Rabu 20 May 2020 04:31 WIB
Kebangkitan Nasional

Visi Kaum Intelegensia Indonesia Masa Pergerakan Nasional

Kepeloporan dan Pandangan Visioner kaum Intelegensia Indonesia Pada Masa Pergerakan

Siswa-siswi TK memperhatikan diorama sejarah di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta, Jumat (20/5). (Republika/ Yasin Habibi)
Foto:

Munculnya kelompok intelegensia atau kaum terpelajar yang menurut Sejarawan Sartono Kartodirdjo disebut sebagai ‘priyayi profesional’, diakibatkan oleh sistem pendidikan kolonial yang pada awalnya ditujukan untuk menciptakan manusia Indonesia yang dapat direkrut untuk menjalankan administrasi rendahan yang dibutuhkan oleh birokrasi kolonial maupun pegawai di kantor perkebunan dan di pabrik-pabrik.

Selain itu dengan kebijakan Politik Asosiatif pemerintah membuat rencana menggunakan sistem pendidikan untuk mengubah karakter penduduk pribumi untuk menjadi bagian dari semangat Neerlando Sentrisme (Belanda Raya). Artinya dengan menggunakan sistem pendidikan pemerintah Belanda berupaya mengubah orientasi politik dan budaya penduduk Indonesia bahwa Belanda bukanlah penjajah melainkan pengayom bagi bangsa Hindia putera.

STOVIA - Wikipedia

  • Keterangan foto: Para pelajar STOVIA, Batavia 1902, tempat berkumpulnya calon intelektual Indonesia

Untuk itulah pemerintah melalui Politik Etis, mulai mengintrodusir suatu sistem pendidikan massal namun masih bernuansa diskriminasi, yaitu dengan membagi sekolah untuk kaum bangsawan atau priyayi (eerste school) dan kelompok rakyat kebanyakan  (tweede school). Orang Jawa mengenalnya dengan nama Sekolah Ongko Siji (Eerste School), yaitu sekolah Hollandsch Inlandsch School (HIS), Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs (MULO), Algemeemen Middlebare School (AMS), kemudian Europeesche Lagere School (ELS) dan Hogere Burger School (HBS) yang khusus untuk warga Eropa, sedangkan  Sekolah Ongko Loro (tweede School), untuk Volk School atau sekolah rakyat dengan masa studi 2 tahun, bahasa pengantar bahasa daerah dan pelajarannya sekedar belajar membaca dan berhitung.

17 AGUSTUS - Perhimpunan Indonesia (Indische Vereeniging ...

  • Keterangan foto: Tokoh-tokoh Intelektual Indonesia yang menempuh pendidikan tinggi di negeri Belanda yang tergabung dalam organisasi Perhimpunan Indonesia 1920-an

Setelah lulus sekolah menengah atas, biasanya para pelajar yang memiliki biaya dapat melanjutkan pendidikan tingginya di Negeri Belanda, namun karena untuk efisiensi dan juga semakin banyaknya lulusan sekolah menengah atas, maka pemerintah Hindia Belanda mulai membuka perguruan tinggi di Jawa, seperti Sekolah Tinggi Teknik (Technische Hooge School) di Bandung tahun 1920, pemuda Soekarno termasuk mahasiswa pertama perguruan tinggi tersebut.

Pada tahun 1924, pemerintah juga membuka Sekolah Tinggi Hukum (Rech Hooge School) di Batavia dan kemudian Sekolah Tinggi Kedokteran (Geneskundige Hooge School) di Batavia tahun 1927 sekarang menjadi Fakultas Kedokteran UI Salemba. Khusus untuk sekolah kesehatan Pemerintah Hindia Belanda sejak awal 1900-an sudah mendirikan School tot Opleiding voor Inlandsch Artsen, yang lulusannya dikenal dengan Dokter Jawa, oleh orang Belanda lulusan STOVIA diejek sebagai Dokter Jawa yang tidak becus mengobati, namun sejak GHS didirikan lulusan dokter dari kalangan pribumi dianggap setara dengan dokter lulusan sekolah di Eropa.

Bagi pemerintah Belanda, mereka berharap bahwa sarjana-sarjana Indonesia yang dihasilkan baik yang bersekolah di Belanda mapun di Hindia Belanda akan mengalami ‘cuci otak‘ dengan menganggap bahwa Belanda bukanlah penjajah negeri Indonesia (Hindia Belanda) melainkan pengayom segenap penduduk negeri.

Namun yang terjadi justru sebaliknya sebagian para mahasiswa justru menjadi aktivis pergerakan kebangsaan dengan berbagai idiologi yang mereka usung, mulai dari sosialisme, marxisme, nasionalisme, dan Islamisme. Sebagian dari mereka berjuang untuk menjadikan penduduk negeri lebih bermartabat dan juga mencita-citakan sebuah kemandirian bangsa dengan puncaknya adalah kemerdekaan bangsa Indonesia.

Melalui beragam organisasi, baik yang bersifat politik, social, keagamaan dan budaya, kaum intelegensia ini bahu membahu berjuang untuk rakyat dan memberikan kesadaran kepada rakyat kebanyakan tentang arti penting gerakan kebangsaan. Kaum intelegensia juga berjuang melalui penerbitan-penerbitan surat kabar dan majalah yang mereka miliki, mereka membuat tulisan-tulisan yang mengajak pembaca untuk lebih cerdas dan mewacanakan paham kemajuan atau progress disegala bidang kehidupan.

Perjuangan melalui surat kabar sangat strategis karena fungsi pers yang dapat memberikan penerangan secara massal lebih menjangkau khalayak yang lebih luas dibandingkan rapat-rapat umum (vergadering). Tentunya banyak hambatan dan rintangan yang dihadapi oleh para intelegensia Indonesia dalam berjuang  waktu itu, selain kekurangan dalam bidang ekonomi, dan menghadapi resiko penangkapan oleh para polisi politik (Politieke Inlichtingen Dienst),  juga pemenjaraan dan juga pengasingan-pengasingan di wilayah-wilayah terpencil dan tidak sehat, seperti Tanah Merah di Digul, Merauke, Endeh, Banda, Bengkulu dan lain sebagainya.

Namun demikian semua kesusahan dan kesulitan tersebut mereka hadapi dengan tabah, demi untuk memperjuangkan martabat bangsa Indonesia yang sedang  terjajah dan memperjuangkan kemerdekaan Bangsa Indonesia. Sebuah cita-cita mulia yang diperjuangkan tanpa pamrih dan bahkan banyak dari mereka yang sudah tiada sebelum bangsa Indonesia merebut kemerdekaannya.

Bagi generasi muda pelajaran sejarah dari pergerakan kaum pejuang  kebangsaan ini patut dicontoh dan diteladani, tentunya dengan ‘belajar dari sejarah’.  Namun belajar dari sejarah tidak hanya slogan saja, melainkan kajilah sejarah melalui membaca buku-buku sejarah yang sudah ada. Jadikan pelajaran sejarah sebagai pelajaran favorit dan menyenangkan, dan syukur-syukur kita mau membaca langsung surat kabar-surat kabar pergerakan kebangsaan yang dapat kita baca di koleksi Perpustakaan Nasional RI di Jakarta.

Belajar sejarah juga dapat dilakukan melalui kunjungan ke museum-museum sejarah yang banyak tersebar di Jakarta dan kota-kota lainnya di Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement