REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Di tengah pandemi covid-19 yang masih terus menyebar, masyarakat Jabar pun harus waspada dengan penyakit demam berdarah dengue (DBD). Menurut Kepala Dinas Kesehatan Jabar, Berli Hamdani, di Jabar kasus DBD terbanyak ada Kota Bandung. "Pada Januari-Mei 2020 ini, di Kota Bandung kasus DBD nya mencapai 1.748 kasus dengan 9 kematian," ujar Berli, Kamis (18/6).
Berli mengatakan, berdasarkan data yang dilaporkan ke Dinkes Jabar, kasus DBD pada 2020 di Jabar adalah pada Januari ada 2.213 kasus dengan 20 kematian. Kemudian, Februari ada 2.479 kasus dengan 18 kematian, Maret 2.942 kasus dengan 23 kematian, April 888 kasus dengan 10 kematian (yang lapor hanya 12 Kab/Kota). Serta Mei, 759 kasus dengan 7 kematian (yang melaporkan 14 kab/kota).
Menurut Berli, untuk kematian terbanyak di Jabar, terjadi di Kabupaten Cirebon. Yakni, ada 11 kematian dengan 447 kasus sampai akhir Mei ini. Kematian kedua terbanyak di Kota Tasik ada 8 kematian dengan 413 kasus sampai akhir Mei. "Tapi, di Republika sudah disebutkan sampai minggu kedua Juni hampir 500 kasus dengan 11 kematian ya di Kota Tasikmalaya ini," katanya.
Menurut Berli, kalau membaca berita kasus DBD di Kota Tasikmalaya tersebut, maka sudah terjadi KLB DBD. "Karena, sudah ada yg meninggal 11 orang ," katanya.
Berli menjelaskan, pengertian KLB atau Kejadian Luar Biasa adalah kalau jumlah kasus sudah dua kali lipat atau lebih dibandingkan dengan data di tahun sebelumnya dalam periode yang sama.
"Misalnya, Januari-Mei 2020 dibandingkan denga Januari-Mei 2019. Atau, terjadi kematian walaupun hanya 1 orang yang meninggal yang diakibatkan penyakit tersebut," katanya.
Berli mengatakan, upaya pemberantasan sarang nyamuk (PSN) Jabar sebetulnya sudah sangat masif dilakukan. Termasuk, di tahun 2020 ini walaupun upaya PSN tersebut dilakukan sambil menghadapi Pandemi Covid 19.
"Kalau dibandingkan antara tahun 2019 (sebagai siklus lima tahunan) dengan tahun 2020, dalam periode yang sama sudah mendekati duplikasi kasus. Ini terjadi diduga kerena beberapa hal," katanya.
Berli menjelaskan, duplikasi kasus DBD terjadi karena beberapa penyebab. Yakni, akibat penularan transovarial. Artinya, telur nyamuk yang sudah mengandung virus DBD. Sehingga begitu menjadi nyamuk dewasa tak perlu lagi menggigit penderita DBD, sudah bisa langsung menginfeksi orang lain.
Penyebab kedua, kata dia, adanya kemungkinan resistensi insektisida kareba fogging yang terlalu sering dan berdekatan waktunya."Kondisi pandemi, orang-orang tinggal di rumah. Nah PSN dan larva-seeding di rumah-rumah harus lebih ditingkatkan. Peran serta masyarakat juga harus lebih ditingkatkan karena akses terbaik adalah dari penghuni rumah tersebut," papar Berli.
Terkait tata kelola laporan DBD untuk Juni, kata dia, dilaporkan per 10 Juli. Namun, hingga pekan kedua Juni ini, masih ada 9 kabupaten/kota yang belum mengirimkan data DBD sampai dengan bulan Mei. Kesembilan daerah tersebut, adalah Kab bogor, Kab Sukabumi, Kab Cianjur, Kab Bandung, Kab Garut, Kab Majalengka, Kota Bekasi, Kota Depok dan Kota Banjar."Hal ini terjadi karena kesulitan penegakan diagnosa," katanya.
Sehingga, kata dia, kebanyakan kasus DBD dikategorikan suspect dan pemeriksaan laboratoriumnya pun secara manual hanya melihat hasil pemeriksaan darah saja. "Jadi tak sampai konfirmasi virus dengue nya," katanya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya mencatat peningkatan kasus demam berdarah dengue (DBD). Hingga pertengahan Juni 2020, DBD di Kota Tasikmalaya hampir menembus 500 kasus, di mana 11 orang di antaranya meninggal dunia.