REPUBLIKA.CO.ID, Ada yang berbeda dengan perayaan Idul Fitri tahun 2020 ini dibanding tahun-tahun sebelumnya. Biasanya menjelang Idul Fitri, suasana jalanan padat merayap karena mudik. Toko perbelanjaan pun di mana-mana buka dan selalu dipadati pengunjung yang berbelanja untuk keperluan merayakan Idul Fitri yang dinanti-nanti, termasuk baju baru.
Tak hanya itu, pada tahun-tahun lalu, masyarakat menggemakan sorak-sorai kemenangan di mana-mana selepas menjalani puasa. Jalanan penuh dengan semarak Idul Fitri. Takbir bergema di jalan-jalan. Bahkan, pada malam perayaan kemenangan setelah berpuasa satu bulan, ada arak-arakan, konvoi di jalanan, takbir bersahut-sahutan. Semua merayakan malam takbiran dengan penuh sorak kegirangan.
Namun, pada Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriyah tahun 2020 ini kesan dan suasana tersebut tidak sepenuhnya tercipta. Orang-orang tidak turun berkerumun di jalanan mengumandangkan sorak-sorai kemenangan dan merayakan malam takbiran dengan konvoi. Hal itu disebabkan pandemi Covid-19.
Di tengah pandemi ini, mobilitas orang dan barang terbatas demi mencegah bertambahnya kasus terinfeksi Covid-19. Covid-19 adalah suatu penyakit yang disebabkan virus SARS-CoV-2. Virus ini menyebar dengan masif dan cepat, sementara belum ada vaksin dan obatnya hingga sekarang. Untuk mencegah terjadinya penyebaran Covid-19, masyarakat dilarang berkerumun. Pemerintah juga melarang warga untuk mudik.
Pada tahun-tahun sebelumnya, umat Islam melakukan sholat Idul Fitri bersama-sama di masjid, bahkan sampai ke jalanan. Namun, kali ini beda adanya. Pemerintah dan lembaga keagamaan telah mengimbau masyarakat untuk sholat Idul Fitri di rumah masing-masing untuk menghindari kerumunan. Di mana ada banyak orang membentuk kerumunan atau keramaian, di situ juga ada potensi penularan Covid-19.
Meskipun demikian, masih ada warga yang menyelenggarakan sholat Idul Fitri berjamaah di sejumlah tempat, tetapi dalam jumlah yang terbatas karena jaga jarak harus tetap dilakukan. Di Kelurahan Paseban, Jakarta Pusat, terdapat sejumlah warga melakukan sholat Idul Fitri 1 Syawal 1441 Hijriyah bersama, tetapi dengan mematuhi protokol Covid-19 di antaranya sholat berjarak, jamaah memakai masker, tidak bersalam-salaman, tidak berkerumun, serta membawa koran dan sajadah masing-masing.
Namun, sholat bersama itu hanya bisa dilakukan segelintir orang, sementara sebagian besar masyarakat melakukan sholat Idul Fitri di rumah masing-masing. Syahrul, seorang warga di Kelurahan Paseban, Jakarta Pusat, yang biasa berjualan air galon kemasan dan gas elpiji 3 kg melakukan sholat Idul Fitri bersama keluarga di rumah. Awalnya dia merasa sholat kurang afdal karena tidak bisa sholat berjamaah di masjid.
Namun, dia memahami lebih baik tidak melakukan hal yang lebih banyak mudarat daripada manfaatnya. Oleh karena itu, dia mengajak bersama istri dan anak melakukan sholat Idul Fitri di rumah demi kemaslahatan banyak orang. Hal itu juga dilakukan sesuai dengan tuntunan ajaran agama dan arahan pemerintah. "Lebih baik menghindari tindakan yang membahayakan kaum," ujar Syahrul.
Memang tidak ada seorang pun yang menghendaki berada dalam kondisi seperti ini dalam perayaan Idul Fitri. Meski ingin sekali berkumpul bersama, semua orang harus menahan diri agar tidak menambah jumlah yang terinfeksi Covid-19. Syahrul menuturkan, bagaimanapun keadaan saat ini harus tetap bersyukur agar hati terasa lapang dan ada damai. Dia mengatakan, semua pasti berdoa dan berharap agar pandemi ini cepat berakhir.
Begitu juga Dina yang biasanya pulang ke Jawa Tengah untuk berkumpul bersama keluarga pada Hari Raya Idul Fitri. Namun, tahun ini dia memilih untuk tidak mudik. Dina yang bekerja di salah satu rumah sakit swasta Jakarta Pusat menuturkan, memang berat Lebaran tahun ini karena tidak bisa merayakannya bersama keluarga. Tidak bisa pula sholat Idul Fitri bersama.
Bagi Dina, kondisi ini memang tak terelakkan. Tidak ada pilihan lain selain merayakan Idul Fitri sendiri di daerah rantau dan jauh dari sanak keluarga. Dia memahami jika memaksakan diri mudik, potensi penularan Covid-19 bisa terjadi selama perjalanan. Yang paling dia khawatirkan adalah membawa penyakit ke rumah dan akhirnya menularkan ke keluarga ataupun orang-orang di sekitarnya.
Dia harus menahan keinginan untuk mudik demi melindungi orang-orang yang dikasihi di kampung halaman. "Yang penting semua sehat," tutur Dina.
Dina mengapresiasi mereka yang tidak mudik sehingga merayakan Idul Fitri jauh dari sanak keluarga demi membantu mengatasi pandemik Covid-19 di Tanah Air. Meski jauh dari keluarga tercinta, Dina tetap dapat bersilaturahim dengan mereka secara virtual. Sejak pagi, Dina sudah mengobrol dengan keluarga dan orang-orang terdekatnya lewat online atau dalam jaringan. Dia berharap wabah Covid-19 segera berlalu sehingga keadaan bisa kembali normal dan bisa berkumpul bersama keluarga.
Selain sholat Idul Fitri, biasanya orang-orang akan berkunjung ke rumah sanak saudara dan orang-orang terdekat untuk bersilaturahim dan bertatap muka langsung. Namun, dengan kondisi yang tidak memungkinkan sekarang ini, mereka terpaksa tidak bisa mengunjungi rumah sanak saudara yang jauh.
Sementara itu, bagi yang tinggal dalam satu kompleks atau gang, mereka bersilaturahim dengan tetangganya dan saling memohon maaf lahir dan batin. Meski mereka secara fisik tidak dapat berkumpul, tali silaturahim tetap terjaga. Warga tetap bisa berkomunikasi, bercanda tawa, serta menyampaikan kerinduan secara daring.
Lebaran kali ini diisi dengan silaturahim virtual dengan sanak saudara yang jauh di sana. Meski mereka terpisah secara fisik, tetap terasa dekat di hati. Pada saat-saat seperti ini, semua orang makin terhubung dalam koneksi daring. Lewat virtual, mereka saling mengucapkan selamat Idul Fitri, menyampaikan harapan dan doa pada hari yang penuh kemenangan ini. Berkah pada hari yang fitri kiranya melingkupi seluruh umat manusia di bumi.
Satu doa yang seluruh masyarakat Indonesia panjatkan adalah segera teratasinya badai Covid-19 ini agar bisa kembali hidup normal, berinteraksi sosial, dan melakukan aktivitas ekonomi seperti dulu.