REPUBLIKA.CO.ID,SERANG -- Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut gelombang tinggi mencapai 2,5 hingga 4 meter saat ini sedang terjadi di laut Lampung Selatan hingga Nusa Tenggara Tengah (NTT). Hal ini yang diperkirakan juga menyebabkan kejadian banjir rob di beberapa daerah seperti di Pandeglang, Banten.
Kepala Balai Besar MKG Wilayah II Hendro Nugroho meminta masyarakat di pesisir, nelayan dan aktivitas pelayaran untuk waspada terhadap kondisi ini. Menurutnya, di beberapa wilayah bahkan sempat mencatatkan gelombang air laut hingga ketinggan enam meter.
"Gelombang ini karena adanya perbedaan tekanan, tekanan tinggi dari Selatan Australia dan tekanan rendah di Asia. Jadi selama tiga hari ke depan tinggi gelombang dari Barat Lampung, Selatan Selat Sunda atau Selatan Banten untuk waspada, untuk nelayan kalau bisa jangan melaut dulu," jelas Hendro Nugroho, Senin (1/6).
Hendro menyebut kecepatan angin di laut akibat kondisi ini mencapai 15 knot yang bisa membahayakan aktivitas pelayaran. "Harus diperhatikan keselamatan nelayan, kecepatan angin sampai 15 knot, jadi untuk kapal tingkang, kapal ferry kami mohon untuk waspada atas tinggi gelombang ini," ungkapnya.
Menurutnya, kondisi gelombang ini merupakan siklus yang hampir setiap tahun terjadi namun tetap harus diperhatikan dampaknya. Untuk itu, ia meminta masyarakat di terlebih di pesisir dan nelayan untuk terus memantau informasi BMKG terkait gelombang laut.
"Kondisi gelombang ini memang hampir setiap tahun terjadi, tapi bukan karena peralihan musim yang terjadi sekarang. Kami akan tetap rilis informasi cuaca kepada masyarakat sebagai teferensi peringatan dini bagi warga pesisir, pengguna kapal yang paling beresiko atas gelimbang ini," ungkapnya.
Sementara Ketua Tagana Pandeglang Ade Mulyana menyebut wilayahnya dalam dua pekan terakhir khususnya warga di pesisir terdampak banjir rob akibat gelombang tinggi ini. Permukiman warga di Kampung Muara Dua, Desa Cikiruh Wetan, Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang, Banten terkena banjir rob selama dua hari pada Rabu (27/5) lalu.
"Kemarin memang terkena banjir rob, tapi baru ketinggian dua puluh sentimeter tapi nggak sampai merendam rumahnya karena hanya sekitar dua puluh sentimeter lah. Sekarang kondisi tapi sudah baik, sudah surut," ungkapnya.
Ade menyebut masyarakat baru-baru ini bahkan membuat tanggul penahan air darurat yang dibuat dari tumpukan karung pasir. Masyarakat Desa Cikiruh disebutnya melakuakan kegiatan tersebut secara swadaya untuk meredam banjir rob lanjutan.
"Warga kemarin buat secara swadaya untuk menahan banjir pakai tumpukan karung pasir. Ini untuk meredam sementara saja," jelasnya.
Ade menyebut pihaknya hingga kini masih memantau keadaan daerah tersebut dan akan terus memantau informasi cuaca BMKG untuk peringatan dini. "Kita akan terus memantau, sampai sekarang juga Tagana Cikeusik masih memantau keadaannya untuk membantu warga," katanya.
Sementara Tokoh masyarakat Nelayan Cikeusik, Carno mengungkapkan banjir rob seperti sekarang ini merupakan bencana yang rutin terjadi setiap lima tahun. Namun bencana banjir rob saat ini cukup tidak terduga mengingat siklusnya baru dirasakan empat tahun.
“Memang musiman yah banjir rob ini. Biasanya 5 tahun sekali, tapi ini baru 4 tahun sudah banjir rob lagi. Alhamdulillah belum pernah ada korban setiap banjir juga, tapi kita khawatir aja karena air itu sering merendam ke permukiman kita bahkan pernah sampai ke kantor polsek yang di depan juga,” ujarnya.
Menurut Carno, jumlah karung pasir yang sudah digunakan dan ditumouk saat ini masih belum cukup untuk meredam terjangan banjir rob. Ia mengatakan baru ada 4.000 karung oasir yang sudah ditumpuk oleh masyarakat padahal kebutuhan idealnya adalah 15 ribu.
"Maksimal harus 15 ribu karung, bisa aman. Yang awalnya kita hanya diberikan 2.000 karung ini semua inisiatif masyarakat saja total sekarang ada 4.000 karung,” katanya.