REPUBLIKA.CO.ID, oleh Arif Satrio Nugroho, Antara
Indikator Politik Indonesia (IPI) baru-baru ini melakukan survei terkait penanganan Covid-19 dan implikasinya terhadap politik. Pandemi Covid-19 ini disebut bisa menjadi panggung untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitas kepala daerah.
Direktur Eksekutif IPI Burhanuddin Muhtadi menyoroti bahwa selama dua bulan terakhir penanggulangan Covid-19 bergeser dari pusat ke daerah. Ada empat kepala daerah yang merasakan berkah politis dari pandemi Covid-19
"Itu memberikan kesempatan pada kepala daerah yang pintar memanfaatkan panggung setidaknya menjaga popularitas dan elektabilitasnya," ujarnya kepada Republika, Senin (8/6).
Dari 14 nama yang disurvei oleh IPI, ada empat kepala daerah yang berada dalam posisi tujuh tertinggi. Mereka adalah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil atau Emil, dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
Ganjar menempati posisi kedua di bawah tokoh lama, Prabowo Subianto. Posisi Ganjar diikuti oleh Anies dan Ridwan Kamil pada posisi ketiga dan keempat. Sementara itu, Khofifah ada pada posisi ketujuh.
Meski demikian, setelah Covid-19, dari empat nama kepala daerah tersebut, hanya dua di antaranya mengalami kenaikan. Sementara itu, dua di antaranya justru menurun. Kenaikan dan penurunan ini dibandingkan dengan survei serupa yang digelar IPI sebelum pandemi, yakni Februari 2020.
"Khofifah itu turun. Anies juga turun. Yang naik dua nama itu, Ridwan Kamil dan Ganjar naik sedikit," kata Burhanuddin.
Popularitas Ganjar naik dari 9,8 menjadi 11,8 persen. Anies yang daerahnya menjadi episentrum pandemi popularitasnya menurun dari 12,1 menjadi 10,4 persen. Posisi Ganjar pun menyusul Anies yang pada Februari lalu lebih tinggi.
Sementara itu, Emil naik cukup drastis dari 3,8 menjadi 7,7. Adapun popularitas Khofifah yang daerahnya sempat mengalami lonjakan positif Covid-19 menurun dari 5,7 menjadi 4,3 persen.
Burhanuddin menjelaskan, ketampakan para kepala daerah di depan publik pada masa pandemi inilah yang berperan pada popularitas politik mereka. Faktor ini pula yang membuat tokoh lain yang tak terkait Covid-19 mengalami penurunan, misalnya Prabowo Subianto, Sandiaga Uno, dan Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY. "Karena mereka memang tidak terlalu punya posisi publik untuk berbicara masalah Covid-19," kata Burhanuddin.
Burhanuddin juga mengingatkan soal proporsi pemilih partisan. Ia mencontohkan, pendukung Anies rata-rata merupakan pemilih Prabowo dalam pemilu sebelumnya. Anies harus berbagi dengan pendukung Prabowo sendiri, Sandiaga, AHY, bahkan Gatot Nurmantyo.
Sementara itu, pendukung Emil dan Ganjar berasal dari pendukung Jokowi. "Kalau boleh dibilang, basis Pak Jokowi ini masih kosong. Sementara, pemilih Pak Prabowo terbagi beberapa tokoh," ujar Burhanuddin.
Para pendukung kepala daerah itu juga masih berasal dari daerah yang mereka pimpin. Padahal, populasi setiap daerah jelas berbeda. "Secara umum masih jago kandang," ujar Burhanuddin.
Burhanuddin pun menyimpulkan, pada intinya Covid-19 ini membuat pertarungan Pilpres 2024 menjadi lebih berimbang. Dengan ada pandemi Covid-19, menurut dia, minimal ada lima nama yang punya kans berimbang, yakni Prabowo, Ganjar, Anies, Ridwan Kamil, dan Sandiaga Uno. "Jadi, seharusnya pertarungannya lebih kompetitif," kata dia menegaskan.
Khusus untuk Prabowo, meski namanya masih di urutan teratas survei, pandemi Covid-19 justru menggerus tingkat popularitas ketua umum Gerindra itu. Popularitas Ketua Umum Gerindra itu berada di angka 14,1 persen.
Padahal, dalam survei yang digelar IPI pada Februari 2020 sebelum isu Covid-19, popularitas Prabowo 22,2 persen. Kendati demikian, popularitas Prabowo masih yang tertinggi dibanding 14 nama lain.
Penururunan juga terjadi pada Sandiaga Uno dari 9,5 menjadi 6 persen. Lalu, AHY juga menurun dari 6,5 menjadi 4,8 persen. Kemudian, Gatot dari 2,2 persen menjadi 1,7 persen.
"Yang membedakan elektabilitas Pak Prabowo dengan nama-nama lain karena kehilangan atau kekurangan panggung dalam isu Covid-19," ujar Burhanuddin.
Burhanuddin menjelaskan, visibility atau ketampakan Prabowo di depan publik kalah dibanding kepala daerah yang memiliki kebijakan strategis langsung dalam menangani Covid-19. Penyebab yang sama ini pula yang membuat popularitas AHY, Sandiaga, dan Gatot juga turun.
"Karena mereka memang tidak terlalu punya posisi publik untuk berbicara masalah Covid-19. Pak Prabowo memang menteri pertahanan, tapi itu bukan tupoksi Prabowo langsung untuk bicara Covid-19," kata Burhanuddin.
Gubernur Jawa Barat (Jabar) M Ridwan Kamil mengapresiasi hasil survei terhadap dirinya yang menyatakan elektabilitasnya naik di tengah pandemi Covid-19. Dalam survei IPI, Emil adalah kepala daerah yang mengalami kenaikan popularitas dan elektabilitas tertinggi pada saat pandemi Covid-19.
"Jadi, bekerja itu jangan cari pujian. Tujuan atau niatnya bekerja itu jangan berharap ada ada apresiasi. Yang penting kita ini bekerja karena kebutuhan," kata Emil sapaan akrab Ridwan Kamil.
"Hal itulah mengapa Gugus Tugas Jawa Barat selalu pakai ilmu selalu nanya dulu ke ilmuwan, ahli ekonomi, ilmuwan kesehatan, dalam ngitung zona kuning ke zona biru," kata Emil menambahkan.
Emil mengatakan, jika hasil survei menggembirakan, itu berarti hasil tidak membohongi proses. Jika apresiasi terhadap kinerjanya dihubungkan dengan politik, menurut Emil, dirinya tidak bisa menghindari. "Mudah-mudahan itu adalah sebuah hal yang faktual," kata dia.
Bagi Emil, elektabilitas adalah sebuah hal yang bersifat naik-turun dan bukanlah sebuah tujuan karena pihaknya kini hanya konsentrasi menyelamatkan 50 juta warga Jawa Barat dari wabah ini. Pandemi Covid-19 ternyata tidak hanya memengaruhi kehidupan masyarakat secara langsung, baik di bidang kesehatan maupun ekonomi. Ternyata wabah ini mengubah pandangan masyarakat di bidang politik.