Kamis 18 Jun 2020 12:32 WIB

Ditjenpas Jadikan KPK Alasan untuk Beri Remisi Nazaruddin

Narapida korupsi takkan dapat remisi jika bukan justice collaborator.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Esthi Maharani
Gedung KPK
Foto: Republika/Thoudy Badai
Gedung KPK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Rika Aprianti menegaskan, dua surat keterangan yang dikeluarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada mantan bendahara umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dikategorikan sebagai justice collaborator sebagaimana Pasal 34A Peraturan Pemerintah (PP) 99 Tahun 2012. Menurut Rika, status JC untuk Nazaruddin juga sudah ditegaskan pimpinan KPK.

"Status JC untuk Nazaruddin juga ditegaskan pimpinan KPK pada 2017 dan dimuat di banyak media massa. Dalam surat keterangan dari KPK Nomor: R-2250/55/06/2014, Muhammad Nazaruddin disebut sudah menunjukkan kerja sama yang baik dalam mengungkap perkara tindak pidana korupsi," ujar Rika dalam keterangannya, Kamis (18/6).

Berdasarkan Pasal 34A ayat 1 PP Nomor 99 Tahun 2012, dijelaskan bahwa pemberian remisi bagi narapidana tindak pidana tertentu selain harus memenuhi persyaratan dalam Pasal 34 juga harus memenuhi persyaratan yang meliputi bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar tindak pidana yang dilakukannya.

Rika melanjutkan, selain surat keterangan yang diberi KPK, Nazaruddin juga telah membayar lunas subsider sebesar Rp 1,3 miliar. Oleh karena itu, Nazaruddin mendapat hak remisi sejak tahun 2014 sampai dengan 2019, baik remisi umum maupun remisi khusus keagamaan, dan remisi terakhir, yaitu selama 2 bulan remisi khusus Idul Fitri tahun 2020.

"Pemberian remisi itu menegaskan status Nazaruddin sebagai JC karena remisi tidak mungkin diberikan pada narapidana kasus korupsi yang tidak menjadi JC sesuai PP 99/2012," kata Rika menegaskan.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, lembaganya memang pernah menerbitkan dua surat keterangan, yakni pada 09 Juni 2014 dan 21 Juni 2017. Namun, surat yang KPK terbitkan, menurut Ali, adalah surat keterangan bekerja sama untuk Nazaruddin karena sejak proses penyidikan, penuntutan, dan di persidangan telah mengungkap perkara korupsi pembangunan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sarana Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang.

Kemudian, perkara proyek pengadaan KTP elektronik di Kemendagri dan perkara dengan terdakwa Anas Urbaningrum. Selain itu, Nazaruddin juga telah membayar lunas denda ke kas negara.

Ali mengungkapkan, surat keterangan bekerja sama tersebut juga menegaskan KPK tidak pernah menetapkan Nazaruddin sebagai JC. "Pimpinan KPK saat itu tidak pernah menetapkan M Nazarudin sebagai justice collaborator (JC)," kata Ali menegaskan dalam pesan singkatnya, Rabu (17/6).

Lebih lanjut, Ali menjelaskan, status JC dan surat keterangan bekerja sama merupakan dua hal berbeda. JC diberikan KPK saat proses hukum masih berjalan dan diputuskan oleh majelis hakim. Sementara itu, surat keterangan bekerja sama diberikan KPK saat perkara hukum yang menjerat Nazaruddin telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

"Kami sampaikan kembali bahwa KPK tidak pernah menerbitkan surat ketetapan JC untuk tersangka MNZ (M Nazaruddin). Benar kami telah menerbitkan dua surat keterangan bekerja sama yang bersangkutan tahun 2014 dan 2017 karena telah bekerja sama pada pengungkapkan perkara dan perlu diingat saat itu dua perkara MNZ telah inkrah," ujarnya menegaskan.

Nazaruddin diketahui mendapatkan remisi 49 bulan selama menjalani masa hukumannya. Selain remisi-remisi tersebut, Nazaruddin juga mendapatkan program cuti menjelang bebas (CMB) sehingga ia bisa keluar lembaga pemasyarakatan pada Ahad (14/6). Seharusnya, jika masa hukuman dikurangi remisi, Nazaruddin bebas pada 13 Agustus 2020.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement