REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Psikolog klinis Gisella Tani Pratiwi mengatakan, mayoritas pelaku kekerasan seksual terhadap anak adalah orang yang dekat dan dikenal. Bahkan, mengutip penelitian, tak jarang di antara pelaku adalah keluarga korban sendiri.
“Dari penelitian, 80-90 persen pelaku kekerasan adalah orang yang dikenal anak, termasuk keluarga,” ujar dia ketika dikonfirmasi Republika, Kamis (14/5).
Dia melanjutkan, pemulihan anak yang menjadi korban kekerasan seksual memang membutuhkan proses yang panjang. Sebab, perlu ada penyesuaian dengan intensitas kekerasan yang dialami, termasuk karakteristik anak dan faktor lainnya yang membuat anak semakin rentan.
Oleh sebab itu dia menekankan, dukungan sosial dari lingkungan sekitar anak sangat diperlukan. Utamanya, yang memiliki hubungan dan lingkungan yang dirasa aman secara emosional bagi anak.
“Pemulihan trauma merupakan proses yang sulit dan kompleks,” kata dia.
Sambungnya, dampak atau ekses yang didapat korban akan menyebar ke banyak aspek psikologis. Di antaranya adalah dinamika emosi, perilaku serta pola pikir.
Atas dasar itu dia menuturkan, kemungkinan korban untuk menjadi pelaku kekerasan memang menjadi salah satu konsekuensi dinamika tersebut. Meskipun, kejadian itu tak akan sama dari satu korban dengan korban lainnya.
“Alasan kekerasan bisa beragam. Agak sulit dipastikan jika belum ada pemeriksaan yang lengkap,” ucapnya.
Sebelumnya, remaja putri yang merupakan tersangka pembunuhan pada anak berusia lima tahun di Sawah Besar, Jakarta, diketahui adalah korban tindak kekerasan seksual.
Kondisi tersebut, diketahui setelah tersangka, NF, menjalani pemeriksaan fisik dan psikis. Hingga akhirnya, NF didapati merupakan korban kekerasan seksual dari tiga orang terdekatnya, dan kini tengah hamil 14 pekan.