Kamis 04 Jun 2020 00:34 WIB

Wacana New Normal Didominasi Sumber Pemerintahan

Pemerintah memang sedang mendorong kebijakan new normal bisa diterima luas.

Petugas memasang batas Physical distancing di kursi Stasiun Kereta Api Bandung, Rabu (3/6). Meski layanan kereta api sudah kembali dibuka khususnya saat Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) atau New Normal, namun para penumpang harus tetap menerapkan prosedur protokol kesehatan
Foto: Edi Yusuf/Republika
Petugas memasang batas Physical distancing di kursi Stasiun Kereta Api Bandung, Rabu (3/6). Meski layanan kereta api sudah kembali dibuka khususnya saat Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) atau New Normal, namun para penumpang harus tetap menerapkan prosedur protokol kesehatan

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Research Centre for Politics and Goverment (PolGov) Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada (UGM) menilai wacana tentang tatanan normal baru masih didominasi oleh sumber atau aktor di lingkup pemerintahan. Penilaian dibuat berdasarkan pemberitaan daring tentang new normal sepanjang bulan Mei.

"Wacana tentang new normal masih sangat terpusat pada pemerintah," kata peneliti PolGov UGM Warih Aji Pamungkas melalui keterangan tertulis di Yogyakarta, Rabu (3/6). Menurut Warih, kesimpulannya itu merupakan salah satu hasil yang terungkap dari penelitian yang dilakukan PolGov Departemen Politik dan Pemerintahan UGM melalui Laboratorium Big Data Analytics.

Baca Juga

Dalam penelitian itu, wacana tatanan normal baru dalam pemberitaan media daring di Indonesia dianalisis pada periode 1-30 Mei 2020. Total pemberitaan media daring yang dianalisis sebanyak 15.011 artikel yang didapat dengan pencarian berita yang mengandung kata new normal, normal baru, kenormalan baru, kewajaran baru, dan kelaziman baru.

Warih menjelaskan dalam pemberitaan tentang tatanan normal baru selama periode penelitian itu, narasi dan aktor-aktor dari pemerintahan cukup dominan. Dalam pemberitaan, empat tokoh yang kerap disebut adalah Presiden RI Joko Widodo (3.334), Anis Baswedan (773), Erick Thohir (605), Ridwan Kamil (502). Sedangkan tiga Instansi yang secara signifikan sering disebut adalah WHO (889) UI (273) dan Bank Indonesia (209).

Temuan itu, menurut dia, tidak mengherankan karena pada fase ini pemerintah sedang mendorong agar kebijakan tatanan normal baru bisa mendapatkan penerimaan publik secara luas. Meski begitu, ternyata wacana alternatif juga mulai muncul yang ditunjukkan dengan pemberitaan dengan perspektif non-pemerintah yang dibawa oleh akademisi dari UI.

Temuan lainnya, lanjut dia, menunjukkan bahwa wacana normal baru memberi penegasan bahwa Covid-19 bukan sekadar persoalan kesehatan. Namun juga menyentuh permasalahan pemerintahan, ketertiban umum, dan ekonomi.

Menurut Warih, ada dua isu yang berhubungan dengan normal baru. Pertama, isu yang dikaitkan dengan pemerintahan dan ketertiban, kedua, isu yang dikaitkan dengan ekonomi.

Lebih lanjut ia menyampaikan dari analisis pemberitaan terlihat bahwa pemerintah memberi penekanan dan prioritas yang relatif lebih kuat pada aspek sosial dan ekonomi dalam tatanan normal baru dibandingkan aspek kesehatan dan hukum. "Ini ditunjukkan dengan tren konsep pemberitaan tentang new normal di periode 1 sampai 30 Mei 2020 yang didominasi aspek sosial, pariwisata, dan ekonomi," kata dia.

Melalui analisis wacana itu, menurut dia, dapat diketahui adanya kecenderungan bahwa pemerintah sedang memperkuat pendekatan keamanan dalam isu publik. "Kondisi ini ditunjukkan dengan analisis pemberitaan dalam periode 1-30 Mei 2020 yang menggambarkan kuatnya pilihan pemerintah untuk menggerakkan lagi roda perekonomian dan penanganan pandemi dengan pendisiplinan yang didukung Polri dan TNI," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement