Senin 01 Jun 2020 23:21 WIB

Desa Wisata Diprediksi Jadi Pilihan Utama Saat New Normal

Jumlah desa wisata setidaknya saat ini lebih dari 1.500 destinasi di Indonesia.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Muhammad Fakhruddin
Desa Wisata Diprediksi Jadi Pilihan Utama Saat New Normal (ilustrasi).
Foto: Antara/Asep Fathulrahman
Desa Wisata Diprediksi Jadi Pilihan Utama Saat New Normal (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pembenahan terhadap sektor pariwisata diharapkan dapat dimulai dari berbagai destinasi desa wisata. Pasalnya, desa wisata diproyeksikan bakal menjadi pilihan utama berwisata bagi para wisatawan lokal di saat wabah virus Covid-19 mulai mereda.

Aktivis pariwisata sekaligus Founder Temannya Wisatawan, Taufan Rahmadi, menuturkan, jika pemerintah ingin agar sektor pariwisata cepat pulih, penerapan protokol kesehatan secara ketat khusus destinasi harus dilakukan.

"Di mana itu dilakukan? di desa wisata karena ini yang akan menjadi pilihan," kata Taufan kepada Republika.co.id, Senin (1/6).

Ia menuturkan, setidaknya terdapat dua alasan pentingnya penerapan protokol kesehatan di desa wisata. Pertama, ketika Covid-19 sudah mulai mereda, wisatawan akan memiliki kecenderungan untuk mencari tempat wisata yang tidak jauh dari rumahnya.

Kedua, ketika Covid-19 dianggap sudah hilang, baru wisatawan itu akan mencari tempat yang lebih jauh dan dijangkau dengan pesawat atau moda transportasi lainnya.

Kaitannya dengan desa wisata, Taufan menjelaskan, jumlah desa wisata setidaknya saat ini lebih dari 1.500 destinasi di seluruh Indonesia. Desa wisata tentunya akan menjadi pilihan bagi masyarakat lokal yang ingin berwisata jarak dekat.

"Jadi, saat pandemi ini mulai mereda, wisatawan lokal yang paling bisa dan memungkinkan berwisata, maka dia akan mencari tempat yang dekat. Desa wisata bisa di tengah sawah, tepi pantai, atau di sentra kerajinan tangan," ujarnya.

Ia berpendapat, jika protokol kesehatan berhasil diterapkan dan dipatuhi semua pihak, hal itu akan bermanfaat bagi keberlangsungan desa wisata. Sebab akan terlatih untuk memperbaiki sarana dan pelayanan, terutama yang berkaitan dengan kebersihan dan kesehatan.

"Saya menyarankan kepada Kemenparekraf untuk fokus pada protokol destinasi desa wisata. Ini akan menjadi proses latihan bagi pemerintah daerah dan pusat," kata Taufan.

Namun, ia menggarisbawahi mengenai proses pemilihan destinasi yang akan dipilih untuk kembali dibuka dengan protokol kesehatan era normal baru. Taufan menilai pemerintah harus membuat indeks destinasi normal baru secara tegas dan jelas.

Tanpa indeks yang jelas, pemilihan destinasi yang bisa dikunjungi dengan protokol kesehatan akan tidak transparan dan dipenuhi konflik kepentingan. Ketegasan pemerintah terhadap destinasi terkait harus dilakukan demi menjamin keselamatan pengunjung.

"Jangan masukkan pertimbangan-pertimbangan politik atau pencitraan. Kalau mau dibuka, harus penuhi indeksnya, parameter harus jelas. Baru bisa disimulasikan," ujar dia.

Taufan pun menyampaikan bahwa persiapan bagi destinasi-destinasi wisata perlu disiapkan sejak dini. Ia menjabarkan, dari hasil survei US Travel Association, terkait ketidakpastian pandemi Covid-19, sebanyak 79 persen wisatawan akan mengubah rencana perjalanan dalam enam bulan mendatang.

Selanjutnya, 48 persen akan membatalkan perjalanan, 44 persen mengurangi perjalanan, 25 persen akan mengubah destinasi yang lebih mudah dijangkau, serta 12 persen akan mengganti perjalanan internasional ke domestik.

Sementara terkait Covid-19 sebagai faktor utama penentu keputusan dalam berwisata, 55 persen koresponden menilai pandemi mempengaruhi wisatawan menentukan keputusan liburan dalam enam bulan ke depan. Dengan kata lain, masih ada keinginan untuk bepergian dan itu angka yang cukup tinggi.

Ia menambahkan, terkait mayoritas harapan wisatawan untuk bisa normal kembali, mayoritas menyadari bahwa kebiasaan normal seperti sebelum pandemi Covid-19 tidak bisa dirasakan lagi. Oleh karena itu, 47 persen menjawab akan kembali berlibur dengan ekstra hati-hati.

Selanjutnya, 40 persen akan menguji destinasi yang akan dituju terlebih dahulu, dan 13 persen tidak merasa ragu untuk berlibur tanpa syarat.

"Nah ini menarik, jadi ada pandemi atau tidak, dia tidak peduli. Oleh karena itu, parameter dan indeks kesiapan suatu destinasi harus ditentukan dengan tegas, jadi bukan hanya soal cepat-cepat buka destinasi," kata dia.

Juru Bicara Satgas Covid-19 Sektor Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Ari Juliano Gema, menuturkan, saat ini protokol kebersihan, kesehatan, dan keamanan untuk destinasi masih dalam tahap harmonisasi. Protokol itu nantinya akan diterapkan di daerah yang sudah siap untuk membuka kembali aktivitas ekonominya.

Namun, kesiapan itu harus dibuktikan dengan data dan fakta di lapangan salah satunya laju penurunan jumlah positif Covid-19 secara terus menerus. Jika itu tercapai, maka daerah tersebut ditetapkan sebagai zona hijau oleh Gugus Tugas Nasional.

"Saat ini, Gugus Tugas telah menetapkan 102 wilayah yang dinyatakan sebagai zona hijau. Nantinya ada tahapan sebelum wilayah itu membuka kembali zona ekonominya dan tetap wajib menerapkan protokol kesehatan," kata Ari kepada Republika.co.id.

Soal pengawasan penerapan di lapangan nantinya, Ari mengatakan apara dinas pariwisata dan pemda setempat yang harus berperan langsung. Kemenparekraf sebagai pemerintah pusat hanya melakukan pendampingan terhadap protokol kesehatan bagi destinasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement