REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dukcapil Kemendagri) Prof Zudan Arif Fakrulloh mengeklaim tak ada kebocoran data dari Dukcapil. Hal ini ia sampaikan setelah ada informasi dugaan kebocoran jutaan data kependudukan dari daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2014 di Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
"Perlu juga saya sampaikan, tidak ada kebocoran data dari Dukcapil. Kami sudah memeriksa data center, log, dan traffic-nya. Alhamdulillah semua tidak ada masalah," ujar Zudan dalam keterangan tertulisnya, Jumat (22/5).
Ia menjelaskan, Dukcapil Kemendagri bertugas memberikan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) kepada KPU dalam pelaksanaan pemilu maupun pilkada. Sejak penyerahan DP4, Kemendagri meminta KPU berkomitmen mengelola data dengan menjaga kerahasiaan data pribadi.
Menurut Zudan, setelah Pemilu 2014, Dukcapil Kemendagri juga meminta KPU tak perlu menampakkan nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor kartu keluarga (NKK). Nomor identitas dapat diganti dengan tanda bintang. "NIK dan nomor KK tidak perlu ditampakkan agar tidak disalahgunakan untuk pendaftaran kartu prabayar dan untuk membuat KTP-el palsu," kata Zudan.
Komisioner KPU RI Viryan Aziz mengatakan, jutaan data kependudukan yang dibagikan peretas diduga merupakan salinan digital atau soft file DPT Pemilu 2014 yang diakses pada 15 November 2013. Menurut dia, sesuai regulasi, data pemilih harus terbuka dan bisa diakses publik pada saat itu.
"Soft file data KPU tersebut (format PDF) dikeluarkan sesuai regulasi dan untuk memenuhi kebutuhan publik bersifat terbuka," ujar Viryan melalui pesan singkatnya, Jumat (22/5).
Ia menyebutkan, regulasi yang dimaksud merujuk pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum. Pasal 38 Ayat (5) menyebutkan bahwa KPU kabupaten/kota wajib memberikan salinan daftar pemilih tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada partai politik peserta pemilu di tingkat kecamatan dalam bentuk salinan soft copy atau cakram padat dalam format yang tidak bisa diubah paling lambat 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan.
Ia mengeklaim, meskipun bersifat terbuka, elemen data pribadi warga tetap terlindungi. Data seperti NIK dan nomor kartu keluarga tidak ditampilkan secara utuh dalam dokumen tersebut.
Viryan menambahkan, jumlah DPT Pemilu 2014 tidak mencapai 200 juta, tetapi hanya 190 juta. KPU RI telah menelusuri informasi dugaan kebocoran data yang diperjualbelikan melalui komunitas peretas dengan melakukan cek kondisi internal (server data) dan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait. "Informasi lebih lanjut akan disampaikan kemudian," kata Viryan.
Sebelumnya, peretasan data penduduk di KPU pertama kali diungkap akun Twitter @underthebreach yang juga mengungkap peretasan jutaan akun Tokopedia. Dalam unggahan itu, peretas mengaku memiliki data warga Indonesia sebanyak 2,3 juta termasuk nama, NIK, NKK, dan alamat.
"Aktor membocorkan informasi tentang 2.300.000 warga Indonesia. Data termasuk nama, alamat, nomor identitas, tanggal lahir, dan banyak lagi," tulis akun tersebut, Kamis (21/5) malam.
Under the Breach mengungkapkan, peretas juga mengancam akan membocorkan data informasi warga serupa sebanyak 200 juta. Data-data tersebut dalam bentuk file PDF yang didapatkan dari KPU.
Hal itu terlihat dalam gambar yang diunggah Under the Breach. Terdapat dokumen berlogo KPU dengan keterangan Daftar Pemilih Tetap Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2014.
Dokumen berisi nomor KK, KTP, nama pemilih, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status perkawinan, serta alamat. Bahkan, peretas juga menampilkan sejumlah folder dengan nama kecamatan maupun kabupaten/kota di Yogyakarta.