Kamis 18 Jun 2020 05:49 WIB

Mengurai Akar Masalah Banjir Tahunan di Sukaresik Tasik

Sepanjang 2020, sudah empat kali banjir terjadi di Desa Tanjungsari, Sukaresik

 Anak-anak bermain di tengah banjir yang menggenang jalan di Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Rabu (10/6).
Foto: Republika/Bayu Adji P
Anak-anak bermain di tengah banjir yang menggenang jalan di Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Rabu (10/6).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Bayu Adji P

TASIKMALAYA -- Banjir yang terjadi di Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, bukan lagi menjadi kejadian yang istimewa. Setiap hujan dengan intensitas besar terjadi, air dari Sungai Cikidang dan Sungai Cintanduy selalu meluap ke pemukiman warga, menggenangi rumah, jalan, dan sawah warga.

Terakhir, banjir di Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, terjadi pada Rabu (10/6). Banjir itu merupakan yang keempat kalinya terjadi sejak awal 2020.

Pelaksana Teknis Operasi dan Pemeliharaan lll (OP3), Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citanduy, Ijang Nurul Fuad mengakui, banjir yang telah menjadi langganan di Desa Tanjungsari merupakan akibat dari luapan Sungai Citanduy dan Sungai Cikidang. Dua sungai itu menjadi kewenangan BBWS untuk melakukan normalisasi.

"Iya betul kewenangan dari BBWS," kata dia melalui pesan singkat kepada Republika, Rabu (17/6).

Menurut dia, BBWS Citanduy sudah berencana melakukan normalisasi pada 2019. Namun, warga menolak karena meminta ganti rugi tanah untuk menyimpan hasil galian. Sementara, BWS tak memiliki anggaran untuk biaya ganti rugi.

Ketika ditanya perihal koordinasi dengan pemerintahan setempat, Ijang menjawab, BBWS sudah melakukannya. Namun, ia belum menjelaskan secara rinci koordinasi yang telah dilakukan.

Sementara itu, Kepala Desa Tanjungsari, Amas mengatakan, tak ada warganya yang menolak kegiatan normalisasi sungai. Selain itu, ia pun belum menerima laporan adanya warga yang meminta ganti rugi.

"Masyarakat yang mana yang minta ganti rugi? Apa masyarakat di Ciamis atau (Desa) Tanjungsari?" kata dia.

Karena itu, ia meminta pihak BBWS Citanduy untuk duduk bersama dengan warga yang selalu terdampak banjir akibat luapan Sungai Citanduy dan Cikidang. Dengan begitu, bencana yang telah terjadi puluhan tahun itu dapat segera teratasi.

"Kalau ada hak yang harus diganti, ya mesti diganti. Tapi itu bisa dibicarakan dengan duduk bersama," kata dia.

Amas mengklaim, sejauh ini belum pernah ia mendengar adanya penolakan dari masyarakat. Bahkan, menurut dia, belum ada sosialisasi langsung dari BBWS Citanduy kepada masyarakat.

Namun, ia mengatakan, pihak BBWS Citanduy sudah datang ke Desa Tanjungsari. BBWS meminta pemerintah desa mengumpulkan data pemilik lahan yang berada di pinggir sungai.

"Nanti setelah itu baru ada sosialisasi. Baru dari itu saya bisa menjelaskan," kata dia.

Sementara itu, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tasikmalaya, Nuraedidin mengatakan, pihaknya sudah melayangkan surat langsung ke BBWS Citanduy untuk melakukan penanganan banjir di Desa Tanjungsari. Menurut dia, penanganan banjir itu bisa dilakukan dengan normalisasi Sungai Citanduy dan membuat sodetan dari Sungai Cikidang menuju Citanduy.

Ia mengaku sudah sering berkoordinasi dengan BBWS Citanduy untuk melakukan penanganan jangka panjang untuk banjir yang terjadi di Sukaresik. Bahkan, pihaknya sudah pernah membuat laporan langsung ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Bupati Tasikmalaya. Namun, hingga saat ini belum ada tindak lanjut penanganan banjir di Sukaresik.

Selain itu, lanjut dia, harus ada penegakan hukum yang tegas dari aparat. Sebab, jika dibiarkan, bangunan akan terus merambat sampai ke bantaran sungai.

"Jadi saya kira penanganan banjir ini harus melibatkan seluruh pihak terkait, begitu juga Pemkab Ciamis yang juga dilewati Sungai Citanduy," kata dia.

Ihwal penolakan warga untuk nornalisasi, Nuraedidin mengaku belum mendapat laporan dari pemerintah setempat. Namun, menurut dia, penolakan itu karena sodetan yang akan dibuat di Sungai Cikidang akan berdampak pada tanah masyarakat, termasuk tanah untuk pemakaman di wilayah itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement