Kamis 28 May 2020 15:30 WIB

Mantan Pimpinan KPK Nilai Pilkada saat Pandemi Rawan

Penyelenggaraan pilkada di tengah pandemi virus Covid-19 rawan konflik kepentingan.

Rep: Nawir Arsyaf Akbar/ Red: Ratna Puspita
Mantan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif
Foto: Republika TV/Muhamad Rifani Wibisono
Mantan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengkritisi pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang digelar 9 Desember mendatang. Menurutnya, penyelenggaraannya di tengah pandemi virus Covid-19 rawan.

Konflik kepentingan dinilainya akan muncul jelang pemilihan nanti. Salah satunya dari para calon kepala daerah pejawat yang memanfaatkan proses penyaluran bantuan.

Baca Juga

"Banyak bantuan datang dibungkus dengan nama incumbent. Itu sebenarnya bukan lagi wacana, tapi itu kampanye sudah terjadi dengan dana bantuan Covid-19 yang sedang berjalan," ujar Laode dalam diskusi daring, Kamis (28/5).

Ia juga mengkhawatirkan kualitas Pilkada 2020 di tengah pandemi Covid-19. Sebab, ada sejumlah tahapan yang akan diubah dengan menyesuaikan situasi pandemi saat ini.

"Peserta pemilu juga patut diperhatikan mengingat situasi pandemi Covid-19 saat ini," ujar pria yang kini Direktur Eksekutif Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan (Kemitraan).

Ketua NETFID Indonesia Dahlia Umar menilai pandemi akan dimanfaatkan oleh pejawat untuk mengambil suara masyarakat, lewat penyaluran bantuan. Jika praktik tersebut terjadi, pelaksanaan Pilkada serentak berpotensi mencederai demokrasi, bahkan melanggar prinsip keadilan dalam kontestasi.

"Jadi seluruh pengambilan kebijakan, seluruh penyaluran bansos itu bisa saja menjadi alat kampanye terselubung para calon incumbent yang itu lagi-lagi mencederai aspek keadilan dalam kontestasi atau persaingan yang sehat," ujar Dahlia.

Selain itu, pandemi juga menyulitkan calon kepla daerah lainnya untuk memperkenalkan dirinya ke masyarakat. Sebab, pelibatan massa dalam jumlah besar akan dilarang selama kampanye nanti.

"Sebenarnya mungkin mereka belum dikenal tapi mereka butuh mengenalkan diri di tahapan pencalonan. Ini yang menurut saya melanggar asas keadilian dan kontestasi atau persaingan yang sehat," ujar Dahlia.

Diketahui dalam rapat kerja tersebut, Komisi II, KPU, dan Kemendagri juga setuju bahwa Pilkada 2020 tetap digelar pada 9 Desember 2020. Hal tersebut dipertimbangkan karena Gugus Tugas Penanganan Covid-19 sudah setuju melalui Surat Ketua Gugus Tugas Nomor: B 196/KA GUGAS/PD.01.02/05/2020.

Mereka setuju bahwa tahapannya dapat dilanjutkan mulai 15 Juni mendatang. "Tahapan lanjutanya dimulai pada 15 Juni 2020, dengan syarat bahwa seluruh tahapan Pilkada harus dilakukan sesuai dengan protokol kesehatan," ujar Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tanjung. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement