Ahad 31 May 2020 23:21 WIB

Ini Tantangan Pekerja Notaris di Era New Normal

Pada masa pandemi Covid-19 ini, pekerjaan notaris banyak menggunakan teknologi

Notaris/ilustrasi
Foto: snapnotary.com
Notaris/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Memasuki era 'New Normal' menjadi tantangan tersendiri bagi para pekerja notaris. Selain perlu adaptasi, dukungan regulasi dari pemerintah juga sangat dibutuhkan.

Hal terebut disampaikan Otty H.C. Ubayani, ketua umum Yayasan Komunitas Cendikiawan Hukum Indonesia (YKCHI) dan Ikatan Alumni Notariat (Ikanot) Universitas Diponegoro dalam diskusi virtual bertajuk 'Menghindari Jerat Hukum Dalam Keadaan New Normal' di Jakarta.

Pada masa pandemi Covid-19 ini, kata Otty, pekerjaan notaris banyak menggunakan teknologi. Untuk itu, dibutuhkan payung hukum agar tidak menjerat di kemudian hari. "Jika tidak ada aturan jelas, dikhawatirkan notaris bisa terjerat kasus hukum. Padahal, sebagai pejabat umum, notaris harus dilindungi oleh aturan hukum," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Ahad (31/5).

Menurut Prof Gayus Lumbuun, salah satu bentuk penyesuaian yang signifikan dalam praktek pelayanan jasa notaris adalah pengakuan pengurusan dokumen secara elektronik, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UU No 11 Tahun 2008, yang menyatakan bahwa informasi eletronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.

Penyesuaian lain yang perlu dilakukan di era 'New Normal" adalah suatu kegiatan yang tidak harus hadir secara fisik. "Kemajuan teknologi memungkinan pengurusan dokumen tidak harus menghadap secara fisik kepada notaris. Sehingga walaupun berjarak jauh  namun dapat dijamin keaslian orangnya atau merupakan suatu keadaan yang nyata atau virtual," kata Gayus.

Narasumber lain, Udin Narsudin Praktisi Notaris/PPAT menguraikan aplikasi cyber notary di era digital yakni memanfaatkan kemajuan teknologi bagi para notaris dalam menjalankan tugas-tugasnya sehari-hari, seperti digitalisasi dokumen, penanda-tanganan akta secara eletronik, pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham secara teleconference, dan hal-hal lain yang sejenis.

"Pada dasarnya konsep cyber notary tersebut sudah pernah di perkenalkan pada tahun 1995. Namun, berhubung belum adanya fasilitasi berupa UU yang mengatur mengenai cyber notary, maka konsep cyber notary dimaksud menjadi hanya sebatas konsep saja, sehingga dalam konteks era digital 4.0 sekarang ini masih belum tersambung," jelasnya.

Pada prinsipnya, lanjut Udin, konsep cyber notary ditujukan untuk memudahkan transaksi antara para pihak yang tinggalnya berjauhan, sehingga jarak bukan menjadi masalah lagi.

Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Alumni Undip, Maryono, berharap hadirnya diskusi ini bisa melahirkan kajian dan rekomendasi penting untuk disampaikan ke pemerintah dan DPR.

"Kami berharap pemerintah bisa memberi perhatian kepada pekerjaan notaris yang selama ini telah mendukung baik dalam pembuatan akta maupun mendorong pemasukan pajak," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement