REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara Tonin Tachta Singarimbun selaku kuasa hukum Ruslan Buton menyatakan akan mempidanakan Aulia Fahmi selaku pelapor video yang menyeret kliennya ke kepolisian. Ruslan saat ini berstatus tersangka dan tengah mengajukan praperadilan ke PN Jakarta Selatan.
"Kita mau pidanakan juga si pelapornya," kata Tonin usai sidang gugatan Praperadilan Ruslan Buton di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (17/6).
Menurut Tonin, kasus yang menimpa kliennya bukan kasus biasa, mengingat penetapan tersangka yang disematkan kepada Ruslan Buton terbilang cepat dan tidak sesuai prosedur. Tonin menyebutkan prosedur administrasi yang dilakukan oleh penyidik tidak benar, kliennya ditetapkan sebagai tersangka tidak sesuai prosedur yang berlaku.
"Ruslan jadi tersangka alat bukti tidak cukup. Penetapan status tersangka harusnya didahului dengan pemanggilan, dua kali pemanggilan barulah jadi tersangka, kalau belum datang jadi tersangka, kalau datang belum tentu, jadi ada gelar perkara," kata Tonin.
Menurut Tonin, kliennya ditetapkan jadi tersangka tanggal 26 Mei 2020. Sejak ditangkap tanggal 28 Mei dan ditahan tanggal 29 Mei 2020, dirinya belum pernah menemani kliennya untuk di BAP.
"Kenapa kita praperadilan, jadi terlampau cepat, tanggal 22 Mei itu hari Jumat, tanggal 23 Mei itu Sabtu malam takbiran, 24 dan 25 Lebaran, tanggal 26 sudah jadi tersangka, polisi kan libur juga, masak tidak libur, untuk penyelidikan itu perlu waktu lama, kalau benar ini laporan biasa," kata Tonin.
Ruslan Buton dilaporkan oleh Aulia Fahmi seorang pengacara atas videonya berisi ujaran kebencian. Menurut Tonin, video yang dibuat Ruslan sebelumnya sempat dikirimkan ke teman-temanya di Trimatra dan awak media.
Sebelum dipublikasikan, Ruslan sempat menanyakan video tersebut ke awak media apakah sudah bagus, setelah mendapat penilaian baru dipublikasi. Tonin mengatakan tidak mengetahui apakah barang bukti video yang ada pada pihak polisi apakah yang benar direkam oleh kliennya atau video yang beredar di masyarakat yang dilaporkan oleh Aulia Fahmi.
"Besok kita lihat, kalau yang direkam Ruslan tanggal 18 Mei atau yang sudah bereda di masyarakat yang dilaporkan oleh Aulia. Karena yang di masyarakat itu ada isi suara, ada lagu kebangsaan sebagai latar. Padahal bukan itu," kata Tonin.
Ruslan Buton mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas penetapan status tersangka yang dianggap tidak sah. Gugatan ini ditujukan kepada Kapolri dalam hal ini Direktur Tindak pidana Siber Bareskrim Mabes Polri selaku termohon atau tergugat.
Pada sidang pembacaan permohonan gugatan praperadilan Ruslan dipimpin hakim tunggal Hariyadi dihadiri pihak tergugat yakni perwakilan dari Mabes Polri. Setelah mendengarkan permohonan penggugat, sidang kembali dilanjutkan Kamis (18/6) dengan agenda mendengar jawaban termohon.
Ruslan Buton ditangkap oleh tim Bareskrim Polri bersama Polda Sultra dan Polres Buton di Jalan Poros, Pasar Wajo Wasuba, Dusun Lacupea, Desa Wabula 1, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara pada Kamis (28/5). Dalam kasus ini, barang bukti yang disita polisi yakni satu ponsel pintar dan sebuah KTP milik Ruslan.
Bareskrim Polri kemudian menetapkan Ruslan Buton sebagai tersangka dalam kasus penyebaran informasi hoaks dan ujaran kebencian terkait surat terbuka yang meminta Joko Widodo untuk mundur dari jabatannya sebagai Presiden RI. Ruslan pun langsung ditahan di Rutan Bareskrim per Jumat (29/5) selama 20 hari hingga 17 Juni 2020.
Ruslan dijerat dengan Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang dilapis dengan Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman pidana enam tahun dan atau Pasal 207 KUHP, dapat dipidana dengan ancaman penjara dua tahun.
Ruslan ditangkap setelah membuat pernyataan terbuka kepada Presiden Joko Widodo dalam bentuk rekaman suara pada 18 Mei 2020 dan kemudian rekaman suara itu menjadi viral di media sosial. Dalam rekamannya, Ruslan mengkritisi kepemimpinan Jokowi. Menurut Ruslan, solusi terbaik untuk menyelamatkan bangsa Indonesia adalah bila Jokowi rela mundur dari jabatannya sebagai Presiden.
"Namun bila tidak mundur, bukan menjadi sebuah keniscayaan akan terjadinya gelombang gerakan revolusi rakyat dari seluruh elemen masyarakat," tutur Ruslan dalam rekaman suaranya.
Usai merekam suara, pelaku kemudian menyebarkannya ke grup WhatsApp (WA) Serdadu Eks Trimatra hingga akhirnya viral di media sosial.