Ahad 21 Jun 2020 10:49 WIB

Jatuh Bangun Transportasi Publik Ibu Kota Saat Pandemi (1)

Pembatasan layanan transportasi publik mulai dilakukan pada 10 April 2020.

Personil TNI menghimbau penumpang untuk menerapkan jaga jarak di dalam rangkaian MRT, Bundaraan HI, Jakarta, Selasa (26/5). Kedepannya aparat gabungan TNI dan Polri akan dikerahkan ke berbagai lokasi keramaian untuk mengawasi aktivitas masyarakat dalam penerapan new normal di tengah pandemi covid-19
Foto: Prayogi/Republika
Personil TNI menghimbau penumpang untuk menerapkan jaga jarak di dalam rangkaian MRT, Bundaraan HI, Jakarta, Selasa (26/5). Kedepannya aparat gabungan TNI dan Polri akan dikerahkan ke berbagai lokasi keramaian untuk mengawasi aktivitas masyarakat dalam penerapan new normal di tengah pandemi covid-19

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahad, 15 Maret 2020. Dua pekan setelah dinyatakan penemuan kasus pertama Covid-19 di Indonesia, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengumumkan pembatasan ketat untuk banyak sektor sebagai langkah pertama pemutusan mata rantai virus asal Wuhan di Ibu Kota Jakarta.

Salah satu sektor yang terimbas pembatasan ketat yang diumumkan oleh Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI itu adalah transportasi publik mulai dari layanan TransJakarta, MRT Jakarta, serta LRT Jakarta.

Gubernur Pemprov DKI Jakarta Anies Baswedan pada 16 Maret 2020 menginstruksikan untuk menurunkan secara ekstrim kapasitas layanan. Sehingga jadwal MRT misalnya yang semula keberangkatannya tiap 5 menit dan 10 menit diubah menjadi 20 menit.

Kemudian rangkaian MRT yang awalnya beroperasi 16 rangkaian akan berubah empat rangkaian. Waktunya yang semula dari jam 05.00 WIB sampai 24.00 WIB sekarang berubah 06.00 WIB pagi hingga 18.00 WIB.

Kebijakan serupa juga menimpa LRT, kata Anies, yang kala itu mengumumkan kebijakan pembatasan jam operasional di tiga layanan transportasi publik Ibu Kota yang terintegrasi layanan Jak Lingko.

Keputusan pembatasan layanan transportasi umum pada saat dipraktikan pun ternyata belum efektif. Penumpukan antrean di luar halte maupun stasiun terjadi, tanpa adanya penjagaan jarak.

Peristiwa itu pun akhirnya menuai banyak protes dari masyarakat yang pada periode itu masih didominasi oleh para pekerja kantor yang tidak bekerja dari rumah. Meski sudah dianjurkan untuk melakukan ‘Work From Home’.

Dalam kurun waktu kurang dari 24 jam aturan itu segera direvisi oleh Pemprov DKI Jakarta, waktu operasional pun dikembalikan seperti jam operasional pada waktu normal. Namun pembatasan jumlah penumpang di dalam bus ataupun kereta tetap dibatasi, antrean pun diwajibkan untuk dibuat berjarak mengikuti anjuran ‘physical distancing’, tak lupa fasilitas pencuci tangan baik wastafel portabel hingga cairan pencuci tangan wajib tersedia di setiap titik halte maupun stasiun.

Pembatasan layanan mulai dari kapasitas, jam operasional, hingga penjagaan jarak antar pengguna layanan transportasi pun kembali dilakukan Pemprov DKI Jakarta melalui Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada 10 April 2020.

Perlahan tapi pasti jumlah pengguna layanan transportasi publik pun berkurang seiring diterapkannya kebijakan kerja dari rumah yang masif digencarkan dalam masa PSBB periode pertama.

Jumlah penumpang tak lagi jadi acuan sebagai ukuran keberhasilan penyedia layanan transportasi umum khususnya di masa pandemi Covid-19. Justru, kesehatan dan keamanan penumpang menjadi aspek terpenting yang harus diperhatikan.

MRT Jakarta misalnya, dalam kurun waktu satu pekan usai pemberlakuan PSBB mencatat penurunan drastis sebesar 90 persen untuk pengguna layanannya. Hal serupa juga dialami oleh penyedia layanan transportasi publik lainnya seperti Transjakarta dan LRT Jakarta.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement