Selasa 26 May 2020 16:34 WIB

Fenomena Hawa Panas Sejak Lebaran, BMKG: Sudah Musim Kemarau

Masuki Musim Kemarau, BMKG mencatat suhu udara capai 34-36 derajat celcius

Rep: Mimi Kartika/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Warga meminum air saat cuaca panas. Sejumlah daerah mengalami fenomena udara panas dalam beberapa hari terakhir bahkan suhu maksimum tercatat 34-36 derajat Celcius, untuk itu Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat tidak panik dan tetap menghidrasi tubuh.
Foto: Thoudy Badai
Warga meminum air saat cuaca panas. Sejumlah daerah mengalami fenomena udara panas dalam beberapa hari terakhir bahkan suhu maksimum tercatat 34-36 derajat Celcius, untuk itu Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat tidak panik dan tetap menghidrasi tubuh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah daerah mengalami fenomena udara panas dalam beberapa hari terakhir bahkan suhu maksimum tercatat 34-36 derajat Celcius, untuk itu Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat tidak panik dan tetap menghidrasi tubuh.

"Fenomena udara gerah sebenarnya fenomena biasa pada saat memasuki musim kemarau," kata Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (26/5).

Laporan pencatatan meteorologis suhu maksimum udara (umumnya terjadi pada siang atau tengah hari) di Indonesia dalam lima hari terakhir ini berada dalam kisaran 34-36 derajat Celcius.

Beberapa kali suhu udara 36 derajat Celcius tercatat terjadi di Sentani, Papua. Di Jabodetabek, pantauan suhu maksimum tertinggi terjadi di Bandara Soekarno-Hatta dan Kemayoran yang mencapai 35 derajat Celcius, Tanjung Priok 34,8 derajat Celcius dan Ciputat 34,7 derajat Celcius.

Demikian juga wilayah lain di Jawa, siang hari di Tanjung Perak suhu udara terukur 35 derajat Celcius. Wilayah perkotaan terutama di kota besar umumnya memiliki suhu udara yang lebih panas dibandingkan bukan wilayah perkotaan.

Sementara itu catatan kelembaban udara menunjukkan sebagian besar wilayah Indonesia berada pada kisaran 80-100 persen, yang termasuk berkelembapan tinggi.

Herizal menjelaskan kondisi gerah secara meteorologis disebabkan suhu udara yang panas disertai dengan kelembaban udara yang tinggi. Kelembapan udara yang tinggi menyatakan jumlah uap air yang terkandung pada udara.

Semakin banyak uap air yang dikandung dalam udara, maka akan semakin lembab udara tersebut dan apabila suhu meningkat akibat pemanasan matahari langsung karena berkurangnya tutupan awan, kondisi akan lebih terasa gerah.

Wilayah Jabodetabek, periode April-Mei adalah bulan-bulan di mana suhu udara secara statistik berdasarkan data historis memang cukup tinggi, selain periode Oktober-November.

Pada musim kemarau suhu udara maksimum di Jakarta umumnya berada pada rentang 32-36 derajat Celcius. Udara panas gerah juga lebih terasa bila hari menjelang hujan, karena udara lembab melepas panas laten dan panas sensibel yang menambah panasnya udara akibat pemanasan permukaan oleh radiasi matahari.

Perkembangan musim kemarau hingga Pertengahan Mei 2020 menunjukkan bahwa sebanyak 35 persen wilayah Zona Musim (ZOM) sudah memasuki musim kemarau, di antaranya sebagian besar wilayah di NTT dan NTB, sebagian Jawa Timur bagian selatan, sebagian Jawa Tengah bagian utara dan timur, sebagian Jawa Barat bagian utara dan timur serta Bekasi bagian utara, Jakarta bagian utara, dan sebagian daerah Papua dan Maluku.

Karena itu masyarakat diimbau tidak panik dengan suasana gerah yang terjadi, tetapi tetap perlu menjaga kesehatan dan stamina sehingga tidak terjadi dehidrasi dan iritasi kulit.

"Banyak minum dan makan buah segar sangat dianjurkan, termasuk memakai tabir surya sehingga tidak terpapar langsung sinar matahari yang berlebih dan lebih banyak berdiam di rumah pada saat pemberlakuan PSBB," kata Herizal.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement