Ahad 14 Jun 2020 13:33 WIB
Pancaisla

Nasakom adalah Kebenaran: Pidato Sukarno bagian pertama (1)

Isi padto Sukarno Nasakom adalah kebenaran

Sukarno berpidato di Senayan.
Foto:

Nah, saja pindahkan kepada tamsilku itu tadi. Meskipun aku melihat asap dibelakang kampung, mungkin matakulah jang salah, mungkin mataku melihat asap, sebagaimana orang itu dipadang pasir melihat telaga, tetapi sebenarnja tidak ada asap, sehingga kejakinanku bahwa dibelakang karnpung itu api: sebab akalku berkata, ada asap ada api, sehingga kejakinanku, dibelakang kampung itu ada api adalah sebenarnja kejakinan jang salah, sehingga ilmul-jakin itu satu kejakinan jang bertaraf paling rendah.

Kemudian ainul-jakin. Aku melihat asap dibelakang kampung, dan aku berkata disana itu tentu ada api, ilmul-jakin. Tetapi aku berdjalan, aku pergi ke sana, pergi kebelakang kampung itu, benar-benar  aku melihat api. Bukan hanja aku melihat asap, aku melihat api, dan sekarang aku boleh berkata, dengan ainul-jakin aku boleh berkata bahwa ada api, sebap aku melihat api. Tadi aku sekedar melihat asap, sekarang. aku melihat api, aku pergi kebelakang kampung, aku melihat api; benar ilmuku tadi itu benar, jah, ini ainul-jakin. Dibelakang kampung itu ada api, karena mataku melihat api.

Tapi kejakinan ini, nomor dua ini masih bisa salah, mungkin mataku jang masih salah, mataku jang tadi melihat asap, masih kacau, sekarang mengira melihat api, padahal bukan api. Ainul-jakin lebih tinggi tarafnja daripada ilmul-jakin, tetapi belum kejakinan yang setingginja-tingginja, sebab mungkin mataku masih salah. Sekarang singsingkan kupunja lengan badju. Aku melihat api, aku masukan tanganku kepada barang jang aku sangka api itu, oo, panasnja bukan main, betul-betul ini api, djadi bukan penglihatan mataku sadja. tetapi benar-benar ini api, sebab tanganku terbakar. Hakkul-jakin, ini api. Nah, Saudara-saudara, sudah mengerti sekarang perbedaan antara ilnnul- jakin, ainul-jakin, hakkul-jakin?

Nah, pada waktu aku keesokan harinja hendak mengutjapkan pidato dihadapan sidang pemimpin-pemimpin seluruh lndonesia untuk mengusulkan dasar-dasar negara, pada waktu aku telah hakkul-jakin, bahwa kemerdekaan hanja dapat dipertahankan abadi dan kekal, sekali merdeka tetap merdeka, djikalau didasarkan atas persatuan dan kesatuan Rakjat Indonesia, maka aku mohon lebih daripada ke-hakkul-jakinan, mohon lebih lagi daripada ke-hakkul-jakinan. Dan aku telah pernah tjeritakan disini, malam-maiam itu aku keluar dari rumah, --rumah jang kudiami pada waktu itu, jaitu Pegangsaan Timur 56, jang sekarang mendjadi Gedung Pola --, pada waktu itu aku keluar dar rumah, pergi kebelakang rumah, dan aku menengadahkan wadjah-mukaku dan hatiku kepada Allah SWT. Beribu-ribu bintang gemerlapan pada waktu itu, bintang bulan Mei/Djuni jang sedang tiada hudjan tiada  awan, angkasa bersih, beribu-ribu bintang di langit dan aku menekukkan lutut (Presiden lalu menangis tersedu-sedu) maaf aku selalu terharu, Ya Allah, Ya Rabbi aku tekukkan lututku, aku menengadah kelangit, aku kirimkan permohananku dibalik, dibelakangnja bintang jang beribu-ribu itu kepada Allah SWT. : Ja Tuhan, ja Allah ja Rabbi, berikanlah ilham kepadaku. Besok pagi aku harus berpidato mengusulkan dasar-dasar negara Indonesia Merdeka. Pertama, benarkah kejakinanku, ja Tuhan, bahwa kemerdekaan itu harus didasarkan atas persatuan dan kesatuan bangsa? Kedua, Ja Allah ja Rabbi, berikanlah petundjuk kepadaku, berikanlah ilham kepadaku, kalau ada dasar-dasar lain jang harus kukemukakan. "Apakah dasar-dasar lain itu?

