Sabtu 13 Jun 2020 00:05 WIB

Apakah Sekarang RI Krisis Seperti 1998? Ini Jawab Drajad

Drajad menilai negara yang tak bisa kendalikan pandemi maka akan memperburuk ekonomi.

Rep: Mabruroh/ Red: Teguh Firmansyah
Drajad Wibowo
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Drajad Wibowo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Ekonomi Drajad Hari Wibowo mengatakan, kondisi ekonomi Indonesia saat ini tidak bisa dipastikan mirip dengan krisis ekonomi 1998. Bisa saja lebih buruk, karena hal itu tergantung pada penanganan negara terhadap pandemi Covid itu sendiri.

“Sangat tergantung apakah pandemi ini bisa kita kendalikan,” kata Drajad dalam diskusi online yang digelar Pemuda Muhamamdiyah NTB,  pada Jumat (12/6).

Baca Juga

Drajad menjelaskan, berdasarkan pengalaman berbagai negara, apabila tidak dapat menghadapi dan mengendalikan pandemi maka akan sangat memperburuk kondisi ekonomi. Sebut saja saat terjadi pandemi flu pada 1918, kota-kota yang agresif dan disiplin melakukan pembatasan akan sangat cepat memulihkan kondisi perekonomiannya.

“Sekarang dalam kasus Covid-19, New Zealand (Selandia Baru) dan Taiwan itu negara-negara yang disiplin menerapkan perbatasan, lock Down. Kita kan dulu justru diskon tiket pesawat turis, sedangkan mereka ada kasus langsung lockdown,” ujar Drajad.

Selandia Baru, lanjut Drajad, hanya satu bulan dan setelah kasus nol  ekonomi mereka mulai bangkit. Tapi mereka masih melakukan pembatasan penerbangan manapun angkutan laut.

Jerman sambungnya, juga salah satu negara yang displin dibandingkan Inggris dan Amerika Serikat (AS). Negara-negara yang gagah dan menganggap enteng virus, justru menjadi negara yang ekonominya semakin terperosok.

“Indonesia tafsirkan sendiri, jadi negara yang menganggap remeh justru kedodoran menghadapi Covid. Kebanggaan Trump membangkitkan ekonomi sekarang ambles,” sambungnya.

Indonesia kata Drajad, menjadi salah satu negara terjelek dalam menangani Covid-19. Satu-satunya cara yang harus dilakukan adalah harus betul-betul mengikuti data dan ilmu pengetahuan sesuai dengan ilmu kesehatan masyarakat.

“Harus seperti itu. Jadi tidak bisa tidak, kalau tidak nanti kita akan terus menerus kasusnya tinggi, dan orang akan malas berinvestasi dan ekonomi kita akan sulit untuk bangkit,” ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement