REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Kesehatan Universitas Indonesia, Aria Fahrial Syam menilai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sepatutnya diterapkan kembali di Kota Surabaya. Menurutnya, Ketua Pelaksanan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo, punya kewenangan untuk mengusulkan penerapan PSBB di suatu wilayah.
Ari mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menunjuk Doni Monardo sebagai Ketua Gugus Tugas Covid-19. Untuk itu menurutnya, semua harus satu komando koordinasinya.
"Sebenarnya komandan semuanya di Ketua Gugus Tugas. Menteri atau kementerian semua koordinasi disitu, saya tidak setuju kalau kementerian jalan sendiri. Ini jalan ke kiri, ini jalan ke kanan, tidak boleh. Kan Presiden sudah menunjuk ketua gugus tugas, nah ketua gugus tugas inilah yang pegang komando," katanya dalam keterangan tertulis, Senin (22/6).
Doni Monardo sebagai Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 punya kewenangan mengusulkan penerapan PSBB di satu wilayah. Hal itu tertuang dalam Pasal 5 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 9 Tahun 2020, tentang Pedoman PSBB yang diteken Menteri Terawan Agus Putranto pada 3 April 2020.
Bunyi Pasal 5 PMK 9/2020 menyebutkan bahwa selain diusulkan oleh gubernur/bupati/walikota, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid- 19 dapat mengusulkan kepada Menteri untuk menetapkan PSBB di wilayah tertentu berdasarkan pada kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
Menurutnya ada beberapa hal kenapa angka yang positif Covid-19 masih tinggi di beberapa tempat. Di antaranya, pelonggaran pergerakan masyarakat. Apalagi, kata dia, Kota Surabaya juga menganggap PSBB sudah selesai sehingga itu yang menjadi masalah.
"Beda dengan Jawa Barat dan Jakarta. Memang Jakarta transisi, tapi masyarakat euforia turun ke jalan. Jadi masalah pelonggaran," ujar Dekan Fakultas Kedokteran UI ini.
Maka dari itu, Ari menilai perlu diterapkan lagi PSBB di Kota Surabaya karena kondisinya masih mengkhawatirkan. Selanjutnya, Ari melihat masyarakat masih abai terhadap protokol kesehatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, seperti memakai masker, menjaga jarak atau physical distancing, mencuci tangan pakai sabun dengan air mengalir dan lainnya.
"Bisa juga kapasitas pemeriksaan ditingkatkan. Kalau tidak salah, di Jawa Timur itu 2.000 per hari sehingga ini berpengaruh dari jumlah kasus yang ditemukan semakin banyak," katanya.
Selain itu, Ari mengatakan masih ada ego sektoral antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota. Oleh karena itu, Ari menyarankan pemerintah daerah mengajak tokoh-tokoh masyarakat untuk menyadarkan masyarakat agar disiplin dan peduli terhadap protokol kesehatan.
"Libatkan tokoh masyarakat untuk bicara, kalau tidak ya kasus akan meledak terus di Jawa Timur. Saya sebagai dokter juga tidak tahu bagaimana karakteristik masyarakat disana, yang tahu ya orang situ sendiri. Sebenarnya siapa pun yang turun gunung kalau di bawahnya tidak beres, ya tidak bisa lah," ujarnya.