Rabu 27 May 2020 22:44 WIB

Warga Merespons Periode Akhir PSBB Jakarta

Ada plus dan minus dari akhir PSBB Jakarta pada 4 Juni mendatang.

Rep: Puti Almas, Dessy Suciati Saputri/ Red: Andri Saubani
Seorang warga melintas di dekat pertokoan yang tutup di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Senin (25/5). Hari kedua Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriyah dan masih berlakunya masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) membuat Pasar Tanah Abang sepi dari aktivitas perdagangan
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Seorang warga melintas di dekat pertokoan yang tutup di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Senin (25/5). Hari kedua Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriyah dan masih berlakunya masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) membuat Pasar Tanah Abang sepi dari aktivitas perdagangan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pencabutan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Indonesia telah membuat banyak pihak memberikan respons, baik positif maupun negatif. Ragam respons muncul karena pandemi corona jenis baru (Covid-19) yang belum berakhir dan risiko wabah tetap mengancam.

Pemerintah menyatakan, bahwa masyarakat harus bersiap untuk kehidupan normal yang baru atau new normal. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa kehidupan saat ini pasti berubah untuk mengatasi risiko wabah.

Baca Juga

Dalam skema new normal terdapat lima fase tahapan yang akan dijalankan untuk pemulihan ekonomi. Tak hanya membuat setiap orang akan kembali bekerja seperti semula, ini mencakup juga mencakup kegiatan belajar mengajar, sehingga para siswa dari berbagai tingkat pendidikan, termasuk mahasiswa tak lagi harus beraktivitas dari rumah.

Ade Ramos Ferdinand, salah satu karyawan BUMN di Jakarta mengatakan ada plus dan minus dari rencana pencabutan PSBB Jakarta pada 4 Juni mendatang. Dari sisi plus atau positif, roda perekonomian dapat kembali berjalan setelah terkena dampak penurunan secara signifikan selama aturan pembatasan diberlakukan untuk mengendalikan penyebaran wabah Covid-19.

Namun, dari sisi minus atau negatif, Ade mengatakan ada risiko tinggi bahwa angka kasus Covid-19 kembali meningkat. Terlebih, hingga saat ini belum terlihat penurunan infeksi virus secara signifikan.

“Tapi kalau enggak mulai dibuka juga, mau kapan lagi, toh kesadaran individu masyarakat sangat rendah, bisa dilihat dalam beberapa minggu ini, pasar masih ramai, bahkan tarawih pun masih diadakan di beberapa masjid atau mushola. Khawatir malah ada bencana lain lagi, toh juga vaksin (Covid-19) belum tahu kapan ditemukan,” ujar Ade kepada Republika, Selasa (26/5).

Menurut Ade, pemerintah pusat maupun daerah harus menyiapkan instrumentasi ketat untuk pengawasan setelah PSBB dicabut, termasuk ketentuan tentang hukuman, tidak seperti selama ini. Ia mengatakan diperlukan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas.

“Syarat-syarat minimum pengawasannya, ya bisalah dilakukan inspeksi atau pengawasan keliling-keliling, dilibatkan dari RT, RW, dan kalau buat instansi dan perusahaan harus dilakukan inspeksi dari pemerintah daerah atau Kementerian Kesehatan (Kemenkes),” jelas Ade.

Terkait adanya surat keterangan rapid test yang rencananya diwajibkan untuk dimiliki setiap orang jika akan bepergian, Ade mengaku tidak keberatan untuk memilikinya, meski hanya berlaku untuk tiga hari. Ia mengatakan jika hal ini memberi dampak positif untuk mengendalikan Covid-19, maka tidak ada masalah bagi banyak orang.

“Kalau sebulan ada progress yang baik, baru deh bisa dicabut ketentuan  itu. Jadi, memang saat ini harus ada evaluasi yang sering, jangan sampai kelewatan,” kata Ade.

Sementara itu, Vivin Anggraini yang merupakan mahasiswa di salah satu universitas di Jakarta menanggapi dengan positif rencana pencabutan PSBB. Ia yang telah menjalani kegiatan perkuliahan secara daring selama dua bulan terakhir menilai bahwa hal itu kurang efektif untuk dilakukan.

Meski merasa cukup khawatir dengan situasi pandemi yang belum berakhir, terlebih dengan jarak antara rumah dan kampus yang cukup jauh, Vivin tetap lebih memilh agar kegiatan belajar mengajar kembali berjalan normal. Namun, apa yang diperlukan adalah aturan agar mahasiswa tetap menjaga jarak sosial dan hal-hal yang diperlukan lainnya untuk terus mencegah penyebaran virus corona jenis baru.

“Memang harus dosen langsung beri arahan, jadi setuju perkuliahan seperti biasa lagi,  tapi dengan catatan nih kampus memberlakukan aturan biar mahasswa enggak kumpul-kumpul, tetap dijaga pembatasan sosial, jadi ke kampus ya buat belajar,” jelas Vivin.

Sementara, menanggapi adanya surat rapid tes bagi setiap orang yang bepergian, Vivin menilai langkah ini cukup baik untuk menahan penyebaran virus. Hanya saja, ia menekankan agar proses mendapatkan surat untuk tidak bertele-tele atau rumit.

“Diperketat juga keamanannya agar jangan sampai ada oknum yang menjadikan ini kesempatan jual surat palsu,” jelas Vivin.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebelumnya, menyampaikan, masa akhir pelaksanaan PSBB Jakarta tak ditentukan oleh pemerintah maupun para ahli. Namun, hal tersebut ditentukan oleh perilaku disiplin masyarakat terhadap aturan yang diterapkan.

“Jadi yang menentukan PSBB ini diperpanjang atau tidak itu sebenarnya bukan pemerintah, bukan para ahli. Yang menentukan adalah perilaku seluruh masyarakat di seluruh PSBB,” ujar Anies saat konferensi pers usai mendampingi Presiden Jokowi meninjau kesiapan penerapan prosedur standar new normal di stasiun MRT Bundaran Hotel Indonesia, Selasa (26/5).

Anies mengatakan, jika masyarakat taat pada aturan PSBB, maka PSBB akan berakhir. Begitu juga sebaliknya, jika masyarakat tidak mematuhi protokol kesehatan, maka PSBB pun dapat diperpanjang kembali. 

Ia menekankan, masyarakat harus disiplin dan taat menjalankan pembatasan sosial. Sehingga dapat menekan penyebaran virus corona lebih luas. Berbagai pertemuan yang melibatkan kerumunan pun juga harus dikurangi, bahkan ditiadakan seperti pertemuan sosial, ekonomi, budaya, dan juga keagamaan.

 

Anies menyebut, dalam dua pekan terakhir ini merupakan penentuan apakah PSBB akan diperpanjang atau dihentikan di DKI Jakarta. Masa perpanjangan PSBB pun juga ditentukan oleh jumlah kasus epidemiologi yang ada.

“Kami berkepentingan untuk semua masyarakat mentaati secara disiplin sehingga pada saat siklus 14 hari terakhir perpanjangan PSBB itu tidak perlu diperpanjang. Karena PSBB Jakarta berakhir tanggal 4,” kata dia.

photo
Risiko kematian anak saat pandemi Covid-19 - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement