REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menerbitkan Surat Edaran nomor 7 Tahun 2020 tentang kriteria dan persyarakatan perjalanan orang dalam masa adaptasi kenormalan baru dalam hadapi Covid-19. Aturan ini merespons pembukaan sektor ekonomi di beberapa wilayah yang tentu berimbas pada peningkatan aktivitas perjalanan orang selama pandemi belum rampung.
Surat edaran ini secara spesifik mengatur pergerakan orang dari satu daerah ke daerah lain berdasarkan batas wilayah administrasi provinsi, kabupaten dan kota, dan kedatangan orang dari luar negeri. Moda transportasi yang digunakan bisa kendaraan pribadi atau transportasi umum darat, perkeretaapian, laut, serta maskapai udara.
Surat edaran ini menetapkan empat kriteria dan syarat dalam melakukan perjalanan. Kriteria paling utama yaitu menerapkan dan mematuhi protokol kesehatan. Langkah yang harus dilakukan yaitu pakai masker, jaga jarak dan cuci tangan.
Sementara itu, salah satu syarat yang perlu diperhatikan pada perjalanan orang dalam negeri yaitu surat keterangan uji tes PCR atau rapid test dengan hasil negatif. Surat keterangan uji tes PCR tersebut berlaku 7 hari terhitung pada saat keberangkatan.
Sedangkan mereka dengan surat keterangan uji rapid test dengan hasil nonreaktif berlaku 3 hari pada saat keberangkatan. Syarat ini diringinkan bagi mereka yang berasal dari daerah yang tidak memiliki fasilitas tes PCR atau rapid test.
"Menunjukkan surat keterangan bebas gejala seperti influensa (influenza-like illness) yang dikeluarkan oleh dokter rumah sakit atau puskesmas bagi daerah yang tidak memiliki fasilitas test PCR atau rapid test," bunyi poin kedua dalam bagian 'Kriteria dan Persyaratan' surat edaran tersebut.
Persyaratan perjalanan orang dalam negeri ini juga dikecualikan untuk perjalanan orang komuter dan perjalanan orang di dalam wilayah atau kawasan aglomerasi. Syarat lain yang harus dipenuhi, pelaku perjalanan harus mengunduh aplikasi 'Peduli Lindungi' pada perangkat ponsel mereka.
Surat edaran ini juga menekankan bahwa pengendalian perjalanan orang dan transportasi umum aman Covid-19 dilakukan atas kerja sama pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, serta otoritas penyelenggara transportasi umum yang dibantu TNI dan Polri.
Di sisi lain, pemerintah dan pemerintah daerah berhak untuk menghentikan atau melakukan pelarangan perjalanan orang atas dasar surat edaran ini dan atau ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dengan berlakunya surat edaran nomor 7 tersebut, Surat Edaran sebelumnya yang bernomor 4 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 dan bernomor 5 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 dicabut dan tidak berlaku.
Surat edaran baru bernomor 7 tahun 2020 ini ditetapkan oleh Ketua Pelaksanan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo pada 6 Juni 2020.
Sebelumnya, Direktur PT Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra berharap prosedur deteksi corona diperbolehkan hanya melalui rapid test, meski banyak yang menilai harus menggunakan metode swab test lewat PCR. Irfan menilai keberadaan mesin PCR secara masif tidak mudah dan berbiaya cukup tinggi.
"Sebenarnya saya tidak mengeluh, hanya berharap (harga) PCR turun, jangan sampai harga tes memastikan sehat lebih mahal daripada (biaya) terbangnya agar tidak terlalu memberatkan penumpang," ujar Irfan saat konferensi video di Jakarta, Jumat (5/6).
Garuda, lanjut Irfan, tetap akan menerapkan prosedur ketat bagi operasional penerbangan saat new normal, antara lain mengosongkan kursi penumpang yang berada di bagian tengah. Selain jaga jarak, Irfan menilai para penumpang akan merasa lebih nyaman dengan adanya jarak tersebut.
"Jadi ke depan, semua orang akan seperti naik Garuda rasa (kelas) bisnis," ucap Irfan.
Kendati begitu, kekosongan kursi penumpang akan berdampak pada sisi keterisian penumpang di pesawat. Irfan khawatir jika hal ini terjadi terlalu lama akan berdampak pada segi pendapatan perusahaan.
"Pilihannya kita akan usul boleh tidak naikkan (tarif pesawat), tentu harga yang tetap bisa diterima, kita semua jadi korban pandemi pasti minta pengertian penumpang. Kita naikan harga semata-semata memastikan kita bisa bertahan hidup sampai situasi lewat," kata Irfan menambahkan.