Kamis 11 Jun 2020 20:35 WIB

Pesantren di Zona Hijau Kembali Dibuka? Ini Kata Epidemiolog

Sebenarnya wilayah Indonesia tidak ada yang benar-benar berstatus zona hijau.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Andi Nur Aminah
Santri pesantren Mahyal Ulum Al Aziziyah, Sibreh antre mengikuti rapid test COVID-19 setelah libur panjang di Aceh Besar, Aceh, Kamis (11/6/2020). Pesantren di provinsi Aceh kembali melaksanakan aktivitas belajar mengajar setelah libur panjang terkait COVID-19 dan bulan Ramadhan dengan mengedepankan protokol kesehatan jelang era normal baru guna mencegah penyebaran COVID-19 ANTARA FOTO/Irwansyah Putra/aww
Foto: ANTARA/IRWANSYAH PUTRA
Santri pesantren Mahyal Ulum Al Aziziyah, Sibreh antre mengikuti rapid test COVID-19 setelah libur panjang di Aceh Besar, Aceh, Kamis (11/6/2020). Pesantren di provinsi Aceh kembali melaksanakan aktivitas belajar mengajar setelah libur panjang terkait COVID-19 dan bulan Ramadhan dengan mengedepankan protokol kesehatan jelang era normal baru guna mencegah penyebaran COVID-19 ANTARA FOTO/Irwansyah Putra/aww

REPUBLIKA.CO.ID, 

Pesantren di Zona Hijau Kembali Dibuka?Ini Kata Epidemiolog UI

Baca Juga

JAKARTA -- Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono angkat bicara mengenai rencana pemerintah membuka pesantren di daerah zona hijau. Dia mengatakan, risikonya terlalu tinggi kalau membuka sekolah atau pesantren di saat-saat sekarang. Karena persebaran virus corona SARS-CoV2 (Covid-19) yang tinggi dan tidak mengenal wilayah.

Ia menegaskan, sebenarnya wilayah Indonesia tidak ada yang benar-benar berstatus zona hijau. "Janganlah mengatakan zona hijau atau merah dengan mengandalkan kriteria-kritera yang menurut saya tidak jelas. Jadi jangan (membuka pesantren) berdasarkan wilayah karena virus ini tidak mengenalnya melainkan berdasarkan manusia, kalau berkerumun atau berkumpul maka berpotensi terjadi penularan (Covid-19)," katanya saat diskusi virtual Iluni UI bertema 'Menimbang Kesiapan Publik dalam Kenormalan Baru', Kamis (11/6).

Artinya, dia menegaskan, kegiatan belajar-mengajar jika digelar di sekolah atau pesantren saat ini masih terlalu tinggi risikonya. Apalagi, dia melanjutkan, untuk mengontrol perilaku anak sekolah atau di tempat pendidikan sebenarnya jauh lebih sulit.

Ia menyontohkan, di China sampai menerapkan tempat duduk murid di sekolah memiliki jarak. Selain itu, dia melanjutkan, negeri Tiongkok juga menetapkan satu kelas hanya diisi antara 10 hingga 15 murid. Bahkan, ia menyebutkan sirkulasi udara sekolah di China tidak memakai pendingin udara, jendelanya luas, sehingga kelas-kelas tidak tertutup. "Karena itu, kita harus mengurangi risiko," katanya.

Ia menambahkan, ada cara-cara supaya risiko penularan bisa dikurangi dengan tidak dulu menggelar kegiatan belajar mengajar di sekolah hingga kampanye memakai masker wajah. Ia menyebutkan hasil studi menyebutkan kalau lebih dari 80 persen penduduk menggunakan masker wajah yang menutup sempurna dan tidak hanya menempel di leher atau mulut saja maka potensi penularan Covid-19 bisa ditekan. 

Ia meminta upaya ini harus terus dipromosikan, dikampanyekan. Kemudian jika ada kelompok sosial ekonomi yang rendah maka harus dibantu.

Ia meminta diberikannya masker yang disubsidi atau harga yang murah. Kalau konsisten melakukan upaya ini, ia optimistis risiko penularan bisa ditekan.

Akhirnya, ia menyebutkan ancaman gelombang kedua, gelombang ketiga penularan bisa dihindari. Bahkan ia optimistis kehidupan sebelum datangnya Corona bisa secara bertahap kembali. Kalaupun ada peningkatan kasus, dia percaya jumlahnya tidaklah banyak.

Tetapi faktanya, ia menyebutkan, pemerintah memberikan narasi kegiatan yang produktif dan aman. Padahal, dia melanjutkan, imbauan tersebut cenderung lebih banyak menitikberatkan bidang ekonomi, kemudian baru mempertimbangkan kondisi aman.

"Padahal terbalik, aman dulu baru (perhatikan) ekonomi, apalagi pandemi Covid-19 akan berlangsung lama. Jadi, istilah kenormalan baru (new normal) tuh digantilah, wong belum kok," ujarnya.

Ia meminta istilah kenormalan baru diganti dengan upaya mengurangi risiko. Sebelumnya pemerintah memperbolehkan pesantren maupun pendidikan keagamaan lainnya berkonsep asrama di wilayah zona hijau untuk menyelenggarakan kembali kegiatan pendidikan. Namun, pembukaan kegiatan belajar mengajar pesantren dan lembaga pendidikan asrama ini harus penuh kehati-hatian dengan memperhatikan protokol kesehatan. Hal itu dibahas dalam rapat bersama yang dipimpin Wakil Presiden Ma'ruf Amin dan sejumlah menteri pada Rabu (10/6).  

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement