Senin 15 Jun 2020 13:10 WIB

Pakar Ungkap Data Covid-19 Sangat Dinamis

Data Covid-19 akan sangat berbeda dengan data penyakit kronis lainnya.

Sejumlah calon penumpang KRL Commuter Line menunggu kereta dengan berdiri sesuai tanda jarak fisik (physical distancing) di Stasiun Bogor, Jawa Barat, Senin (15/6/2020). Penggunaan tanda jarak fisik di Stasiun Bogor tersebut untuk mengatur kepadatan dan membatasi jumlah penumpang dalam upaya mencegah penyebaran COVID-19 sesuai protokol kesehatan yang berlaku di masa transisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
Foto: ANTARA /Arif Firmansyah
Sejumlah calon penumpang KRL Commuter Line menunggu kereta dengan berdiri sesuai tanda jarak fisik (physical distancing) di Stasiun Bogor, Jawa Barat, Senin (15/6/2020). Penggunaan tanda jarak fisik di Stasiun Bogor tersebut untuk mengatur kepadatan dan membatasi jumlah penumpang dalam upaya mencegah penyebaran COVID-19 sesuai protokol kesehatan yang berlaku di masa transisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar epidemiologi dan informatika penyakit menular Dewi Nur Aisyah mengatakan data mengenai Covid-19 sangat dinamis. Data virus corona jenis baru ini berbeda dengan data penyakit lain seperti hipertensi atau diabetes melitus.

"Bicara angka, misalnya pada penyakit hipertensi atau diabetes, jumlahnya akan terus bertambah yang kemudian kita sebut prevalensi ketika penyakit ada pada diri seseorang seumur hidupnya," kata Dewi dalam bincang-bincang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 yang diikuti melalui akun Youtube BNPB Indonesia di Jakarta, Senin (15/6).

Baca Juga

Anggota Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 itu mengatakan terdapat beberapa penyakit yang hanya menginfeksi seseorang dalam jangka waktu yang pendek seperti influenza dan Covid-19. Dewi mengatakan, seseorang berstatus orang dalam pemantauan bisa jadi positif Covid-19 sehingga harus dirawat atau melakukan isolasi mandiri.

Dua minggu kemudian setelah dilakukan tes usap dan hasilnya negatif, kemudian dua minggu berikutnya diperiksa lagi. Jika hasilnya kembali negatif, maka dia telah sembuh dari Covid-19.

Karena itu, data Covid-19 akan sangat berbeda dengan data penyakit kronis yang biasanya tidak ada data tentang pasien yang sembuh.

"Begitu pula bila dibandingkan dengan penyakit lain, misalnya tuberkulosis. Dibandingkan dengan Covid-19, tuberkulosis memerlukan pengobatan yang lebih lama, tergantung kondisi pasien," tuturnya.

Dewi mengatakan Covid-19 mirip dengan flu yang relatif lebih cepat sembuh dalam waktu 14 hari. Karena itu, seseorang dengan status positif Covid-19 harus selalu dipantau hingga dia dipastikan sembuh.

"Saat ini, angka kesembuhan Covid-19 di Indonesia semakin meningkat dari hari ke hari. Memang di awal angka meninggal dunia terkesan tinggi bila dibandingkan jumlah kasus. Namun, itu karena pengaruh jumlah spesimen yang diperiksa yang masih sedikit," katanya.

Berdasarkan hasil analisis terhadap sejumlah kasus, pasien Covid-19 yang memiliki fatalitas tinggi hingga meninggal dunia biasanya karena memiliki komorbit atau penyakit penyerta.

"Misalnya penyakit ginjal, dari hasil analisis diketahui berisiko tertular Covid-19 dengan fatalitas tinggi. Begitu juga seseorang yang memiliki imunitas rendah, misalnya karena HIV, lupus, dan lain-lain," jelasnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement