Ahad 07 Jun 2020 21:01 WIB

Perludem tak Yakin Pemerintah Segera Penuhi Anggaran Pilkada

Perludem berpandangan sulit menyelenggarakan tahapan pilkada dengan tertib.

Rep: Mimi Kartika / Red: Ratna Puspita
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini
Foto: Republika/Mimi Kartika
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) tak yakin pemerintah segera memenuhi tambahan anggaran Pilkada 2020 melalui anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Padahal, tahapan pemilihan serentak di 270 daerah rencananya akan dimulai kembali pada 15 Juni 2020.

"Saya kurang yakin, ya, mengingat besarnya jumlah penyelenggara kita, dengan sebaran yang sangat luas, dengan mencakup banyak wilayah," ujar Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini kepada Republika, Ahad (7/6).

Baca Juga

Ia mengatakan, anggaran pilkada diperlukan terutama untuk keperluan jangka pendek pengadaan alat pelindung diri (APD) sesuai standar protokol kesehatan penanganan Covid-19 sebelum tahapan pemilihan dimulai. Saat tahapan lanjutan dilaksanakan, penyelenggara pemilu sudah mulai melakukan tahapan yang berinteraksi dengan pemilih.

Misalnya, jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan melakukan verifikasi faktual dukungan calon perseorangan serta penyelenggara pemilu ad hoc melaksanakan pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih. Akan tetapi, anggaran pilkada yang sudah dicairkan pada tahap awal sudah habis digunakan untuk melaksanakan tahapan sebelumnya.

Sementara, anggaran pilkada tahap berikutnya beberapa pemerintah daerah belum melakukan proses pencairan sesuai naskah perjanjian dana hibah (NPHD) yang sudah disepakati. Sedangkan, usulan tambahan anggaran yang diminta penyelenggara pemilu belum dipastikan pemerintah pusat sampai saat ini.

"Melihat anggaran yang di sebagian besar daerah masih berkepastian, maka saya berpandangan sulit bahwa tahapan pilkada kalau dimulai 15 Juni nanti, akan terselenggara dengan tertib sesuai protokol kesehatan penanganan Covid-19," kata Titi. 

Di sisi lain, lanjut Titi, hal ini menjadi tantangan besar bagi jajaran penyelenggara, mengingat saat ini kasus positif Covid-19 masih menunjukkan angka yang tinggi. Bahkan dalam banyak kasus, pasien tidak menunjukkan gejala terinfeksi virus corona. 

Sementara itu, penyelenggara pemilu membutuhkan waktu bukan hanya untuk mendistribusikan anggaran maupun barang/jasa, melainkan mereka juga harus melatih petugas ad hoc. Sehingga para petugas penyelenggara pemilu bisa menguasai protokol kesehatan penanganan Covid-19 yang mesti dipatuhi dalam menyelenggarakan pilkada.

Titi menilai waktu mempersiapkan tahapan pemilihan lanjutan begitu sempit dan tergesa-gesa. Ia tidak meyakini regulasi, anggaran, maupun kapasitas petugas penyelenggara siap memulai pilkada yang sejalan protokol kesehatan penanganan Covid-19.

"Waktunya begitu sempit dan tergesa-gesa. Saya tidak yakin regulasi, anggaran, maupun kapasitas petugas penyelenggara siap untuk memulai pilkada yang sejalan protokol kesehatan penanganan Covid-19," tutur Titi.

Pemungutan suara pilkada serentak akan digelar pada 9 Desember 2020 setelah sebelumnya tahapan pemilihan ditunda akibat pandemi Covid-19. Di saat belum ada kepastian Covid-19 berakhir, pelaksanaan pilkada harus menerapkan protokol Covid-19.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement