Jumat 19 Jun 2020 20:53 WIB

LPSK Sesalkan Persoalan Status JC Nazaruddin

KPK dan Kemenkumham saling tuding terkait status JC Nazaruddin.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Mas Alamil Huda
 Mantan Bendahara Partai Demokrat M Nazaruddin.
Foto: Republika/ Wihdan
Mantan Bendahara Partai Demokrat M Nazaruddin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyesalkan saling lempar yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (PAS) Kementerian Hukum dan HAM ihwal status justice collaborator (JC) mantan bendahara umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. 

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi mengatakan, persoalan ini tidak akan terjadi apabila penegak hukum sedari awal menjadikan UU No 31 Tahun 2104 tentang Perlindungan Saksi dan Korban sebagai rujukan utama ketika menetapkan seseorang sebagai saksi pelaku atau yang lebih masyarakat kenal dengan istilah JC.  Menurut Edwin, UU 31 Tahun 2014 telah mengatur pemenuhan hak JC yang berstatus sebagai narapidana. 

Edwin menjelaskan, dalam memenuhi hak narapidana seperti remisi, pembebasan bersyarat dan hak lainnya, LPSK diberikan wewenang untuk memberikan rekomendasi tertulis kepada Menteri Hukum dan HAMagar narapidana mendapatkan penghargaan sesuai yang dijanjikan oleh UU.  Bahkan, dalam UU 31 Tahun 2014 memerintahkan Menkumham untuk menjalankan rekomendasi LPSK dengan sungguh-sungguh.

“Aturan tentang saksi pelaku atau JC ada di pasal 10A UU 31 Tahun 2014 yang terdiri dari 5 ayat, semuanya jelas,” kata Edwin dalam keterangannya, Jumat (19/6). 

UU tersebut juga mengatur bahwa LPSK merupakan lembaga satu-satunya yang diberi kewenangan untuk memberikan rekomendasi status JC kepada pelaku pidana. Kewenangan LPSK dalam memberikan rekomendasi JC kepada penegak hukum bisa dimulai dari proses penyidikan. 

“Jadi bisa disimpulkan apabila penuntut umum dalam tuntutannya menyatakan terdakwa adalah JC tanpa didasari rekomendasi LPSK, maka hal tersebut tidak sejalan dengan hukum acara yang telah diatur dalam UU No 31 Tahun 2014, yang mensyaratkan rekomendasi LPSK” ujarnya lagi.

Sementara Wakil Ketua LPSK Manager Nasution menilai, penggunaan istilah yang seragam  penting untuk menyatukan pandangan aparat penegak hukum. UU No 31 Tahun 2014 hanya mengenal istilah saksi pelaku. Sedangkan SEMA No 4 tahun 2011 dikenal istilah saksi pelaku yang bekerja aama atau juga dikenal dengan istilah JC.

Penggunaan istilah yang berbeda-beda oleh aparat penegak hukum akan memunculkan potensi untuk mengaburkan makna dari JC itu sendiri, serta membuka peluang terjadinya penyimpangan. Untuk itu, sebaiknya untuk penggunaan istilah merujuk pada UU 31 Tahun 2014. 

Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS)  Rika Aprianti menegaskan dua surat keterangan yang dikeluarkan KPK merupakan JC. Menurut Rika, status JC untuk Nazaruddin juga sudah ditegaskan pimpinan KPK.

Sementara Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, lembaganya memang pernah menerbitkan dua surat keterangan yakni pada 09 Juni 2014 dan 21 Juni 2017. Namun, surat yang KPK terbitkan menurut Ali adalah surat keterangan bekerja sama. 

Ali mengungkapkan, dalam surat keterangan bekerjasama tersebut, juga menegaskan KPK tidak pernah menetapkan Nazaruddin sebagai JC. "Pimpinan KPK saat itu tidak pernah menetapkan M Nazarudin sebagai justice collaborator," tegas Ali.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement