REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pemerintahan Kota (Pemkot) Bogor mendesak agar Pemerintah DKI Jakarta memberlakukan sistem shifting dan mengatur jam kerja masuk bagi pegawai. Pasalnya, sejak dibukanya aktivitas perkantoran pada Senin (8/6) di DKI Jakarta, penumpang kereta rel listrik (KRL) di Stasiun Bogor kembali meningkat 10 persen menjadi 11 ribu orang.
"Tadi pagi saya menerima banyak laporan dari warga ada penumpukan penumpang di Stasiun, setelah dicek memang ada penambahan sekitar 10 persen penumpang jika dibandingkan kemarin," kata Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto di Stasiun Bogor, Senin (8/6).
Bima menyatakan, penumpang di Stasiun Bogor harus diatur jarak antreannya agar lebih panjang. Sebab, sampai saat ini penandaan jaga jarak di Stasiun Bogor masih sebatas koridor sebelum peron.
Selain itu, dia menyatakan, Pemeritah DKI Jakarta harus mempertimbangkan untuk mengatur jam pegawai kantoran. Sehingga, tak semua pekerja yang berada di Kota Bogor dan sekitarnya berangkat secara berbarengan menggunakan KRL.
"Sebaiknya ada kebijakan semisal dispensasi, supaya pekerja dari Bogor berangkatnya tidak berbarengan, yang dari Bogor bisa dibuat shift, kalau semuanya sama perlakuanya akan seperti ini (menumpuk)," kata Bima.
Bima menyatakan, penambahan penumpang KRL sebanyak 10 persen dari yang mulanya 9.000 penumpang masih dapat dimaklumi. Namun, bila nantinya telah diberlakukan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB), diperkirakan penumpang KRL berpotensi kembali normal.
"Bisa dibayangkan pekan depan diberlakukan normal baru, ketika kantor dibuka akan kembali dengan jumlah penumpang 20 ribu orang, tidak mungkin diatur dan pasti tidak ada jaga jarak," ucap Bima.