Sesudah aku memohon jang demikian, Saudara-saudara, aku masuk lagi kerumah, berbaring ditempat pembaringan, menenangkan aku punja pikiran dan aku tertidur. Dan, Saudara- saudara, tatkala pagi-pagi aku bangun, aku telah mendapat ilham : Pantjasila. Ilham itu, Saudara-saudara, bisa diberikan oleh Tuhan kepada siapapun, bukan hanja kepada Nabi, tidak jang diberikan kepada Nabi adalah wahju, kalau kepada manusia biasa, tiap-tiap manusia bisa mendapat ilham. Engkau bisa mendapat ilham, engkau bisa mendapat ilham, - jung "silo", anak ketjil itu -, engkau bisa mendapat ilham, engkau bisa mendapat ilham, jo Chairul Saleh bisa mendapat ilham, engkau Djong Sukahar bisa mendapat ilham, engkau Saudariku dari Sulawesi Selatan bisa mendapat ilham, engkau bisa mendapat ilham, engkau bisa mendapat ilham, engkau bisa' mendapat

ilham, kita semuanja bisa mendapat ilham, jaitu pikiran jang diberikan oleh Tuhan kepada kita. Sebab kukatakan tadi tatkala aku pagi-pagi tanggal I Djuni bangun hendak sembahjang subuh, pada waktu itu aku telah mendapat ilham, pikiran jang nanti akan aku usulkan dihadapan rapat para pemimpin, ialah Pantjasila. Dan nomor satu, oleh karena aku mendapat ilham itu oleh karena aku mohon kepada Allah SWT, aku taruh sebagai sila jang pertama Ketuhanan Jang Maha Esa, kedua Kebangsaan Indonesia, persatuan daripada bangsa lndonesia ...

Kalau aku ingat jadinja sebelum aku, almarhum Ki Hadjar Dewantara djuga bitjara dan mengusulkan beberapa dasar lain. Sebelum aku pidato itu ada pemimpin-pemimpin lain berpidato, almarhum Ki Bagus Hadikusumo berpidato, Ki Hadjar Dewantara berpidato, Bung Hatta, Mohammad Hatta berpidato, banjak lagi berpidato, mengusulkan dasar-dasar, kemudian dipersilahkanlah Bung Karno berpidato. Pada waktu itu jang memegang palu ialah almarhum Dr Radjiman Wedyodiningrat, jang sudah mangkat, Dr Radjiman Wedyodiningrat. Sesudah lain-lain pemimpin berpidato, maka sekarang Bung Karno dipersilahkan berpidato dan pada waktu aku mulai berpidato itu, aku sekali lagi mengutjapkan Bismillah, Bismillah, oleh karena aku merasa bahwa apa jang aku katakan nanti ialah ilham jang Tuhan berikan kepadaku (Presiden terharu dan tersedu-sedu - Red.). Bismillah, aku andjurkan: Pantjasila.

Dan sesudah aku pidato, Ki Hadjar Dewantara minta bitjara dan beliau mengandjurkan kepada seluruh sidang :" Saudara-saudara sekalian, mari kita tebar diatas kepulauan Indonesia dari Sabang sampaii ke Merauke, persatuan jang kompak sekompak-kompaknja.....Saudara-saudara,  Perikemanusiaan, kedau
latan Rakjat, Keadilan Sosial. Pantjasila, Saudara-saudara, saja usulkan kepada sidang pada tanggal 1 Djuni itu dan sjukur alamdulillah diterima dengan segera, sekaligus oleh sidang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement