REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra
Pemerintah sedang mengebut pencairan bantuan sosial sebagai jaring pengaman dampak Covid-19. Salah satu jenis bansos yang dikebut penyalurannya adalah bantuan langsung tunai (BLT) melalui dana desa atau BLT desa. Besarannya, Rp 600 ribu per keluarga per bulan, selama tiga bulan.
Hingga Selasa (19/5), dari total 75 ribu lebih desa di Indonesia, baru 53.156 desa yang sudah merampungkan pendataan keluarga penerima manfaat (KPM). Dari angka tersebut, baru 46.709 desa yang sudah melakukan musyawarah khusus desa untuk memverifikasi calon penerima BLT desa. Namun dari jumlah tersebut, hanya 14.326 yang sepenuhnya telah melakukan pembagian BLT desa kepada penerima.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menjelaskan, ganjalan terbesar dalam penyaluran BLT desa adalah proses verifikasi di tingkat kabupaten/kota. Data penerima bansos yang sudah divalidasi melalui musyawarah khusus desa, masih harus diverifikasi ulang oleh pemda.
"Masalahnya, banyak kabupaten kota yang tidak segera menurunkan bahkan ada yang pas turun, namanya beda. Yang diusulkan RT RW, pas turun ke desa beda namanya. Saya enggak tahu dari mana," ujar Muhadjir usai mengikuti rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi), Selasa (19/5).
Menyiasati hal ini, pemerintah memutuskan untuk memangkas alur administrasi pembagian BLT desa ini. BLT desa dapat langsung dibagikan tanpa harus melalui verifikasi di level kabupaten/kota. Artinya, seluruh data yang telah disepakati melalui musyawarah khusus desa sudah bisa langsung menerima BLT desa.
"Paling tidak ini untuk pembagian putaran pertama. Soal nanti putaran kedua akan diberlakukan lagi (verifikasi pemda) silakan. Tapi ini untuk memburu pemulihan daya beli masyarakat agar ekonomi yang hibernasi ini bisa berputar," ujar Muhadjir.
Menteri Desa PDTT Abdul Halim Iskandar membenarkan penjelasan Muhadjir. Menurutnya, selama ini basis data BLT desa didapat dari tiga orang relawan desa yang bertugas mencari siapa saja keluarga di desa yang terdampak Covid-19 dan belum menerima bantuan apa pun dari pemerintah pusat.
Bila syarat dipenuhi, misalnya seorang kepala keluarga yang kehilangan mata pencaharian dan belum mendapat bansos reguler seperti PKH, BPNT, dan kartu prakerja, maka identitasnya akan dicatat dan dibawa ke musyawarah khusus desa. Baru setelahnya, dilakukan sinkronisasi di kabupaten/kota.
"Kenyataan yang terjadi agak lama. Sehingga antara desa lakukan pendataan dan musdesus dan pencairan BLT desa ini jedanya cukup jauh. Padahal aslinya duitnya sudah ada di rekening kas desa, tinggal salur," ujar Mendes.
Sebagai pengganti proses verifikasi di tingkat kabupaten/kota ini, Presiden Jokowi secara khusus meminta TNI dan Polri menerjunkan Bhabinkamtibmas dan Babinsa untuk membantu relawan desa melakukan verifikasi langsung di lapangan. Selain membantu proses verifikasi data, mereka harus memastikan juga besaran BLT desa diberikan secara utuh tanpa disunat.
"Mereka akan lakukan sinkronisasi. Yang penting tidak menerima PKH, BPNT, dan kartu prakerja. Ya sudah segera cairkan," kata Abdul.
Pada dasarnya, Mendes menambahkan, proses verifikasi sederhana yang dilakukan relawan dan personel Bhabinkamtibas dan Babinsa ini memastikan bahwa penerima BLT desa belum pernah menerima bantuan sosial yang bersumber dari APBN.
"Enggak menunggu kabupaten. Tapi yang sudah menerima bansos lain, harus dicoret karena tidak boleh dobel," jelasnya.
Via PT Pos
Pemerintah masih merampungkan proses penyaluran BLT kepada sembilan juta keluarga penerima manfaat (KPM) di luar Jabodetabek. Namun dari angka tersebut, baru 8,3 juta KK yang datanya sudah terverifikasi.
Hingga Selasa (19/5), baru 3,73 juta KK atau 45 persen dari 8,3 juta KK yang sudah mendapat BLT tahap pertama sebesar Rp 600 ribu. Artinya, pemerintah masih punya pekerjaan rumah untuk menyelesaikan penyaluran BLT bagi 4,6 juta KK hingga Sabtu (23/5) atau H-1 Lebaran. Hal ini sesuai perintah Presiden Jokowi untuk merampungkan seluruh penyaluran bansos tahap pertama sebelum Lebaran.
"Kita kebut sampai Sabtu dan PT Pos sudah menyanggupi, dengan berbagai upaya. Kalau dihitung dari hari ini sampai Sabtu PT Pos harus sudah menyalurkan rata-rata 800 ribu KK per hari," jelas Menteri Sosial Juliari Batubara usai mengikuti rapat terbatas bersama Presiden Jokowi, Selasa (19/5).
Sebenarnya, BLT yang menggunakan anggaran Kemensos ini disalurkan melalui dua pintu, yakni PT Pos dan transfer rekening bank milik negara. Khusus untuk penyaluran via transfer, sebanyak 750 ribu KK sudah menerima bantuan tahap pertama sebesar Rp 600 ribu melalui bank-bank BUMN. Artinya, tersisa penyaluran via PT Pos.
Demi mempercepat proses pencairan BLT via PT Pos. Pemerintah telah memerintahkan PT Pos untuk menambah loket pelayanannya. PT Pos juga diminta memperpanjang jam operasional sampai pukul 22.00 malam. Selain itu, PT Pos juga diperintahkan membuka loket tambahan di luar kantor pos dengan memanfaatkan fasilitas publik.
"Kami juga minta kantor pos buka outlet baru khususnya untuk komunitas tertentu yang butuh bansos tunai. Masuk kantor desa, balai desa, dan outlet baru yang bentuknya seperti tenda, pakai kursi. Tapi dengan tetap protokol kesehatan," ujar Juliari.
Juliari menambahkan, pemerintah sudah mengunci data penerima BLT sebanyak 8,3 juta KK sampai hari ini. Penguncian data disebabkan tarik-ulur data yang dilakukan oleh beberapa pemerintah kabupaten/kota. Tarik ulur ini disebabkan tidak sinkronnya data penerima yang diajukan oleh desa dan kelurahan kepada pemda, dengan data yang diajukan pemda kepada pemerintah pusat.
"Ada daerah yang belum siap memberikan data atau masih mencari datanya. Kami sudah putuskan untuk me-lock data yang mereka bisa dan sisanya di tahap kedua agar tidak data menggantung di daerah tersebut," kata Juliari.
Juliari juga memastikan seluruh anggaran BLT telah ditransfer ke rekening PT Pos sehingga penyaluran bisa dikebut selama lima hari ke depan.