REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah mengatakan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) akan menjadi payung hukum untuk melindungi Pancasila dari kepentingan banyak ideologi bangsa lain. Serta agar Pancasila bisa terus membumi dan dapat terus berfungsi sebagai pedoman hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
"Kita berharap RUU HIP ini segera dibahas antara Pemerintah dan DPR serta melibatkan partisipasi publik sehingga tugas negara untuk melakukan pembinaan ideologi Pancasila punya landasan hukum yang kokoh," kata Ahmad Basarah dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (10/6).
Basarah menjelaskan RUU HIP harus dapat menjadi dokumen hukum yang dapat menyatukan kembali pandangan dan sikap ideologis bangsa sebagaimana konsideran menimbang Kepres Nomor 24 Tahun 2106 yang telah mengakomodasi semua pandangan dan kepentingan, terutama golongan Islam maupun golongan kebangsaan.
Menurutnya, selain diperlukan masuknya Tap MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang Pelarangan PKI dan Ajaran Komunisme dalam konsideran mengingat RUU HIP, juga perlu memasukkan sumber-sumber hukum lain. Hal itu untuk menegaskan pentingnya Pancasila dilindungi dari bahaya praktik paham liberalisme/ kapitalisme serta bahaya paham keagamaan apa pun yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
"Pada tanggal 7 Agustus 2003, Fraksi PDI Perjuangan MPR RI secara bulat mendukung dan menerima keputusan MPR RI untuk memutuskan pemberlakuan kembali TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang Pelarangan PKI dan Ajaran Komunisme yang dituangkan dalam TAP MPR Nomor I Tahun 2003 tentang Evaluasi dan Peninjauan Status Hukum Seluruh TAP MPRS dan TAP MPR sejak tahun 1960-2002," ujar Basarah.
Basarah menilai di tengah derasnya arus informasi dunia yang lebih memudahkan masyarakat mengakses semua informasi dengan cepat, nilai-nilai Pancasila harus dilindungi dari kepentingan ideologi bangsa lain dan juga secara sistematis wajib dibumikan ke tengah masyarakat Indonesia. Menurut Ketua DPP PDI Perjuangan itu, kemudahan mengakses informasi secara cepat dan luas itu membuat masyarakat lebih mudah lagi mengakses segala informasi termasuk informasi tentang ideologi bangsa lain.
"Karena itu, kehadiran negara sangat dibutuhkan untuk melakukan pembinaan ideologi bangsanya di tengah arus globalisasi yang begitu deras," ujarnya.
Basarah menilai bangsa Indonesia seharusnya bangga memiliki Pancasila karena falsafah yang digali dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia sejak ratusan tahun silam ini. Basarah menceritakan, Presiden RI Pertama Soekarno saat berpidato di PBB pada 30 September 1960 dengan judul "To Build The World A New atau Membangun Tata Dunia Baru, Soekarno mengkritik pendapat Bertrand Arthur William Russell, filsuf Inggris yang hidup antara 1872-1970, yang dalam pandangannya hanya membagi masyarakat dunia ke dalam dua golongan saja.
Pertama, golongan pengikut ajaran Manifesto Komunis dan kedua golongan pengikut ajaran "Declaration of Independence" Thomas Jeferson yang mengajarkan Liberalisme/Kapitalisme. Basarah mengatakan bahwa dari pidato Presiden Soekarno di forum dunia itu, semua elemen bangsa semestinya dapat menyimpulkan bahwa Pancasila bukan ideologi yang mengikuti, apalagi dipimpin, oleh ajaran ideologi komunisme maupun liberalisme.
"Pancasila menurut Bung Karno digali dari saripati nilai-nilai kebudayaan bangsa Indonesia yang telah hidup ratusan tahun lamanya di bumi nusantara. Jadi, buat apa kita menoleh pada ideologi bangsa lain," katanya.