Rabu 20 May 2020 16:52 WIB

Muhammadiyah Tolak Seluruh Substansi RUU Cipta Kerja

Muhammadiyah juga menolak Perppu 1/2020 dan Perpres Pelibatan TNI.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Agus raharjo
Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM Busyro Muqoddas (kedua kanan) bersama Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Trisno Raharjo (kanan) dan Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB Hariadi Kartodihardjo (ketiga kanan) memberikan keterangan saat konferensi pers usai menggelar pertemuan tertutup di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (28/1).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM Busyro Muqoddas (kedua kanan) bersama Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Trisno Raharjo (kanan) dan Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB Hariadi Kartodihardjo (ketiga kanan) memberikan keterangan saat konferensi pers usai menggelar pertemuan tertutup di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (28/1).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah meminta pembahasan RUU Cipta Kerja ditunda. Ketua PP Muhammadiyah Dr Busyro Muqoddas menilai, sejak perumusan RUU ini dilakukan lewat cara-cara yang tidak mencerminkan etika demokrasi.

"Proses perumusan RUU Cipta Kerja sebagai inisiatif pemerintah telah ditunjukkan tata krama dan etika demokrasi yang menunjang tinggi prinsip musyawarah sebagai amanat Pancasila," kata Busyro, Rabu (20/5).

Kemudian, Forum FGD Nasional 7 Maret 2020 dan Webinar 6 Mei 2020 Dekan-Dekan Fakultas Hukum dan STIH Universitas Muhammadiyah menyimpulkan substansi RUU Cipta Kerja secara fundamental bertentangan nilai-nilai dasar Pembukaan UUD 45. Bahkan, tidak mencerminkan kepekaan dan keberpihakan kepada realitas kesenjangan ekonomi dan politik sebagai dampak ketidak-adilan sosial. Tidak pula memberi perlindungan politik dan hukum bagi rakyat yang berdaulat atas kehidupan layak.

Ia menekankan, demokrasi yang menuntut jiwa besar memberi peluang sebesar-besarnya terhadap elemen masyarakat sipil. Yang mana, seharusnya ditempuh dengan sikap politik yang cerminkan kejujuran, keterbukaan, kesetaraan. "Dan dialogis oleh pemerintah bersama DPR dalam seluruh proses politik, baik dalam penyusunan RUU Cipta Kerja, RUU Minerba, Perppu Nomor 1 Tahun 2020 dan Perpres Pelibatan TNI," ujar Busyro.

Untuk itu, PP Muhammadiyah menyampaikan sejumlah rekomendasi. Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Dr Trisno Raharjo menuturkan, rekomendasi pertama agar menunda pembahasan RUU Cipta Kerja dan Perpres Pelibatan TNI.

"Menunda pembahasan RUU Cipta Kerja dan Perpres Pelibatan TNI tersebut dalam masa sidang DPR, terutama dalam situasi keprihatinan bangsa sebagai dampak serius multidimensional dari Covid-19," kata Trisno.

Muhammadiyah menyatakan menolak dengan tegas keseluruhan substansi RUU Cipta Kerja, RUU Minerba yang telah jadi UU, Perppu Nomor 1 Tahun 2020 dan Perpres Pelibatan TNI. Sebab, bertentangan jiwa dan nilai-nilai dasar moralitas konstitusi Indonesia.

Kemudian, Muhammadiyah berharap penuh pengertian pemerintah untuk menarik keseluruhan draf RUU Cipta Kerja. Jika pemerintah hendak tingkatkan komitmen disarankan dapat ditempuh dengan seksama dalam bentuk kajian etis-akademis.

"Yang didasarkan sikap konsisten terhadap moralitas konstitusi RI, terhadap Perpres DPR sebaiknya tidak melaksanakan pembahasan tanpa melibatkan masyarakat sipil dan menyusun Badan Pengawas," tegas Trisno.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement