Rabu 10 Jun 2020 00:58 WIB

Ombudsman Ungkap Kendala Persidangan Daring

Minimnya sumber tenaga IT jadi kendala persidangan daring.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Indira Rezkisari
Majelis hakim mengikuti persidangan tindak pidana korupsi secara daring di Pengadilan Tipikor Yogyakarta. Ombudsman menemukan potensi maladministrasi yakni penundaan berlarut dalam pelaksanaan persidangan virtual.
Foto: Wihdan Hidayat/ Republika
Majelis hakim mengikuti persidangan tindak pidana korupsi secara daring di Pengadilan Tipikor Yogyakarta. Ombudsman menemukan potensi maladministrasi yakni penundaan berlarut dalam pelaksanaan persidangan virtual.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ombudsman melaksanakan kajian cepat penyelenggaraan persidangan daring saat pandemi Covid-19 di 16 pengadilan negeri. Hasilnya, ada potensi maladministrasi yakni penundaan berlarut dalam pelaksanaan persidangan virtual.

Anggota Ombudsman Adrianus Meliala menyebut penundaan berlarut ditunjukkan dengan temuan seperti minimnya sumber daya petugas IT. Tenaga IT yang terbatas menyebabkan persiapan persidangan virtual menjadi lamban. Apalagi jika terdapat kendala teknis di tengah persidangan.

Baca Juga

“Ketidakjelasan waktu jalannya sidang, keterbatasan sarana dan prasarana seperti keterbatasan ruang sidang yang memiliki perangkat telekonferensi. Jaringan internet yang kurang stabil juga berpotensi menyebabkan penundaan berlarut dalam proses persidangan,” kata Adrianus dalam keterangan pers pada Republika, Selasa (9/6).

Ombudsman menemukan beberapa fakta terkait permasalahan dalam pelaksanaan persidangan virtual. Di antaranya kendala teknis berupa keterbatasan penguasaan teknologi oleh hakim, koordinasi antarpihak yang kurang baik, penasehat hukum tidak berada berdampingan dengan terdakwa.

"Bahkan tidak dapat memastikan saksi dan terdakwa dalam tekanan atau dusta," ujar Adrianus.

Ombudsman memberikan sejumlah saran perbaikan kepada Ketua Mahkamah Agung agar menyusun Peraturan Mahkamah Agung RI tentang Persidangan Secara Online/E-litigation Perkara Pidana agar memperkuat dasar hukum penyelenggaraan proses persidangan daring. Selain itu, diperlukan penyusunan regulasi tentang standarisasi sarana dan prasarana persidangan secara daring pada Pengadilan Negeri guna meningkatkan kualitas penyelenggaraannya.

"Sangat disarankan melakukan penambahan tenaga IT pada tiap Pengadilan Negeri," sebut Adrianus.

Diketahui, metode pengambilan data dalam kajian Ombudsman ialah focus group discussion (FGD), wawancara, survei dan observasi. Sedangkan ruang lingkup kajian meliputi 16 Pengadian Negeri yakni Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Depok, Bogor, Cibinong, Bekasi, Tangerang, Serang, Medan, Batam, Jambi, Surabaya, Denpasar, Banjarmasin, Kupang, dan Manokwari.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement