REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kota Surabaya, Jatim, mengharapkan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1441 Hijriah menjadi momen semangat gotong royong untuk menghadapi pandemi Covid-19
"Kami mengajak warga Surabaya untuk menyambut Hari Raya Idul Fitri tahun ini dengan penuh syukur. Serta, menguatkan semangat gotong royong untuk menghadapi pandemi Covid-19," kata Ketua DPC PDIP Surabaya Adi Sutarwijono, Sabtu (23/5).
Selain itu, Adi yang juga ketua DPRD Kota Surabaya ini juga mengajak warga Surabaya untuk tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah di tengah situasi pandemi Covid-19.
Menurut Adi, Hari Raya Idul Fitri tahun ini dirayakan dengan cara berbeda dibanding tahun lalu. Hal ini dikarenakan di tengah imbauan agar warga tetap di rumah, tidak menggelar halalbihalal yang mengumpulkan banyak orang, dan tidak pulang kampung atau berpergian ke luar kota.
"Kita bersilaturahim dan saling memaafkan dengan tidak saling berjumpa fisik dan tidak bersalaman. Dengan memanfaatkan teknologi komunikasi, kita saling bermaaf-maafan. Kita tidak bersalaman, tapi hati pasti saling memaafkan. Kita perkuat tali silaturahmi dengan cara yang lain," kata Adi.
Adi menambahkan Lebaran tahun ini juga diharapkan bisa memperkuat gotong royong nasional dalam balutan silaturahmi antarwarga. Silaturahmi untuk memperkuat kohesivitas sosial harus diwujudkan dalam kerja gotong royong agar Surabaya dan Indonesia bisa melewati masa pandemi ini dengan baik.
"Kita bergotong royong dan ambil tanggung jawab sesuai bidang masing-masing. Termasuk warga bisa ambil tanggung jawab dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan, mulai cuci tangan pakai sabun, memakai masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan orang, mengonsumsi gizi seimbang dan rajin olahraga," ujarnya.
Adi kemudian menyinggung sejarah halalbihalal yang diperkenalkan oleh Presiden RI Soekarno dan salah satu pendiri Ormas Islam Nahdlatul Ulama (NU) K.H. Wahab Chasbullah. Bung Karno saat itu meminta pendapat Kiai Wahab terkait situasi bangsa ketika itu, di awal kemerdekaan, yang penuh gejolak. Antar-elemen ketika itu terpecah sehingga oleh Bung Karno momentum Lebaran digunakan untuk membangun persaudaraan nasional.
"Maka muncullah istilah halalbihalal, saling memaafkan dan saling menghalalkan. Maka dalam konteks saat ini, Lebaran menjadi tradisi yang menyatukan. Kita saling memaafkan, lupakan semua perbedaan, dan kita perkuat kerja-kerja untuk menangani Covid-19 serta memulihkan kualitas kehidupan rakyat," katanya.