Senin 22 Jun 2020 14:18 WIB

Dua Jenderal Polisi di Jabatan Tinggi Kemenkumham Disoal DPR

Sesuai UU ASN, dua pejabat Kemenkumham seharusnya berhenti dulu dari institusi Polri.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Andri Saubani
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengikuti rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (22/6/2020). Raker tersebut membahas persiapan kenormalan baru di lembaga pemasyarakatan (LP) dan Imigrasi.
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengikuti rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (22/6/2020). Raker tersebut membahas persiapan kenormalan baru di lembaga pemasyarakatan (LP) dan Imigrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua jabatan  tinggi di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM yang diduduki oleh dua jenderal polisi aktif disoal DPR. Jabatan mereka disinggung dalam rapat kerja antara Komisi III DPR RI pada Senin (22/6).

Saat rapat, Menkumham Yasonna Laoly dan Komisi III DPR RI sempat membahas soal struktural di Internal Kemenkumham. Adanya dua orang perwira polisi aktif di lingkungan Kemenkumham pun menuai pertanyaan anggota dewan.

Baca Juga

Dua perwira dimaksud yakni Eks Kapolda Riau Komisaris Jenderal Polisi Andhap Budi Revianto sebagai Inspektur Jenderal Kemenkumham dan Inspektur Jenderal Polisi Reinhard Silitonga yang kini menjabat sebagai Direktur Jenderal Pemasyarakatan. Mereka dilantik bulan lalu.

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh mengatakan, berpijak pada Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN), mestinya dua perwira aktif tersebut beralih tugas terlebih dahulu dari Institusi Polri.

Yasonna menyebut bahwa hal tersebut diperbolehkan oleh Peraturan Pemerintah, bahwa Kemenkumham sesuai kebutuhan bisa mengambil personel Polri/TNI. Namun, Khairul menekankan bahwa undang UU mengharuskan perwira harus berhenti dari polisi.

"Undang-Undangnya demikian, kan ini undang-undang di atas peraturan pemerintah," kata politikus PAN itu.

Sebagai contoh, Dirjen Keimigrasian sebelumnya juga dijabat oleh Ronny Sompie yang awalnya merupakan Jenderal polisi. Ia kemudian keluar dari Polri dan menjadi ASN di Kemenkumham.

Terkait polemik tersebut, Yasonna berdalih bahwa pengangkatan dua perwira kepolisian itu memang sesuai kebutuhan organisasi. Ia mengklaim bahwa mereka merupakan kompetensi yang dibutuhkan oleh Kemenkumham.

"PP memungkinkan itu. Kami Kemenkumham membutuhkan pada kesempatan ini. Ini kebutuhan organisasi," ujar Yasonna.

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu juga turut berbicara soal hal tersebut. Ia mengulas semangat reformasi soal supremasi sipil. Ia pun menolak alasan kompetensi yang disampaikan Yasonna.

Masinton menilai, bila Kemenkumham terus mengambil dari institusi Polri atau TNI, artinya pembinaan karier di Kemenkumham tak berjalan. Padahal, lanjut Mansinton sudah ada sekolah yang dikhususkan untuk pendidikan dengan kompetensi di lingkup Kemenkumham.

"Buat apa ada politeknik Imigrasi, politeknik lain-lain kalau mereka tidak bisa jadi Irjen. Tutup saja kalau gitu buang anggaran," sindir Masinton.

Masinton menekankan, bila ada polisi yang masuk ke Kemenkumham, maka dia perlu melakukan alih status ASN dan tak boleh terikat dengan Polri.

Anggota Komisi III DPR RI dari Demokrat, Benny Kabur Harman juga mengungkapkan hal yang senada dengan Masinton. Namun, ia berbicara lebih jauh agar para perwira polisi dikembalikan.

"Kembalikan mereka ke institusi aslinya. Tegas kita tolak itu," kata Benny Harman.

In Picture: Raker Komisi III DPR Bersama Menkumham

photo
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengikuti rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (22/6/2020). Raker tersebut membahas persiapan kenormalan baru di lembaga pemasyarakatan (LP) dan Imigrasi. - (Antara/Puspa Perwitasari)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement