REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan catatan terkait realokasi anggaran yang dilakukan Pemda Sulteng dalam penanganan pandemi Covid-19. Dari data kumulatif seluruh pemda di Indonesia, anggaran Sulteng termasuk salah satu yang terbesar.
Mengutip data dari Kementerian Dalam Negeri per tanggal 16 Mei 2020, pemda Sulteng telah mengalokasikan anggaran percepatan penanganan Covid-19 sebesar Rp 900 miliar. Terdiri dari penanganan dampak ekonomi sebesar 14 persen atau Rp 125,8 miliar.
Kemudian, anggaran untuk jaring pengamanan sosial sebesar 22 persen atau Rp 200,4 miliar dan yang terbesar, alokasi untuk kesehatan sebesar 64 peresen atau Rp 573,8 miliar. "KPK mengimbau kepada pemda agar secara optimal memberdayakan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan dalam melakukan langkah-langkah percepatan penanganan Covid-19, termasuk dalam pemberian bansos," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam keterangannya, Jumat (19/6).
Nawawi mengatakan, ketiga pihak tersebut telah diberikan mandat melakukan pengawasan dan pendampingan daerah terkait pengadaan barang dan jasa pemerintah (PBJ) dalam penanganan Covid-19. KPK juga merekomendasikan kepada pemda agar bansos diberikan berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
KPK menilai dalam implementasinya penyaluran bansos masih terdapat persoalan. Pangkalnya adalah kesatuan data sebagai dasar pemberian bansos yang masih belum andal.
KPK sebelumnya telah menerbitkan Surat Edaran terkait penggunaan anggaran pelaksanaan PBJ dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 dan penggunaan DTKS dan Non-DTKS dalam pemberian bansos kepada masyarakat.