat PDP di ruang isolasi rumah sakit. Indra menyebut, fasilitas untuk isolasi pasien Covid-19 mencukupi karena ada 640 tempat tidur dan tingkat keterisiannya belum pernah lebih dari 25 persen.

"Tetapi dengan eskalasi yang sekarang, pasien positif kami rawat di RS. Bukan apa-apa, kami tidak percaya dengan orang Indonesia karena 80 persen gejala Covid-19 kan ringan dan diderita anak muda. Nanti disuruh isolasi di rumah, tetapi mereka besok sudah keluar sehingga menjadi pembawa virus (carrier) dan tidak beres-beres kasusnya," ujarnya.

Diketahui, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memang telah melonggarkan aturan bagi masyarakat yang akan bepergian dengan pesawat udara pada masa normal baru pandemi Covid-19. Dalam aturan baru tersebut, calon penumpang tidak perlu memiliki hasil tes PCR dan cukup tes cepat (rapid test).

“Jadi, kami tidak ingin bahwa syarat-syarat terlalu ketat apalagi PCR biayanya mahal daripada ke Yogyakarta dan Surabaya. Jadi, jelas aturan Gugus Tugas itu untuk dalam negeri cukup rapid. Luar negeri PCR,” kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Selasa (9/6).

Menhub menambahkan, aturan tersebut tertera dalam Peraturan Menteri Nomor 41 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19 yang ditetapkan oleh Menteri Perhubungan pada tanggal 8 Juni 2020.

Terbitnya PM 41/2020 menindaklanjuti Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 7 Tahun 2020 tentang Kriteria dan Persyaratan Perjalanan Orang dalam masa Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju masyarakat Produktif dan Aman Covid-19.

“Dengan penetapan ini, dilakukan kembali aktivitas ekonomi yang akan berdampak pada peningkatan aktivitas perjalanan, pergerakan orang melalui transportasi. Oleh karenanya perlu dilakukan penyempurnaan aturan pengendalian transportasi dalam rangka mencegah penyebaran Covid-19 di sektor transportasi,” kata  Budi.

Daerah yang menolak aturan baru Kemenhub itu adalah Bali. Gubernur Bali Wayan Koster pun telah mengirimkan surat kepada Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo agar tetap mengizinkan Bali memberlakukan syarat uji swab berbasis PCR bagi pelaku perjalanan yang tiba di Bandara I Gusti Ngurah Rai.

"Hal ini dimaksudkan untuk mengendalikan laju peningkatan Covid-19 di Bali yang belakangan ini cenderung meningkat," kata Ketua Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Bali Dewa Made Indra, di Denpasar, Jumat (12/6).

Pemerintah Provinsi Bali, lanjut Dewa Indra, tetap menginginkan supaya bisa memberlakukan syarat uji PCR tersebut karena Bali sebagai destinasi wisata dunia.

"Sebagai destinasi wisata dunia, Bali perlu dijadikan percontohan menerapkan standar kesehatan yang lebih tinggi untuk menjadikan Bali sebagai destinasi pariwisata yang sehat dan berkualitas, serta berdaya saing internasional," ujar pria yang juga Sekda Provinsi Bali itu.

photo
Aturan penerbangan di era normal baru (new normal). - (Tim Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement